TINGKATAN TAUHID DARI ASPEK IRFANI

April 9, 2025 - 18:22
April 9, 2025 - 18:22
 0
TINGKATAN TAUHID DARI ASPEK IRFANI

Manusia mengenal Tuhan, ibarat seorang melihat cermin. Apabila cermin itu satu dan utuh maka hanya ada satu Wujud di dalam cermin itu. Maka hanya ada satu Tuhan. Namun apabila cermin itu pecah, jika pecah menjadi tiga maka yang ada dalam cermin itu tiga wujud. Maka berarti Tuhan itu ada tiga dalam satu maka inilah konsep Trimurti yang dianut agama Hindu. Apabila cermin itu pecah ada dua, maka dilihat ada dualistik wujud di dalam cermin dalam arti Tuhan itu ada dua. Inilah konsep ajaran zoroaster mengatakan ada dua Tuhan yaitu Ahura mazdah (Tuhan cahaya) dan Ahriman (Tuhan kegelapan). Namun apabila cermin itu pecah menjadi banyak berkeping2 maka yang dilihat banyak wujud maka Tuhan itu banyak maka inilah konsep ajaran politeisme.

Maka konsep tauhid dalam ajaran islam hanya ada satu Tuhan. Namun dalam islam memahami tauhid terdapat berbagai ragam perspektif madzhab dalam memaknai tauhid. Maka dalam teologi islam terkenal ada istilah :

1. Tauhid Asy'ari

2. Tauhid Salafi

Tauhid Asy'ari disebut juga tauhid Ahlussunnah wal Jama'ah yang digagas oleh Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi memgenal Allah melalui sifat-sifat yang 50 yg mencakup sifat yang wajib, mustahil dan ja'iz. Dengan menggunakan metode Naqli maupun metode burhani/aqli. Yang bersumber penafsiran ayat2 Alqur'an dan hadis. Maka ini disebut juga tauhid kalam.

Adapun tauhid salafi, mereka mentauhidkan Allah sebagaimana ada dalam Alqur'an dan hadits semata. Tanpa melakukan penalaran sebagai konsep Asy'ariyah. Bahkan perspektif salafi mereka menolak konsep2 dari apa yang disampaikan tauhid kalam Asy'ari. Menolak konsep Sifat 50 atau sifat 20.

Selain dua macam tauhid diatas terdapat, jenis tauhid ke tiga yaitu tauhid Sufi atau tauhid Irfani. Yaitu tauhid para ahlulllah para ahlu sufi atau Arifin yang telah di berikan kasyf oleh Allah untuk menyaksikan rahasia-rahasia kegaiban. Maka metode yg digunakan tauhid ini adalah tajalli. Adapun yang dimaksud tauhid Sufi atau tauhid Irfani sebagaimana ungkapan: Syaikh Abu Sa'id Ahmad Al-Kharraz ;

أول مقام لمن وجد علم التوحيد وتحقق بذلك فناء ذكر الأشياء عن قلبه وانفر اده بالله عز وجل

 Awal maqam permulaan bagi orang yang menemuka ilmu tauhid dan memahaminya adalah fana/hancur wujud diri ia dari ingatan atas segala hal dari hati nya, kecuali hanya kepada Allah Azza wa Jallah.

(Kitab Risalah Al-Qusyairiya fi Ilmi At-Tashawwuf Maktabah Al-Tawfikiyah Al-Qaherah hal 450)

Namun demikian bagi tauhid Irfani ini tauhid kalam atau tauhid Asy'ari menjadi pondasi utama yang mutlak untuk dapat mengenal Allah Ta'ala. Maka bagi kalangan Sufi tauhid kalam dinamakan tauhid tingkatan awwam. Maka dalam hal ini dalam ilmu tasawuf dikenal berbagai tingkatan tauhid dari berbagai perspektif ulama-ulama Sufi. Syekh Kamaluddin Abdul Razaq Al-Kashyani menjelaskan 

التوحيد : اعتقاد الوحدانية لله تعالى- وهو على مراتب: 

توحيد العامة : هو أن يشهد أن لا إله إلا الله 

توحيد الخصة : هو أن لا يرى مع الحق سواه.

