Urgensi Ekosufisme Seyyed Hossein Nasr dan Keseimbangan Alam
Setiap kali peradaban manusia modern berkembang, akan selalu terjadi eksploitasi terhadap alam yang berlebihan dan berakibat munculnya berbagai krisis ekologis yang berdampak pada keberlangsungan hidup di planet ini. Fenomena ini tidak hanya terjadi semacam deforestasi dan polusi, tetapi juga hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim yang memberi dampak terhadap kehidupan manusia dan ekosistem (Irawan, 2017). Krisis tersebut telah ditimbulkan dan menimbulkan kekhawatiran yang bersifat global. Hal ini mendorong berbagai kalangan, di antaranya ilmuwan, pemerhati lingkungan, bahkan pemuka agama agar melaksanakan kegiatan pencarian solusi secara komprehensif demi mengatasi kerusakan yang terjadi (Sururi et al., 2020).
Menurut seorang filsuf asal Iran, Seyyed Hossein Nasr, ada banyak faktor yang memicu krisis ekologi modern, salah satunya adalah kesombongan dan keserakahan yang ditunjukkan manusia ketika mengeksploitasi bumi dan juga faktor minimnya spiritualitas dan juga religiositas dalam setiap orang dalam berhubungan dengan alam (Setiawan, 2022; Rafly, Muhlas et al., 2022).
Perspektif antroposentrisme yang memisahkan manusia dari alam telah mendorong perilaku eksploitatif, mengabaikan nilai-nilai spiritual yang seharusnya memandu hubungan yang terjalin harmonis antara keduanya (Qurrotul’ain dan Soleh 2024). Oleh karena itu, Nasr menawarkan filsafat perenial sebagai kerangka untuk menghidupkan kembali kearifan tradisional Islam dan mengembalikan dimensi spiritualitas yang hilang dari kehidupan modern kita (Hidayatullah et al., 2023). Dengan konsep ekosufismenya, Nasr berpendapat bahwa penyelesaian krisis lingkungan harus mencakup pemulihan nilai-nilai spiritual yang hilang dari masyarakat modern, yang sering mengabaikan interelasi yang mulus antara Ilahi, alam dan kemanusiaan (Anggriani et al., 2023).
Penulis berpendapat bahwa sebagian umat manusia telah salah memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan penaklukan alam dengan mengartikan mereka secara dangkal sebagai izin untuk eksploitasi tanpa batas. Padahal, mereka dimaksudkan untuk dipahami sebagai amanah untuk pengelolaan yang bertanggung jawab. Hal ini tidak jauh juga dengan pandangan Nasr bahwa dalam ajaran Islam, eksploitasi alam yang kejam sangat dilarang. Sebaliknya, manusia diperbolehkan memanfaatkan alam sesuai perintah Tuhan, yang menunjukkan pengelolaan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab (Madi dan Barmawi 2022). Maka dari itu, penting memahami cara mengelola alam yang baik dan berkelanjutan.
Tasawuf Sebagai Etika Lingkungan
Dalam pandangan Nasr, tasawuf yang di dalamnya terdapat dimensi esoterik Islam dapat menjadi salah satu sumber etika lingkungan Islam yang kokoh, disebabkan tasawuf mengajarkan persatuan ilahi (tawḥīd) yang menyangkut kesatuan eksistensi Tuhan, manusia dan alam (Irawan, 2022). Upaya ini bertujuan untuk mengembalikan pemahaman bahwa alam adalah manifestasi ciptaan Tuhan dan harus dijaga. Maka dari itu, perusakan alam sama dengan menodai ciptaan-Nya (Lohlker, 2024). Spirit ini mengindikasikan perlunya penguatan kesadaran dan tindakan ekologi, serta tindakan intergenerasional yang bertanggung jawab
Lebih lanjut, kerusakan ekologis global yang kian mengkhawatirkan menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai rasionalitas teknokrasi yang tersembunyi di balik model pembangunan modern yang mengabaikan kelestarian lingkungan.
Krisis lingkungan kontemporer bukan sekadar fakta, melainkan cerminan dari krisis intelektual dan spiritual manusia yang gagal memahami hubungan intrinsik antara dirinya dengan alam, memandang alam hanya sebagai entitas fisik tanpa dimensi metafisik dan spiritualnya (Darraz 2025). Akibatnya, degradasi intelektual dan spiritual ini telah menyeret masyarakat modern ke dalam krisis lingkungan yang parah, ditandai oleh perubahan iklim drastis dan polusi yang meluas. Dari sini relevansi pentingnya perspektif agama dan filsafat dalam mengatasi masalah lingkungan, karena dapat membentuk perilaku masyarakat yang lebih bertanggung jawab terhadap alam.
