JEJAK RUHANI DI PANGGUNG KEKUASAAN: SUFISME POLITIK DARI SAMARKAND KE NUSANTARA

Kerajaan Islam Nusantara

Mei 1, 2025 - 19:33
JEJAK RUHANI DI PANGGUNG KEKUASAAN: SUFISME POLITIK DARI SAMARKAND KE NUSANTARA
Kerajaan Islam Nusantara

Tulisan sederhana sebagai ikhtiar menterjemahkan Konsep Nawa Mustika (9 Mutiara Hikmah) Jatman NU dari Mudir Ali Idarah 'Aliyah Jatman NU, Prof. Dr. KH. Ali Masykur Musa.

Oleh: Abdur Rahman El Syarif

BAB V. DI BUMI MELAYU: NAQSYABANDIYAH DAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM NUSANTARA

5.3. Kalimantan: Jaringan Naqsyabandiyah dan Kerajaan Banjar 5.3.1.

Latar Belakang Islam di Kalimantan

Islam pertama kali masuk ke Kalimantan pada abad ke-15, seiring dengan kedatangan pedagang-pedagang dari Malaka dan Jawa yang membawa serta ajaran agama Islam. Pada awalnya, penyebaran Islam di Kalimantan lebih bersifat lambat dan tersebar melalui interaksi sosial di pelabuhan-pelabuhan perdagangan, serta peran para ulama dan pedagang Muslim yang datang dari luar daerah.

Namun, pada abad ke-16, Kerajaan Banjar yang terletak di Kalimantan Selatan mulai mengadopsi Islam sebagai agama resmi, dan ini menjadi titik balik dalam proses islamisasi di Kalimantan. Pada saat itu, Kerajaan Banjar menjadi pusat penyebaran Islam yang sangat berpengaruh bagi wilayah sekitarnya.

5.3.2. Pengaruh Naqsyabandiyah di Kalimantan

Salah satu tarekat yang sangat berpengaruh di Kalimantan adalah Naqsyabandiyah. Tarekat ini mulai dikenal dan berkembang di Kalimantan melalui jaringan ulama dan pedagang yang terhubung dengan pusat-pusat spiritual di dunia Islam, terutama dari Jawa dan Sumatera. Naqsyabandiyah terkenal dengan ajaran tasawufnya yang mendalam, yang mengedepankan dzikir dan praktik spiritual sebagai jalan menuju kesucian hati dan kedekatan dengan Tuhan.

Tarekat ini menyebar ke Kalimantan seiring dengan keberadaan ulama Naqsyabandiyah yang datang ke wilayah ini, baik sebagai bagian dari misi dakwah maupun melalui hubungan pribadi mereka dengan penguasa lokal. Salah satu tokoh penting dalam penyebaran Naqsyabandiyah di Kalimantan adalah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, seorang ulama besar yang juga merupakan bagian dari jaringan dakwah tarekat Naqsyabandiyah. Sebagai seorang ulama dan cendekiawan, beliau memainkan peran kunci dalam mengajarkan ajaran tasawuf kepada masyarakat Banjar dan sekitarnya.

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari: Ulama Sufi dan Cendekiawan di Kalimantan. 

Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari lahir pada tahun 1710 di wilayah Banjar, Kalimantan Selatan. Beliau berasal dari keluarga yang sangat mendalami ilmu agama, dengan latar belakang yang kuat dalam tradisi keilmuan Islam. Sejak kecil, Syekh Muhammad Arsyad menunjukkan minat besar dalam ilmu agama, terutama dalam bidang tasawuf dan fiqih.

Sanad Ilmu dan Tarekatnya Sebagai seorang ulama yang berpengaruh, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapatkan ilmu agama dari berbagai ulama besar di Timur Tengah dan Nusantara. Beliau mempelajari agama Islam di berbagai pusat keilmuan Islam yang terkenal di dunia Islam, termasuk di Mekkah dan Madinah. Di Mekkah, beliau berguru pada sejumlah ulama terkemuka dan mendalami ajaran tasawuf di bawah bimbingan guru-guru tarekat, termasuk Naqsyabandiyah, yang merupakan tarekat yang paling berpengaruh dalam hidupnya.

Sanad ilmu beliau mengalir melalui jalur yang sah dari para guru besar, seperti Syekh Ibrahim al-Kurdi dan Syekh Shalih al-Din, yang merupakan tokoh-tokoh utama dalam tarekat Naqsyabandiyah. Melalui bimbingan spiritual yang mendalam ini, Syekh Muhammad Arsyad tidak hanya memperoleh pengetahuan teologis dan fiqih yang luas, tetapi juga memperoleh pemahaman mendalam mengenai tasawuf, yang kemudian menjadi salah satu kekuatan utama dalam dakwahnya di Kalimantan.

Peran Monumental dalam Penyebaran Tasawuf dan Naqsyabandiyah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari memainkan peran yang sangat penting dalam penyebaran ajaran tasawuf dan tarekat Naqsyabandiyah di Kalimantan, khususnya di wilayah Banjar. Ketika beliau kembali ke tanah kelahirannya setelah menuntut ilmu di Mekkah, beliau langsung diterima dengan baik oleh kalangan istana dan masyarakat sebagai seorang ulama yang memiliki otoritas ilmiah dan spiritual. Keilmuan dan kedalaman pemahaman tasawuf beliau menjadi landasan penting dalam penyebaran Islam yang lebih mendalam di kalangan masyarakat Banjar.

Peran di Lingkungan Istana Sebagai seorang ulama yang dihormati, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari tidak hanya berperan dalam dunia pendidikan, tetapi juga memiliki hubungan yang erat dengan kerajaan Banjar. Beliau dianggap sebagai salah satu penasihat spiritual bagi Sultan Banjar dan keluarga kerajaan. Sebagai ulama yang mendalami ajaran tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Muhammad Arsyad memberi pengaruh yang sangat besar terhadap kebijakan keagamaan di kerajaan Banjar, mendorong penerapan ajaran Islam yang lebih spiritual dan mendalam.