توحيد خاصة الخاصة : أن لايرى سوى ذات واحدة لاابسط من وحدتها قائمة بذاتها التي لاكثرة فيهما بوجه مقيمة لتينا تها- التي لا يتناهي حصرها و لا يحصي عددها- و أن لا يرى أن تلك التعينات هي عين العين المعينة لها، الغير المتعينة بها، ولا غيرها، فمن كان هذا مشهوده فهو المتحقق بالوحدانية الحقيقية لأنه يشاهد الحق والخلق، ولا يرى مع الحق غيرا وهذا هو الذي لم ينحجب بالفير عن رؤية العين، ولم ينحجب بنورها عن رؤية مظاهرها، بل قام بربه عند فنائه بنفسه، وهذا التوحيد هو التوحيد القائم بالأول.

Tauhid adalah di itikadkan oleh yg mentauhid bahwa Wahdaniyah itu bagi Haq Ta'ala. Tauhid terbagi tiga martabat: yaitu;

Pertama: Tauhid awwam. Yaitu diketahui oleh yang mentauhid serta naik saksi ia tiada tuhan yang Kuasa melainkan hanya Allah.

Kedua Tauhid khawash yaitu: tiada dilihat oleh yang mentauhid segala sesuatu melainkan Al-Haq semata-mata.

Ketiga tauhid khawashul khawash yaitu : tiada dilihat oleh mauhid (orang yg mentauhid) lain dari pada Dzat yang Esa tiada berbanyak lagi qa'im ia sendiri-Nya. Sekali2 tiada berbilang Dzat-Nya, tetapi ia jua yang mendahirkan segala takyin-Nya yang tiada berkesudahan hingga-Nya. Dan tiada terkira2 bilangan-Nya. Lagi tiada dilihat oleh mauhid bahwa segala takyin itu Dzat Haq Ta'ala, dan tiada dilihatnya segala takyin itu lain daripada Haq Ta'ala karna ia madhar-Nya dan tajalli-Nya. Maka barangsiapa me musyahadahkan demikian itu ialah telah men tahqiqkan Wahdaniyah Allah yang haqiqi. Dari karna bahwasanya ia memusyahadahkan Haq Ta'ala dan segala makhluk dan tiada dilihat nya serta Haq Ta'ala yang lain dari padaNya. Inilah orang-orang yg ber tauhid tiada terhijab ia dengan sebab makhluk dari pada musyahadah Haq Ta'ala, dan tiada fana ia dengan sebab Nur Dzat Allah, tetapi ia qa'im dengan Tuhannya pada ketika fana pada dirinya. Yakni adalah ia pada maqam Jami dan tafriqat.

 [ Kitab Lathiful al-Ilham fi Isharah Ahlu al-Ilham, Miras Maktoob, Teheran, hal 197 ]

Beberapa Ulama-ulama Sufi lain nya membagi tauhid kedalam Beberapa macam, diantaranya adalah: Imam Al-Ghazali menerangkan:

للتوحيد أربع مراتب وينقسم إلى لب وإلى لب اللب وإلى قشر وإلى قشر القشرولنمثل ذلك تقريباً إلى الأفهام الضعيفة بالجوز في قشرته العليا فإن له قشرتين وله لب وللب دهن هو لب اللب

Tauhid itu terdiri dari empat tingkatan: Ada yang berupa inti, ada intinya inti (yang paling dalam), ada berupa kulit luarnya dan ada pula kulit dalamnya. Untuk mendekatkan pemahaman bagi yang masih kurang tanggap, kita ambil perumpamaan tentang empat tingkatan tauhid itu pada biji kacang : ia punya dua jenis kulit (kulit luar dan kulit dalam), ada pula intinya yaitu biji kacang itu sendiri, lalu ada lagi inti didalamnya yaitu unsur lemaknya. 

 فالرتبة الأولى من التوحيد هي أن يقول الإنسان بلسانه {لا إله إلا الله} وقلبه غافل عنه أو منكر له كتوحيد المنافقين والثانية أن يصدق بمعنى اللفظ قلبه كما صدق به عموم المسلمين وهو اعتقاد العوام والثالثة أن يشاهد ذلك بطريق الكشف بواسطة نور الحق وهو مقام المقربين وذلك بأن يرى أشياء كثيرة ولكن يراها على كثرتها صادرة عن الواحد القهار والرابعة أن لا يرى في الوجود إلا واحداً وهي مشاهدة الصديقين وتسمية الصوفية الفناء في التوحيد لأنه من حيث لا يرى إلا واحداً فلا يرى نفسه أيضاً وإذا لم ير نفسه لكونه مستغرقاً بالتوحيد كان فانياً عن نفسه في توحيده بمعنى أنه فني عن رؤية نفسه والخلق

Tingkatan pertama dari tauhid itu adalah bahwa seseorang mengucapkan dengan lidahnya lafaz “ La ilaha illallah “ sementara hatinya lalai akan maknanya, atau malah mengingkarinya. Ini seperti tauhidnya orang-orang munafik.

