Tarekat dan Kemerdekaan RI
Sejak awal abad ke-19, para mursyid tarekat menjadi pelopor kebangkitan rakyat di berbagai daerah Nusantara. Tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syattariyah, dan Khalwatiyah tidak hanya mengajarkan dzikir dan wirid, tetapi juga membangkitkan kesadaran kemerdekaan jiwa.
Sejarah kemerdekaan Indonesia bukan hanya ditulis dengan tinta perjuangan politik dan senjata, tetapi juga dengan air mata, zikir, dan doa para kekasih Allah. Bila kita membuka lembar sejarah dengan hati yang jernih, maka tampak bahwa di balik semangat nasionalisme dan pergerakan kebangsaan, berdenyut ruh spiritual yang kuat dari para ulama dan mursyid tarekat. Mereka menanamkan keyakinan bahwa perjuangan menegakkan kemerdekaan bukan semata-mata urusan duniawi, melainkan bagian dari jihad fi sabilillah, pengabdian tertinggi kepada Allah SWT untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan.
Tarekat sebagai Ruh Perjuangan
Sejak awal abad ke-19, para mursyid tarekat menjadi pelopor kebangkitan rakyat di berbagai daerah Nusantara. Tarekat Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syattariyah, dan Khalwatiyah tidak hanya mengajarkan dzikir dan wirid, tetapi juga membangkitkan kesadaran kemerdekaan jiwa. Dalam halaqah-halaqah zikir, mereka menanamkan nilai hurriyah (kebebasan batin), ‘izzah (harga diri), dan mas’uliyyah (tanggung jawab sosial). Nilai-nilai inilah yang kemudian mengilhami perlawanan terhadap kolonialisme.
Perlawanan para pengamal tarekat bukanlah perlawanan membabi buta, melainkan jihad spiritual yang berlandaskan disiplin rohani dan kesadaran ilahiah. Kita bisa menelusuri jejaknya dari Aceh hinggaTernate. Di Tanah Rencong, Syekh Abdul Rauf as-Singkili, pengamal Tarekat Syattariyah, mewariskan semangat keulamaan yang membentuk generasi pejuang seperti Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien. Di Jawa, jaringan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) melalui Syekh Ahmad Khatib Sambas dan para khalifahnya seperti Syekh Abdul Karim Banten dan KH Ahmad Rifai Kalisalak, menggelorakan kesadaran melawan penjajahan melalui pendidikan ruhani dan pesantren.
Dari Zikir ke Aksi Sosial
Tarekat bukanlah pelarian dari dunia. Zikir yang diajarkan oleh para mursyid sejatinya adalah latihan kesadaran, pembebasan diri dari hawa nafsu dan ketakutan. Orang yang telah bebas dari ketakutan terhadap selain Allah akan memiliki keberanian moral yang luar biasa. Dari sinilah lahir para pejuang sejati yang tidak gentar terhadap kekuasaan kolonial.
Ketika KH Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, ia menyatukan semangat fiqh, tasawuf, dan nasionalisme. Banyak mursyid tarekat di berbagai daerah yang kemudian menjadi penggerak resolusi jihad tahun 1945. Mereka paham bahwa membela tanah air adalah bagian dari menjaga amanah Allah atas bumi. Maka tak mengherankan bila banyak laskar rakyat, terutama di Jawa Timur, Madura, dan Sumatera, berisi para santri pengamal tarekat yang berperang dengan teriakan Allahu Akbar sebagai dzikir sekaligus senjata rohani.
Dalam konteks inilah, tarekat memainkan dua peran penting: spiritual dan sosial. Secara spiritual, tarekat membentuk pribadi merdeka, bebas dari belenggu syahwat dan ketamakan. Secara sosial, tarekat menghidupkan jaringan solidaritas umat lintas daerah. Ikatan silsilah dalam tarekat melampaui batas geografis dan etnis, sehingga melahirkan rasa persaudaraan yang melintasi sekat-sekat politik kolonial.
Tarekat sebagai Pilar Kebangsaan
Tarekat mengajarkan bahwa bangsa yang merdeka adalah bangsa yang ma’rifat terhadap jati dirinya: mengenal Tuhan, mengenal diri, dan mengenal tanggung jawabnya terhadap kehidupan. Karena itu, memperkuat tarekat berarti memperkuat fondasi moral bangsa. Di tengah krisis spiritual dan moralitas yang melanda zaman ini, tarekat kembali relevan sebagai jalan pembinaan jiwa yang menumbuhkan kejujuran, amanah, dan cinta tanah air.
Seperti diungkapkan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, “Cinta tanah air sebagian dari iman.” Ungkapan ini bukan slogan kosong, melainkan pantulan dari ajaran tasawuf: bahwa mencintai tanah air adalah bentuk syukur atas nikmat Allah. Dalam pandangan sufistik, tanah air bukan hanya wilayah geografis, tetapi juga ruang peradaban di mana manusia menegakkan keadilan dan rahmat.
Melanjutkan Perjuangan
Sebagai organisasi yang menaungi para pengamal tarekat mu’tabarah, JATMAN memiliki tanggung jawab besar untuk meneruskan semangat kemerdekaan ini dalam bentuk baru: jihad kebangsaan dan jihad moral. Zaman memang berubah, tetapi hakikat perjuangan tetap sama, membebaskan manusia dari kezaliman, kebodohan, dan kemiskinan.
Merdeka sejati adalah ketika lahir dan batin bangsa ini berserah diri kepada Allah, berjalan di atas keadilan dan kasih sayang. Di situlah tarekat menemukan makna kemerdekaannya yang hakiki, bukan sekadar bebas dari penjajahan manusia, tetapi bebas untuk mengabdi kepada Tuhan dengan seutuhnya.
#TarekatDanKemerdekaan #JATMANBergerak #SpiritSufistikKebangsaan #ZikirUntukBangsa #AliMasykurMusa