ANTARA AHLU AL-WUSHUL DAN AHLU AS-SULUK DALAM TASAWUF
Gerakan tasawuf berjalan secara gradual. Ia pertama kali muncul dari sikap zuhud secara total yang berusaha untuk melepaskan diri dari kehidupan duniawi. Dan selanjutnya berjalan melalui pemahaman manifestasi ketuhanan (tajalli al-Ilahiyyah) yang sangat populer dalam aliran irfaniyah Asy-Syaikhul Al-Akbar Ibn Arabi (1165-1240) yang juga merupakan salah satu sumber pengetahuan bagi para Sufi, lantas sampai pada Dzuq (perasaan spiritual) yang naik ke atas berujung pada perasaan rindu kepada Allah, cinta yang sangat mendalam kepada Allah. Dari sini kemudian berjenjang pada kondisi alam malakut dan Jabarut dalam ketenggelaman dan lebur wujud individu yang naik menuju hakikat Allah dan akhirnya bermuara pada aliran fana dan baqa.
Tasawuf yang terbentuk dari tahapan seperti ini hanya mengakui adanya satu wujud yang tetap demi upaya trasedensi ketuhanan. Adapun alam semesta yang fana dan mempunyai banyak sekali gambar dan warna, maka dia bukanlah realitas hakiki melainkan hanya pencerminan, representasi dan manifestasi dari wujud yang hakiki yang populer dikenak dalam dunia sufi disebut Wahdatul al-Wujud. Apa yang dimaksud dengan Wahdatul al-Wujud ini oleh Al-Hakim Al-Muta'aliyah Shadruddin Muhammad Asy-Syirazi (Mulla Shadra) menjelaskan;
فوجوده وجود جميع الموجودات لكونه صرف حقيقة الوجود "لايغادر صغيرة ولاكبيرة إلا أحصاها" فهو الأصل والحقيقة في الموجودية، وماسواه شؤونه وحيثياته، وهو الذات وماعداه أسمائه وتجلياته ومظاهره وهو النور، وما عداه اظلاله ولمعانه وهو الحق وما خلا وجهه الكريم باطل "كل شيء هالك إلا وجهه" "ما خلقنا السماوات والارض وما بينهما إلا بالحق" فالوجود الحقيقي هو وجود الواجب، المسمى بوجوب الوجود، ووجود ما سواه وجود مجازي، مسمى بوجوب بالفير وقد يعبر عنهما بالسكون والحركة، بخلاف الواجب بالذات، فإنه موجود بجنيع الاعتبارات في جميع المراتب، فكأنه استقر على ماهو عليه فتحدس من ذلك معنى الوجود وعدمه.
Wujud-Nya adalah wujud semua maujud karena Dia adalah hakikat murni dari Wujud "Yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar, melainkan ia mencatatnya." (QS. Al-Khafi : 49). Dialah asal usul dan hakikat dalam segala maujud, dan yang selain-Nya adalah keadaan dan sudut pandangannya. Dialah Dzat dan selain-Nya adalah nama-nama, tajalli dan madhar-Nya. Dialah Cahaya (Nur) dan yang selain-Nya adalah Dhil (bayangan) dan lama'at (bias)-Nya. Dialah Al-Haqq dan selain Wajah-Nya yang mulia adalah batil."Segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah-Nya." (QS. Qashash : 88). "Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya kecuali dengan Al-Haqq." (QS. Haqqah : 3). Oleh karena itu, Wujud hakiki adalah Wujud mesti yang disebut Wujud al-Wujud. Sementara itu, wujud selain-Nya adalah wujud majazi yang disebut "wujud karena yang lain." Kadang-kadang keduanya diungkapkan dengan diam (sukun) dan gerak (harakah). Berbeda halnya dengan Wujud yang wajib, karena ia adalah maujud dengan segala ungkapan dalam semua tingkatan. Seakan-akan ia menetap dalam apa semestinya. Lalu, dari keadaan itu, munculnya pengertian wujud dan adam (ketiadaan).