Tingkatan kedua adalah bahwa seseorang dengan hatinya mengakui makna yang terkandung didalam kalimat tauhid itu, sebagaimana yang diakui dan dibenarkan oleh kebanyakan umat islam. Tauhid semacam ini adalah keyakinan awam.

Tingkatan ketiga adalah bahwa seseorang memandang dan menyaksikan (dalam makna kalimat itu) dengan hatinya akan keesaan Allah dengan jalan kasyaf (penyingkapan) melalui perantaraan cahaya Al-Haq/Nur Haq. Tauhid seperti ini adalah maqam orang-orang muqarrabin(orang yang dekat kepada Allah), yakni dengan cara ini mereka melihat banyak hal/perkara, tapi sebenarnya yang mereka lihat dalam kejamakan/kebanyakan itu adalah sesuatu yang yang terbit dari yang Esa dan Maha Kuasa jua.

Tingkatan keempat dari tauhid itu adalah bahwasanya tiada yang mereka lihat didalam wujud ini selain wujud Yang Esa jua. Tauhid seperti ini adalah musyahadah orang-orang shiddiq. Kalangan sufi menyebutnya “fana dalam tauhid”. Karena dalam kondisi ini tiada sesuatu yang mereka lihat kecuali Yang Esa jua, bahkan diri mereka sendiripun tidak mereka lihat. Kalau mereka tidak melihat diri mereka sendiri, maka itu karena saking tenggelamnya dirinya didalam laut tauhid ini, sehingga mereka fana dari diri mereka sendiri dalam lautan tauhid, artinya demi tauhid, mereka fana dari melihat dirinya dan segenap wujud makhluk.

(Kitab Ihya Ulumuddin Juz IV, Syirkat Al-Quds Al-Qaherah hal 380)

 Syaikh Nuruddin Ar-Raniry membagi tauhid kedalam dua bahagian yaitu :

1. Tauhid Am

2. Tauhid khawsh

Tauhid am yaitu rajin daripada menafikan ketuhanan lain dari pada Haq Ta'ala dan meng istbatkan ketuhanan hanya bagi Haq Ta'ala.

Tauhid Khawsh yaitu menghapuskan segala wujud selain Allah dari pada segala makluqat, sekira2 tiada di musyahadahkan melainkan Wujud Allah Yang Esa Jua. Seperti umpama tiada kelihatan pada siang hari dari pada segala bintang dan bulan melainkan matahari jua. Itulah tauhid segala Arifin hang wushul kepada martabat Kamil.  

[ Lataif Al-Asrar, Maktabah Al-Baiya, hal 280 ].

Mengenai tauhid khawsh Al-Imam Abul Qasim bin Hawazin Al-Qusyairi menjelaskan

توحيد الخاصة أن يكون بسره ووجده وقلبه كأنه قائم بين يدي الله تعالى يجري عليه تصاريف تدبيره وأحكام قدرته في بحار توحيده بالفناء عن نفسه، وذهب حسه لقيام الحق سبحانه له في مراده منه فيكون كما هو قبل أن يكون في جر يان حكمه سبحان عليه. وقيل : التوحيد إسقاط الياءات لا تقول لي وبي ومني وإلي. 

Tauhid ahli Khawash, yaitu tauhid secara total dengan Sirri, wajdu, dan qalbunya. Seakan-akan ia berdiri di sisi Allah, mengikuti aliran yang berlaku dalam aturan-Nya, hukum-hukum Qudrat-Nya, mengarungi lautan fana dari dirinya, hilang rasa karena tegak-Nya Al-Haq Yang Maha Suci dan luhur dalam Iradah-Nya. Maka, sebagaimana dikatakan bahwa ia hendaknya berada dalam arus ketentuan Allah. Dikatakan tauhid berarti menggugurkan keakuan dir, karenanya jangan bicara: bagiku, denganku, dari diriku dan kepadaku."

(Kitab Risalah Al-Qusyairiyah fi ilm Al-Tashawwuf, Maktabah Al-Tawfikiyah, Al-Qaherah hal 449)

Dan banyak lagi pembagian tauhid dengan narasi yang hampir sama sebagai mana yang dijelaskan oleh beberapa ulama-ulama sufi diatas

Budi Handoyo SH MH Dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh.