Tingkatan-tingkatan dalam Ilmu Tasawuf
Tasawuf dapat diartikan dua pengertian; pertama adalah tarekat dan kedua adalah hakikat. Adapun kedua macam tasawuf ini wajib di bawah bimbingan seorang syekh atau mursyid arif billah. Tasawuf dalam arti tarekat adalah takhalli yaitu membersihkan hati dari kotoran-kontoran nafsu dan tahalli yaitu menghiasi hati dengan segala sifat-sifat terpuji.

Tasawuf dapat diartikan dua pengertian; pertama adalah tarekat dan kedua adalah hakikat. Adapun kedua macam tasawuf ini wajib di bawah bimbingan seorang syekh atau mursyid arif billah. Tasawuf dalam arti tarekat adalah takhalli yaitu membersihkan hati dari kotoran-kontoran nafsu dan tahalli yaitu menghiasi hati dengan segala sifat-sifat terpuji.
Tasawuf tarekat mencakup tasawuf dalam bentuk amali seperti dalam proses takhalli dan tahalli seorang salik wajib melakukan zikir, wirid-wirid, memperbagus akhlak, adab dan ibadah yang ikhlas. Tasawuf ini banyak dijelaskan dalam kitab Risalah Al-Qusyairiyah, Qutul Qulub, Ihya Ulumuddin, Awarif al-Ma’arif dan lain sebagainya.
Tasawuf dalam arti hakikat adalah tajalli yaitu tersingkapnya cahaya keghaiban di dalam hati seseorang sehingga nyata segala perbuatan, sifat dan Dzat Allah. Tasawuf hakikat mencakup rahasia-rahasia batin yang tidak mungkin ditakbirkan dengan kalimat-kalimat tegas dan lugas. Kalimat tasawuf sarat dengan paradoks dan maudluiyah (makna tersirat).
Ujaran-ujaran tasawuf sangat pekat dengan isyarah-isyarah yang dapat dipahami oleh seseorang yang hatinya telah mendapatkan cahaya Ilahiyyah. Adapun puncak tasawuf hakikat adalah fana di dalam lautan Ahadiyah Allah dan baqa dengan Wahidiyah Allah.
Kajian tasawuf hakikat ini banyak dijelaskan di dalam kitab-kitab Syaikul al-Akbar Ibnu Arabi seperti kitab al-Futuhat al-Makkiyah, Fushush al-Hikam dan lain sebagainya ataupun kitab Syaikh Abdul Karim al-Jili seperti al-Insan al-Kamil dan lainnya.
Dalam pengamalan tasawuf terdapat istilah syariat, tarekat, dan hakikat atau disebut juga Islam, Iman dan Ihsan. Ketiganya adalah satu kesatuan sistem dalam agama (ad-Din) yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Syekh Sayyidi Muhammad bin Ahmad al-Ajibah al-Hasani dalam kitab al-Futuhat al-Ilahiyyah fi Syarhi al-Mahabits al-Ashaliyyah menjelaskan:
فالشريعة هي : إصلاح الجوارح الظاهرة، وهي تدفح إلى الطريقة التي هي إصلاح السرائر الباطنة، وهي أيضاً تدفح إلى الحقيقة التي هي كشف الحجاب ومشاهدة الأحباب من داخل الحجاب، فالشريعة أن تعيده، والطريقة أن تقصده، والحقيقة أن تشهده
Syari’ah adalah memperbaiki organ-organ tubuh secara lahir dan syariah merupakan jalan menuju thariqah, yang mana thariqah merupakan perjalanan ruhani untuk memperbaiki batiniyyah, dan thariqah merupakan pengantar menuju hakikat yang dapat menyingkap tabir penghalang (kasyf hijab) dan musyahadah (menyaksikan) dengan kekasih. Pendek kata syariah adalah beribadah menghamba kepada-Nya, sedangkan thariqah adalah menjadikan Allah satu-satunya tujuan dan hakikat merupakan kemampuan menyaksikan Allah Swt. dengan mata hatinya.
Dalam pengamalan tasawuf terdapat beberapa level atau tingkatan-tingkatan seseorang yang masing-masing mempunyai kapasitas tersendiri. Maka dalam hal ini, Abuya Syekh H. Amran Waly al-Khalidi membagi tingkatan-tingkatan dalam ilmu tasawuf menjadi empat tingkatan, yaitu:
1. Ahlul Bidayah
Bagi mereka dituntut untuk memperbaiki nafsu dan melakukan amal sesuai dengan hukum, berakhlak yang bagus serta dapat bergaul yang baik, sesuai dengan kitab-kitab yang kita pelajari di pesantren, baik itu fiqih, tauhid kalam dan tasawuf akhlak.
2. Ahlul Suluk
Bagi mereka dapat bertujuan untuk menghadirkan hati di hadapan Allah, mengamalkan zikir-zikir yang diatur dalam tarekat yang mu’tabar dan memutuskan kerlingan hati kepada selain Allah, supaya dapat mencintai Allah dan bermesraan dengan Allah.
3. Ahlul Wilayah
Mereka telah tajalli keberadaan Allah di dalam batinnya meyakini bahwa segala sesuatu yang Maujud merupakan bekas perbuatan Allah, bentuk dan rupa adalah dari sifat Allah, keberadaan kita adalah limpahan keutamaan Allah dari Nur Aqdas (cahaya yang bersih), wujudnya dari Wujud Allah dan juga kesempurnaan wujud, ia tidak membanggakan sesuatu yang ada kepada selain Allah, baik itu ilmu, amal dan maqam.
4. Ahlul Nihayah
Dia kembali kepada hakikat wujudnya, yaitu Adam Ma’had (tidak ada sama sekali), Fana pada Allah dan Baqa dengan Allah. Mereka telah dapat bertauhid jam’i, merdeka dari dirinya dan alam.
Bagi Ahlu wilayah dan nihayah tidak datang ketakutan dan kegundahan, sesuai dengan firman Allah,
إن أولياء الله لاخوف عليهم ولا هم يحزنون
“Sesungguhnya para wali-wali Allah itu tidak takut bagi mereka dan tidak merasa gundah” (QS. Yunus: 62).
Sedangkan ahlu bidayah dan ahlul suluk, mereka banyak mengalami kesusahan dan kegundahan dalam mengarungi kehidupan yang fana ini. Kalau di negeri kita ada ahlu wilayah dan ahlul nihayah, maka akan cepat kerkembang ajaran tasawuf dan kesufian ini. Dan kalau tidak ada, maka perjuangan tauhid kesufian ini banyak mengalami kemacetan sehingga tidak dapat diangkat ke permukaan.
Penulis: Budi Handoyo (Dosen Prodi Hukum Tata Negara Islam Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam STAIN Teungku Diruendeng Meulaboh-Kabupaten Aceh Barat)
Editor: Khoirum Millatin