JATMAN DKI Gelar Seri Kuliah Tasawuf dengan Tema ‘Sufi dalam Peradaban’
seri kuliahi tasawuf

JAKARTA, JATMAN Online - Jamiyyah Ahlith Thariqah al Mu’tabarah an Nadliyyah (JATMAN) Idaroh Wustho DKI Jakarta menggelar kajian ilmu seri kuliah tasawuf bertema ‘Sufi Dalam Peradaban.’ Perkuliahan perdana dilangsungkan di Masjid An Nahdlah, Kantor II Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (NU) DKI Jakarta, di Jl. TB Simatupang, Cilandak Barat, Jakarta Selatan.
Ceramah kuliah tasawuf diisi langsung oleh Mudir JATMAN DKI Jakarta, Irawan Santoso Shiddiq. Acara mulai berlangsung sejak setelah sholat Ashar berjamaah.
Pada sesi pertama, Mudir JATMAN DKI Jakarta itu bertema ‘Tasawuf Dalam Amalan Salafush Shalih.’ Irawan Santoso mengulas perihal makna secara mendalam pengertian shalafush shalih yang merupakan tiga generasi terbaik dalam Islam. “Itu yang disebut generasi salafi,” ujarnya.
Dalam praktek amal Islam di tiga generasi itu, menurut Irawan Shiddiq, bentuk pengamalan DIN Islam berlangsung secara turun temurun. “Sahabat berguru pada Rasulullah, dan Tabiin berguru pada Sahabat, serta Tabiut Tabiin berguru pada generasi Tabiin, begitulah amalan Islam berlangsung sejak dulu, dan itu yang disebut dengan tradisionalis,” jelas Irawan Santoso.
Ia menjelaskan, dari generasi sahabat, sama sekali tidak meninggalkan kitab. “Tak ada satu pun sahabat Nabi, menuliskan kitab, begitu juga Tabiin. Sehingga Islam dijalankan dengan tradisi lisan, pengajaran turun temurun, itu yang kemudian melahirkan Sanad,” tambahnya.
Dan, masalah terbesar kini, ketika melihat Islam hanya dari sisi literasi verbal dari konteks tekstual. “Sementara adanya kitab awal, itu baru ditulis dalam generasi Tabiit Tabiin, dimana Imam Malik yang kali pertama menulis kitab Hadist yakni Al Muwatta,” kata Irawan Santoso.
Nah, dari situ sepanjutmya menyandarkan hanya tesktualis verbal dalam mengambil hukum Islam, dan itu menyalahi amaliah Shalafush Shalih.
Sementara tasawuf ajaran yang diberikan Rasulullah SAW kepada sahabat, yang diteruskan kepada Tabiin hingga kini. “Realitas dzikir dan amalan tasawuf, sejak dulu sudah ada, dengan nama atau istilah, ,” tegas Irawan Santoso.
Nabi Muhammad SAW mengajarkan metode dzikir kepada Sahabat, yang menjadi ajaran dominan dari agama Islam. “Cara berdzikir itu bukan diliterasikan dalam verbalisme, melainkan diajarkan dan diamalkan, dan itu sudah terjadi sejak dulu sampai kini. Dan tradisi itu yang terjaga dan dijaga oleh para sufi sampai sekarang,” ungkapnya.
Menurut Irawan Shiddiq, pengkritik tasawuf baru muncul di era tahun 700-an Hijriah. “Itu jauh sekali dari generasi Shalafush Shalih. Ibnu Taimiyyah, adalah sufi agung yang memang melancarkan kritik kepada praktek amalan sufi yang dianggapnya menyimpang.
“Tapi dia bukan termasuk generasi salaf, maka keliru jika hanya berpegangan pada Ibnu Taimiyyah, sementara Muhammad Abdul Wahab, itu baru muncul belakangan, sangat tidak relevan dijadikan sumber hukum,” tandasnya.
Dari sisi historis lanjut Irawan Shiddiq kemunculan aliran salafi-wahabi didasari motivasi ‘bughot’ pada daulah Utsmaniah, peradaban yang dibangun oleh para sufi. “Yang menyerang sufi Utsmaniah adalah para modernis Islam dan salafis, itu dari internal. Dan mereka berkolaborasi dengan para kuffar, orang-orang kafir,” tandasnya.
Dengan demikian, sudah jelas mengapa dalam tiga abad belakangan ini tasawuf dimusuhi dan dijauhkan dari umat Islam. “Tujuannya agar umat Islam berada dalam kekalahan,” jelasnya.
Karena itu, Irawan Shiddiq mengutip Bernard Lewis, penulis asal Amerika yang mengetengahkan kutipan, “Musuh terbesar bagi kita (kaum kuffar) adalah para Darwis sufi. Hal itu membuktikan bahwa kaum kuffar sangat ketakutan dengan kebangkitan kaum sufi," ungkapnya.
Demikian pula fakta yang berlangsung di Nusantara. Para sufilah yang berada di garis depan melakukan jihad kepada kolonialis Belanda dan antek-anteknya. Baik ketika Perang Diponegoro, Perang Sabil di Aceh hingga Perang di Cilegon Banten, dan lain-lain sebagai bukti akhir dari perlawanan ulama tarekat kepada penjajah Belanda. "Sejak itu umat Islam dijauhkan sebisa mungkin dari tasawuf,” pungkasnya.
Seri Kuliah Tasawuf ini berlangsung dalam 9 sesi setiap Sabtu, setelah sholat Ashar. Tema yang diangkat antara lain:
- TASSAWUF DALAM AMALAN SHALAFUSH SHALIH
- PENGARUH SUFI MEREBUT JERUSALLEM HINGGA TERJADINYA ‘MAGNA CHARTA’ DI INGGRIS
- PERANAN TASAWUF MEMBANGUN DAULAH UTSMANIAH
- KIPRAH SUFI & SUFISME DALAM PERADABAN KESULTANAN NUSANTARA
- JEJAK SUFI MENGHADAPI MU’TAZILAH
- DAKWAH SUFI NUSANTARA DI CAPE TOWN, AFRIKA SELATAN (SHAYKH YUSUF AL MAKASARI, SHAYKH NURUL MUBEEN, SHAYKH MATEBE SHAH DLL)
- STRATEGI ZIONISME MEMISAHKAN TASAWUF DARI UMAT ISLAM (STUDI LEPASNYA JERUSALEM DARI ISLAM)
- TASAWUF MENJAWAB ATEISME, SEKULERISME, KOMUNISME
- KEJAYAAN TASSAWUF, KEJAYAAN ISLAM - DLL.