( Kitab Mazhahir al-Ilahiyyah fi Asrar al-Ulum al-Kamaliyah, Markaz Intisharat Daftar Tablighat Islami Hauzah Qum, Teheran, hal 71-72)
Mulla Shadra melanjutkan menjelaskan makna Wahdatul al-Wujud
إن الموجود إما حقيقة الوجود، أو غيرها، ونعني بحقيقة الوجود ما لا يشوبه شيء غير الوجود من عموم أو خصوص، أو حد أو نهايو، أو نقص أو عدم، و هو المسمى بواجب الوجود. فنفول : لو لم تكن حقيقة الوجود موجودة لم يكن شيء من الأشياء موجودا.
ولا صورة له، كما لا فاعل له ولا غاية، بل هو صورة ذاته ومصور كل شيء لأنه كمال ذاته، وهو كمال كل شيء، لأن ذاته بالفعل من جميع الوجوه، فلا معرف له ولا كاشف له إلا هو، و لا برهان عليه إلا ذاته.
فشهود بذاته على ذاته، وعلى وحدانية ذاته، كما قال " شهد الله أنه لا إله هو" ( ال عمران : ١٨).
Bahwa adalah yang maujud pada haqiqat yang al-Wujud yang tidak tercampur dengan apapun selain Wujud, apakah itu suatu keumuman atau suatu kekhususan, suatu batas atau suatu batasan, suatu kuiditias, suatu kekurangan, atau suatu ketiadaan dan inilah yang disebut dengan Wajibul al-Wujud. Oleh karena itu kita katakan bahwa jika hakikat Wujud tidak ada, maka tidak ada apa pun sama sekali yang maujud.
Haqiqat al-Wujud tidak mempunyai bentuk sebagaimana ia juga tidak mempunyai agen dan tujuan. Sebaliknya hakikat Wujud ini adalah Bentuk-Nya sendiri, dan Dia yang memberi Bentuk pada segala sesuatu, karena sesungguhnya Dia sempurna Dzat-Nya. Dan Dia adalah Kesempurnaan segala sesuatu karena Dzat-Nya diaktualisasikan dalam segala aspe wujud (Jami' al-wujud). Tidak ada yang dapat menguraikanNya atau menyingkapkan-Nya Selain Dia Sendiri, dan tidak ada pembuktian atas-Nya selain Diri-Nya sendiri. Oleh karena itu Dia menyaksikan melalui Diri-Nya sendiri kepada Diri-Nya sendiri kepada Ketunggalan (Wahdaniyah) Diri-Nya ketika Dia berfirman, "Allah menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia." (QS. Al-Imran: 18).
[ Kitab Al-Hikmah Al-Arsyiyah, Muasasah Yardsyah Hikmatul wa Falsafe Iran-Teheran, hal 7 )
Orang-orang sebagai aktor didalam tasawuf terbagi kedalam dua macam: Pertama Ahlu al-Wushul dan kedua,Ahlu as-Suluk
1.AHLU AL-WUSHUL
Asy-Syaikh Mulla Nuruddin Abdurrahman Al-Jami menjelaskan
فأهل الوصل بعد الأنبياء، عليهم وعلى نبينا صلوات الرحمن، طائفتان:
الأول: مشايخ الصوفية : لأنهم بواسطة اتباع الرسول صلي الله عليه وسلم صاروا واصلين، وبعد الوصول صاروا مأذونين ومامورين بدعوة الخلق، فهذه الطائفة هم الكمل المكملون، لأن الفضل والعناية الأزلية الإلهية أخر جتهم بعد الاستغراق في عين الجمع والتوحيد من بطن حوت الفناء إلى ساحل التفرقة وميدان البقاء حتى يدلوا الخلق إلى النجاة والدرجات.
والطائفة الثانية : الجماعة التي بعد الوصول إلى درجة الكمال، ما صاروا مأذونين ولا مأمورين بد ضض الخلق والارشاد، فبقوا في بحر الجمع مستغر قين ومستهلكين فما كان لهم خبر ولا إخبار، ولم يصلوا إلى ساحل التفرقة وناحية البقاء، وانخرطوا في سلك قاب الغيرة، وقطان دار الحيرة.
Kalangan ahl al-Wushul (penggapai hadirat Ilahi), selain para nabi, terbagi kedalam dua macam.