Degradasi Spiritual dan Eksploitasi Manusia
Seyyed Hossein Nasr percaya bahwa semua agama, terutama Islam, menawarkan pendekatan yang menyeluruh dalam memahami dan menangani isu-isu keagamaan seputar lingkungan, karena alam adalah manifestasi Tuhan yang harus dirawat dan dilestarikan (Munir dan Arifullah 2023). Dalam teori ekosufismenya, argumen utama Nasr adalah bahwa penyebab utama krisis ekologis adalah krisis spiritual modern, di mana seseorang tidak mengakui kesucian alam sebagai akibat dari pandangan materialistik dan eksploitasi yang memisahkan Tuhan dari alam (Fauzi dan Haidar 2023; Sururi et al., 2020; Saumantri 2023). Untuk mengatasi ini, keseimbangan harus dipulihkan melalui nilai-nilai sufistik seperti tawḥīd yang merupakan penyatuan Tuhan dengan manusia dan alam, serta scientia sacra yang merupakan pengetahuan suci yang ditujukan untuk etika lingkungan berkelanjutan (Sayem 2021; Syefriyeni dan Nasrudin 2023; Al-Fattaah et al., 2023).
Pandangan ini relevan dengan bencana alam akhir-akhir ini seperti banjir dan tsunami, yang bukan sekadar takdir ilahi melainkan respons alam terhadap degradasi spiritual dan eksploitasi manusia (Munib et al. 2022). Bencana-bencana ini seharusnya memicu refleksi mendalam mengenai tanggung jawab manusia terhadap alam, bukan sekadar melihatnya sebagai fenomena alamiah yang terpisah dari perilaku antroposentris (Alam, 2020).
Dalam perspektif Seyyed Hossein Nasr, keseimbangan alam (tawazun) menjadi krusial melalui integrasi nilai-nilai sufistik seperti tawhid dan persatuan ilahi yang merangkum kesatuan eksistensi antara Tuhan, manusia dan alam, sebagai upaya preventif untuk mencegah degradasi lingkungan akibat eksploitasi berlebih (Sururi et al, 2020; Irawan 2022; Abadi et al, 2022). Tasawuf sebagai dimensi esoteris Islam menawarkan landasan etika lingkungan yang mengembalikan pemahaman alam sebagai manifestasi tanda-tanda kebesaran Tuhan, sehingga reintegrasi nilai spiritual ini memotivasi tanggung jawab berkelanjutan dan menghindari krisis ekologis yang berakar pada degradasi spiritual modern (Rachman 2025; Lohlker 2024; Rozi 2019). Dengan demikian, penerapan ekosufisme Nasr bukan hanya restoratif, melainkan preventif dalam memelihara harmoni kosmik demi kelestarian alam. Pendekatan ini menggarisbawahi bahwa pemulihan keseimbangan ekologis memerlukan transformasi mendalam dalam pandangan dunia manusia, menjauh dari paradigma antroposentris menuju visi holistik yang mengakui interkoneksi spiritual antara semua ciptaan.
References
Abadi, Mansurni, Iman Permadi, and Rahmat Ramadan Prasetyo. 2022. “The Ecotheological Movement Among The Muslim Youngers Generation In Indonesia: Case Studies Eco Deen And Green Cadre Of Muhammadiyah.” Asian People Journal (APJ) 5 (2): 179. https://doi.org/10.37231/apj.2022.5.2.473.
Alam, Lukis. 2020. “Interpretasi Aksi Teo-Ecology Dan Transendentalisme Terhadap Pelestarian Lingkungan.” HUMANIKA 20 (2): 83. https://doi.org/10.21831/hum.v20i2.33482.
Al-Fattaah, Restu Aulad, Muhammad Iqbal, and Muhammad Ilhamdi Rusydi. 2023. “Interaksi Sufisme, Ekologi Dan Teologi Di Era Postmodernisme: Antara Wahdat al-Wujûd Ibn ‘Arabi Dan Sûluk al-Ghazali.” AL-BANJARI Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 22 (1): 1. https://doi.org/10.18592/al-banjari.v22i1.7671.
Anggriani, Nendy Maulaya, Hasyimsyah Nasution, and Hotmatua Paralihan Harahap. 2023. “Konsep Ekosufisme Dalam Perspektif Sayyed Hossein Nasr.” TSAQOFAH 3 (6): 1089. https://doi.org/10.58578/tsaqofah.v3i6.1715.
Darraz, Muhammad Abdullah. 2025. “The Universe as a Great Human Being: Eco-Cosmology in Rasāʾil Ikhwān al-Ṣafāʾ.” Journal of Islamic Ethics, February, 1. https://doi.org/10.1163/24685542-20250002.
Fauzi, Ramdani, and Muhammad Ali Haidar. 2023. “Ethics Toward Nature in View of Seyyed’s Ecosophy Hossein Nasr.” Jurnal Riset Agama 3 (1): 162. https://doi.org/10.15575/jra.v3i1.19541.