Syekh Muhammad Arsyad juga dikenal karena peranannya dalam membimbing raja-raja Banjar dalam mengembangkan kebijakan yang berfokus pada kesejahteraan spiritual rakyat. Dengan ajaran-ajarannya yang menekankan pentingnya kedekatan dengan Tuhan, beliau membantu membentuk kebijakan sosial yang lebih berlandaskan pada nilai-nilai keagamaan dan kebajikan.

Peran di Masyarakat Selain berperan di lingkungan istana, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari juga sangat aktif dalam dakwah kepada masyarakat luas. Beliau mendirikan banyak pesantren dan tempat pengajaran agama di Kalimantan, tempat beliau mengajarkan ajaran tasawuf, fiqih, dan tafsir. Melalui pengajaran ini, beliau berhasil membentuk generasi ulama dan pemimpin masyarakat yang berbasis pada ajaran Naqsyabandiyah.

Syekh Muhammad Arsyad juga dikenal dengan keteladanan hidupnya yang sederhana dan sangat dekat dengan rakyat. Beliau sering melakukan dzikir bersama, mengadakan majelis-majelis ilmu, serta memberikan bimbingan spiritual kepada umat, tanpa memandang status sosial. Ajaran beliau tentang pentingnya kesucian hati, keikhlasan dalam beribadah, dan pengabdian kepada Tuhan telah meninggalkan jejak yang sangat mendalam dalam kehidupan masyarakat Banjar.

Karya-Karya Tulisan. Selain menjadi pengajar langsung, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari juga meninggalkan banyak karya tulis yang sangat berpengaruh dalam dunia Islam Nusantara. Salah satu karya monumentalnya adalah "Sabilal Muhtadin", sebuah kitab yang membahas berbagai aspek fiqih, akidah, dan tasawuf. Kitab ini sangat terkenal di kalangan umat Islam di Kalimantan dan sekitarnya, dan sering digunakan sebagai referensi dalam kajian keagamaan. Dalam karya-karya beliau, Syekh Muhammad Arsyad mengintegrasikan ajaran fiqih dengan ajaran tasawuf, sehingga memberikan pemahaman yang holistik bagi umat Islam.

5.3.3. Kerajaan Banjar dan Dukungannya Terhadap Islam dan Tarekat Naqsyabandiyah

Kerajaan Banjar, yang pada saat itu dipimpin oleh Sultan Suriansyah, memainkan peran penting dalam mendukung penyebaran Islam, termasuk tarekat Naqsyabandiyah. Sultan Suriansyah, yang memeluk Islam pada abad ke-16, menjadikan Islam sebagai agama negara dan mengundang para ulama dari berbagai wilayah untuk mengajarkan ajaran Islam di kerajaan tersebut. Hal ini menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya ajaran-ajaran sufi, termasuk Naqsyabandiyah, yang banyak diminati oleh masyarakat Banjar.

Salah satu langkah penting yang diambil oleh kerajaan adalah mendirikan pusat-pusat pengajaran Islam, yang tidak hanya mengajarkan ilmu fiqih, tetapi juga tasawuf dan ajaran spiritual Naqsyabandiyah. Para pengikut tarekat ini sering kali menjadi tokoh masyarakat yang dihormati, karena mereka dianggap memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang agama dan kehidupan spiritual.

5.3.4. Sinergi Antara Naqsyabandiyah dan Kerajaan Banjar

Sinergi antara Naqsyabandiyah dan Kerajaan Banjar menunjukkan bagaimana ajaran tasawuf bisa menyatu dengan kehidupan kerajaan dan masyarakat. Para pengikut Naqsyabandiyah di Kalimantan sering kali terlibat dalam berbagai kegiatan keagamaan yang diorganisir oleh kerajaan, seperti ziarah, pengajian, dan dzikir massal yang menjadi ciri khas tarekat ini. Selain itu, pengaruh Naqsyabandiyah juga terlihat dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya masyarakat Banjar, yang mengintegrasikan ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Di sisi lain, Kerajaan Banjar memperoleh legitimasi dan dukungan dari ulama Naqsyabandiyah, yang mengakui kekuasaan raja sebagai pemimpin Islam. Dalam hal ini, kerajaan berfungsi tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, tetapi juga sebagai penggerak utama dalam penyebaran ajaran Islam yang melibatkan ajaran-ajaran spiritual tarekat Naqsyabandiyah.

5.3.5. Peran Naqsyabandiyah dalam Kehidupan Masyarakat Banjar

Tarekat Naqsyabandiyah di Kalimantan tidak hanya mempengaruhi aspek spiritual, tetapi juga memainkan peran penting dalam membentuk struktur sosial masyarakat Banjar. Dengan ajaran yang menekankan pentingnya kebersihan hati dan kedekatan dengan Tuhan, tarekat ini memberikan alternatif dalam cara hidup yang lebih damai dan penuh penghayatan. Selain itu, kegiatan dzikir bersama dan pertemuan spiritual yang diadakan oleh para pengikut Naqsyabandiyah mempererat hubungan antar komunitas Muslim di Kalimantan.

Masyarakat Banjar yang terhubung dengan tarekat ini tidak hanya menganggapnya sebagai aspek pribadi dalam beragama, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Seiring waktu, Naqsyabandiyah menjadi bagian integral dari kehidupan keagamaan dan sosial di Kalimantan, yang terus berkembang meskipun tantangan zaman berubah. (Bersambung ke Sub Bab 5.4 - Minangkabau)