Pemantapan Thariqah dan Tasawuf melalui Perspektif Hyper Metafisika-Eksakta Tasawuf
Pemahaman thariqah dan tasawuf pada dasarnya tidak boleh berhenti hanya pada pengetahuan umum saja. Tetapi juga harus ditarik pada pemahaman substansi secara unlogic menjadi logic.

Pemahaman thariqah dan tasawuf pada dasarnya tidak boleh berhenti hanya pada pengetahuan umum saja. Tetapi juga harus ditarik pada pemahaman substansi secara unlogic menjadi logic.
Mengapa orang-orang pintar seperti professor dan para ekspertis di luar sana hanya fokus pada hal-hal yang bersifat rasional bukan yang irrasional. Bukankah seharusnya kita bisa mengarahkan dari yang fisik menjadi metafisik dan menuju ke sufistik? Mari kita jelaskan secara ilmiah kronologis runtut bagaimana thariqah dan tasawuf bisa menjadi amat logis.
Beberapa waktu lalu ketika pelantikan JATMAN Sumatera Utara di Medan, ada satu gebrakan baru supaya thariqah dan tasawuf dapat diterima secara luas di daerah Suwarnadwipa tersebut, yaitu dengan menggelar pameran metafisik anatomi tubuh. Dari pameran tersebut, dijelaskan secara ilmiah bagaimana cara kerja zikir di dalam tubuh.
Dalam konteks “Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa rabbahu” (siapa yang mengenal dirinya maka ia benar-benar telah mengenal Tuhannya), kita perlu mengenal diri kita terlebih dahulu. Toolsnya, kita perlu memahami konsep Metafisika-Eksakta dari segi ilmu Matematika, Fisika, Kimia, Biologi dan IT.
Supaya memudahkan kita belajar ilmu Fisika dan Kerohanian, kita perlu memahmi ‘Meta’ sebagai nilai dasar fundamentalnya. Adapun Fisika adalah isi secara fisik yang nampak sedangkan kerohanian sendiri bukan tidak nampak, melainkan karena partikelnya di atas Nano, kita tidak bisa menjangkau itu.
Jadi secara teoritis, tidak bisa kita langsung ke tasawuf tanpa mempelajari ilmu Metafisika-Eksakta sebagai tools dan juga mempelajari ilmu anatomi, fisiologi dan pembedahan.
Sebagai contoh, dalam konsep zikir jahri (zikir dengan suara keras) pada pengamal Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN), pembacaan zikir Laa ilaaha illallah ada banyak hal yang harus dilakukan. Mengapa pembacaan lafaz ‘il’ itu perlu ditekan, kemudian bagaimana tarikannya dari konsep Laa ilaaha illallah, di mana itu semua menggambarkan garis-garis imajiner yang memiliki pergerakan.
Dari adanya ucapan kalimat tauhid Laa ilaaha illallah, seseorang bisa tahu bagaimana pergerakannya dari bawah pusat sampai ke atas ubun-ubun hingga dada kiri, dan dihujamkan ke bawah lagi hingga dada kanan. Jadi garis-garis imajiner kalimat tauhid untuk Tazkiyatu an-Nafs (pembersihan diri/jiwa) dan Tasyfiyatu al-Qulub (penyucian hati/matahati) dalam konteks takhalli, tahalli, tajalli, itu harus dijelaskan secara ilmiah.
Penjelasan ini perlu dilakukan supaya orang-orang yang sebelumnya tidak mempercayai konsep thariqah dan tasawuf mengerti bahwa dalam zikir tidak ada yang asal-asalan. Jadi dengan adanya thariqah di-ilmiahkan, dakwah mereka tentang pengamalan thariqah bisa tersebar secara luas.
Lalu bagaimana dengan zikir khafi (zikir dengan suara tersembunyi/samar). Adapun pada proses pengamalannya, lidah harus naik ke atas dan dilengketkan ke langit-langit mulut supaya terhubung dengan organ-organ tubuh yang diatas langit-langit itu dan terkoneksi dengan sistem tubuh lainnya (Sela Turcica, Jantung, Otak, Paru-Paru, Sistem Tulang Belakang, Sistem Syaraf, etc) sehingga dapat terkoneksi dengan berproses sehingga timbul loncatan api listrik yang disebut biolistrik-magnet tubuh (biolistrik saja).
Dengan adanya biolistrik tubuh, terjadi tegangan potensial yang dapat mengalirkan sinyal-sinyal elektron-proton-neutron di dalam tubuh sehingga obstruction ataupun penyumbatan dari dalam darah sebab berbohong, berbuat maksiat, dapat lulur/hancur dan dibawa melalui darah pergi ke faeces seterusnya dibawa ke toilet.
Inilah fungsi kerja daripada sistem tubuh antara lain seperti Sistem Cardiovascular (Jantung, darah dan pembuluh darah), Sistem Respirasi, Sistem Syaraf, Sistem Otak/Brain, Sistem Endoktrin/Sistem Hormon (pituitary gland) sebagai master gland-nya dalam tubuh yang bermanfaat dalam pelafalan kalimah tauhid Laa ilaaha illallah pada saat seorang pezikir (zakirin) mengucapkannya.
Konsep seperti ini perlu diajarkan kepada orang-orang yang awam pada thariqah sebagai penguatan amalan (amaliyah), agar dapat mengamalkan zikir secara terukur, logis, ilmiah dan di-amaliyahkan serta dan didawamkan (lebih dalam lagi) dan setiap yocto detik (berjalan senantiasa dalam setiap saat pergerakan nafas pezikir dengan otomatis atau disebut hyper). Oleh sebab itu penerimaan thariqah perlu dipahami dengan mempelajari Hyper Metafisika-Eksakta Tasawuf untuk penyadaran diri secara logic dan unlogically, secara fisik dan metafisik, tidak bisa langsung ke sufistik. Selain dapat memperkuat pemahamannya, ia juga dapat menikmati proses zikirnya.
Demikian pula mengapa ada fenomena orang yang berzikir tampak seperti orang gila, atau mengapa dampak zikir dapat mengubah perilaku seseorang dan menjadi benteng agar terhindar dari maksiat ?
Zikir yang sudah benar secara otomatis menjadi CCTV yang memantau aktifitas kita sehari-hari. Begitu pula dengan cara memegang tasbih untuk berzikir yang benar, di mana jari jempol harus kuat menekan jari yang tengah. Jadi hanya jari telunjuk yang bergerak. Jika jempol ikut jari tengah bergerak, sementara telunjuk juga bergerak, maka kita akan kurang fokus. Sehingga, jangan heran dengan orang-orang yang sudah paham ilmu hakikat dari berzikir, mereka akan lebih senang beruzlah, karena sudah menemukan kenikmatan berzikir. Wallahu’alam
*Penulis adalah Mudir Idarah Wustho JATMAN Sumatera Utara dan telah menyelasaikan Ph.D di Universitas Sultan Zainal Abidin Kuala Trengganu Malaysia mengenai Metafisika Tasawuf untuk Treatment dan Perawatan Anak-anak Narkoba
Editor: Khoirum Millatin