Hidayatullah, Syarif, Mahmud Arif, and Arqom Kuswanjono. 2023. “Seyyed Hossein Nasr’s Perennialism Perspective for the Development of Religious Studies in Indonesia.” Jurnal Filsafat 33 (2): 357. https://doi.org/10.22146/jf.82439.
Irawan, Bambang. 2022. “Islamic Boarding Schools (Pesantren), Sufism and Environmental Conservation Practices in Indonesia.” HTS Teologiese Studies / Theological Studies 78 (4). https://doi.org/10.4102/hts.v78i4.7073.
Irawan, Irawan. 2017. “Ekologi Spiritual: Solusi Krisis Lingkungan.” Scientia Jurnal Hasil Penelitian 2 (1): 1. https://doi.org/10.32923/sci.v3i2.945.
Lohlker, Rüdiger. 2024. “Islamic Ecotheology.” Ascarya Journal of Islamic Science Culture and Social Studies 4 (2): 82. https://doi.org/10.53754/iscs.v4i2.705.
Madi, Faisol Nasar Bin, and Moh Barmawi. 2022. “Ayat-Ayat Spiritual Ekologi (Eco-Spirituality) Dan Kontribusianya Pada Lingkungan Rawan Bencana Banjir (Studi Living Al-Qur’an).” Islamika Inside Jurnal Keislaman Dan Humaniora 8 (2): 233. https://doi.org/10.35719/islamikainside.v8i2.203.
Munib, Munib, Rafik Patrajaya, Reza Noor Ihsan, and Muhammad Amin. 2022. “Conservation Environmental Sustainability in The Perspective of Islamic Legal Philosophy.” SAMARAH Jurnal Hukum Keluarga Dan Hukum Islam 6 (2): 556. https://doi.org/10.22373/sjhk.v6i2.12411.
Munir, Misnal, and Mohd. Arifullah. 2023. “Etika Sosial Qur’anik Bagi Sustainable Development Goals.” JURNAL YAQZHAN Analisis Filsafat Agama Dan Kemanusiaan 9 (2): 219. https://doi.org/10.24235/jy.v9i2.14167.
Purnawanto, Ahmad Teguh. 2024. “Mambangun Kesadaran Lingkungan Untuk Mitigasi Perubahan Iklim: Perspektif Islam” 17 (1): 1. https://doi.org/10.63889/pedagogy.v17i1.207.
Qurrotul’ain, Diah, and Achmad Khudori Soleh. 2024. “Krisis Lingkungan (Human-Ekologi) Dalam Pandangan Filsafat Mulla Shadra.” Jurnal Pendidikan Indonesia 5 (6): 250. https://doi.org/10.59141/japendi.v5i6.2983.
Rachman, Budhy Munawar-Rachman. 2025. “Moralitas Agama Dalam Krisis Lingkungan: Membangun Kesadaran Ekologis Untuk Masa Depan Berkelanjutan.” MAARIF 19 (2). https://doi.org/10.47651/mrf.v19i2.261.
Rafly, Fradiv Mochammad Sulthan, Muhlas Muhlas, and Munir Munir. 2022. “Analisis Teologi Lingkungan Seyyed Hossein Nasr Terhadap Krisis Air Di Masyarakat Batujaya Karawang.” Jurnal Riset Agama 2 (3): 36. https://doi.org/10.15575/jra.v2i3.18278.
Rozi, Syafwan. 2019. “Uderstanding the Concept of Ecosufism: Harmony and the Relationship of God, Nature and Humans in Mystical Philosophy of Ibn Arabi.” ULUMUNA 23 (2): 242. https://doi.org/10.20414/ujis.v23i1.354.
Saumantri, Theguh. 2023. “Construction Of Religious Moderation In Seyyed Hossein Nasr’s Perennial Philosophy Perspective.” Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism 9 (1). https://doi.org/10.20871/kpjipm.v9i1.259.
Sayem, Md. Abu. 2021. “Eco-Religious Teachings and Environmental Sustainability.” Australian Journal of Islamic Studies 6 (3): 69. https://doi.org/10.55831/ajis.v6i3.357.
Setiawan, Dede. 2022. “Peran Agama Dalam Aktivitas Pelestarian Alam: Studi Deskriptif Pada Front Nahdliyyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, FNKSDA.” Jurnal Penelitian Ilmu Ushuluddin 2 (1): 1. https://doi.org/10.15575/jpiu.13469.
Sururi, Ahmad, Arqom Kuswanjono, and Agus Himmawan Utomo. 2020. “Ecological Sufism Concepts in the Thought of Seyyed Hossein Nasr.” Research Society and Development 9 (10). https://doi.org/10.33448/rsd-v9i10.8611.
Syefriyeni, Syefriyeni, and Dindin Nasrudin. 2023. “The Construction of Environmental Philosophy Rooted in Religiosity.” HTS Teologiese Studies / Theological Studies 79 (2). https://doi.org/10.4102/hts.v79i2.8442.