Pertama kalangan Masyayikh As-Shufiyah (para Mursyid atau murrabi sufi) dengan mengikuti Rasulullah Saw, mereka akhirnya mampu menjadi al-Wasilin, dan setelah menggapai Hadirat-Nya, mereka menjadi sosok Ma'zunin dan Ma'murin (penerima otoritas dan perintah) untuk berdakwah menyeru makhluk. Mereka inilah kelompok paripurna/sempurna dan dapat menyempurnakan orang lain (al-Kamil al-Mukammalun), sebab kemurahan dan perhatian Azaliah Ketuhanan dikeluarkan setelah tenggelam dalam Samudera tauhid dari perut ikan paus ke fanaan ke pantai Medan ke baqaan, sehingga mereka mampu menunjukkan pada manusia jalan keselamatan dan derajat kemuliaan.
Kedua, kalangan yang setelah mencapai derajat kesempurnaan namun untuk pribadi dirinya sendiri tapi tidak sebagai menjadi penerimaan otoritas, atau penerima perintah untuk menyeru dan menuntun manusia. Mereka ini tertahan di lautan hakikat dalam kondisi tenggelam dan fana. Tidak ada informasi apa-apa yang datang dari pada mereka. Mereka malah terperangkap dalam lingkaran kecemasan, ke mabukkan dan kebingungan.
( Kitab Nafahat al-Uns min Hadharat al-Qudsiyyah, Jilid I, Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, Beirut hal 14 )
2.AHLU AS-SULUK
(al-Mutasawwifah dan al-Malamatiyyah)
Asy-Syaikh Al-Arifbillah Mulla Nuruddin Abdurrahman Jami lanjut menjelaskan
وأهل السلوك ايضا قسمان :
أحدهما : طالب المقصد الأعلى، ويريد وجه الله تبارك وتعالى
وثانيها: يريدون الآخرة.
وأما طلاب الحق فطائفتان : المتصوفة، والملامتية.
والمتصوفة : هم جماعة خلصوا من بعض صفات النفس، واتصفوا يبعض أحوال الصوفية، وطلعوا على نهايات أحوالهم، لكنهم متشبثون بأذيال بقايا بعض صفات نفوسهم، ولأجل هذا تخلفوا عن الصوفية في وصول غايات أهل القرب.
والملامتية : جماعة توجهوا إلى رعاية معنى الإخلاص، واجتهدوا في نيل قاعدة الصدف والإخلاص، وبالغوا في كتمان العبادات والخيرات، ومع وجود هذا لايتركون شيئاّ من دفائق صوالح الأعمال، ومشربهم في جميع الأوقات تحقيق معمى الإخلاص، ويتلذذون بالفراد نظر الحق في الأعمال والأحوال، وكالعاصي يحذو من ظهور المصية فهكذا طائفة الملامية يحذرون من إظهار العبادة، لأنه مظنة الرياء المخل بالاخلاص.
وقيل : الملامتي هو الذي لا يظهر جيرا، ولا يضمر شرا.
وهذه الطائفة وإن كانت عزيزة الوجود، شريفة، الحال، لكن حجاب وجود الخليقة ما انكشف من نظر هم بالكلية، ولأجل هذا حجبوا عن مشاهدة جمال التوحيد، ومعاينة عين التفريد، لأن إخفاء الأعمال، وستر الحال عن نظر الخلق يشعر برؤية وجود الخلق والنفس، وهو مانع لمعنى التوحيد، لأن النفس من جملة الأعيار،، ومن كان ناظرا إلى حاله فما خرج من الأغيار، ومطالعة الأعمال والأحوال بلكية.
Ahlu as-Suluk (penempuh jalan menuju hadirat Ilahi/ahlu thariqat) terbelah menjadi dua klasifikasi. Pertama pencari maksud Tertinggi (al-Maqsad al-A'la) dan hanya menginginkan wajah Allah semata. Kedua, orang yang menginginkan akhirat.
Para pencari Allah Yang Maha Benar (Tullab al-Haqq) terpilah lagi menjadi dua kategori; yaitu al-Mutasawwifah dan al-Malamatiyyah.
Al-Mutasawwifah adalah kalangan yang sudah terbebas dari sifat-sifat nafsu, sudah juga menerapkan sebagian status Sufi, dan sudah pula menelaah status akhir mereka, hanya saja, masih melekat sifat ananiyah (keakuan) diri. Karena itulah, para al-Mutasawwifah masih tertinggal dari kaum Sufi dalam mencapai derajat Ahlu al-Qurb (orang-orang yang dekat dengan Allah).
Kalangan al-Malamatiyyah berorientasi pada pemeliharaan makna keikhlasan. Mereka giat berusaha memperoleh basis kejujuran dan keikhlasan, hingga mereka sampai menyembunyikan ritual ibadah dan kebajikan, meski mereka juga tidak meninggalkan sedikitpun kesalehan amal.
Misi mereka sepanjang waktu adalah merealisasikan makna keikhlasan dan menikmati kesendirian pandangan terhadap Al-Haqq dalam segala amal dan Hal (ahwal). Sebagaimana pemaksiat yang takut-takut apabila kemaksiatannya, terbongkar, maka begitu juga kaum Malamatiyyah, mereka takut dan hati-hati sekali dalam menampakkan ibadah, karena hal itu dalam pandangan mereka berorientasi riya' dan mengurangi keikhlasan.
Ada juga pendapat mengatakan bahwa kaum al-Malamatiyyah adalah orang-orang yang tidak menampakkan kebaikan dan tidak menyembunyikan kejelekan. Meski kalangan ini begitu mulia wujud (eksistensi) dan Hal mereka, namun hijab yang menutupi wujud al-khaliqah belum sepenuhnya tersingkap dari pandangan mereka.
Karena itu, mereka masih ter hijab dalam musyahadah (menyaksikan) Keindahan (al-Jamaliyah) tauhid dan menatap Mata tafrid (Ketunggalan). Hal ini disebabkan penyembunyian amalan dan penutup-nutupan Hal dari pandangan manusia bagi mereka merupakan sentimen kerisihan dilihat manusia dan jiwa. Perasaan demikian malah menghalangi makna tauhid itu sendiri sebab jiwa termasuk yang lain. Dan barangsiapa yang masih memandang hal nya maka ia belum keluar dari aghyar (sesuatu selain Al-Haq) dan tidak bisa pula menelaah amal dan ahwal seara keseluruhan.
( Kitab Nafahat al-Uns min Hadharat al-Qudsiyyah, Jilid I, Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, Beirut hal 15)
Orang-orang yang sedang berjalan menuju Hadrat Ilahi disebut ahlu as-Suluk terbagi kedalam dua macam:
1. al-Mutasawwifah
2. al-Malamatiyyah
Persamaan dan perbedaan keduanya.
Persamaan:
al-Mutasawwifah dan al-Malamatiyyah kedunya kelompok yang telah mendapatkan anugerah taufik dan hidayah Allah.
Perbedaannya:
al-Mutasawwifah adalah orang-orang telah masuk kedalan tarekat dibawah bimbingan murysid. Baik itu apapun jenis tarekat nya, Qadiriyyah, Naqsyabandiyah, Syattariyah, Khalwatiyyah, Syadziliyah, Sammaniyyah atau lain sebagainya. Di mana al-Mutasawwifah telah bersih dari sifat-sifat maksiat baik maksiat dhahir dan bathin. Tapi mereka masih belum digolongkan ahlu Sufi karna masih tersisa pada diri mereka ananiyah diri. Para al-Mutasawwifah senantiasa larut di dalam amalan-amalan tarekat seperti zikir (rateeb seribe), tawajjuh, suluk dan rabitah dengan mursyid. Disamping mereka juga ber muamalah dan dan ber akhlak baik dengan setiap lapisan masyarakat. Golongan al-Mutasawwifah yang Shidiq dalam hadap hati kepada Allah maka mereka akan di anugerah Anwaar waridat-waridat atau tajalli Ilahiyah yang dapat menyingkapkan bathin mereka untuk Syuhud dan musyahadah akan segala rahasia-rahasia Spiritual pada diri dan alam semesta.
Sementara kalangan al-Malamatiyyah, umumnya mereka tidak masuk kedalam kelompok tarekat apapun. Landasan mereka adalah akhlak mulia, dan melaksanakan berbagai amalan ibadah dengan ikhlas. Bagi mereka, al-Malamatiyyah umumnya senantiasa selalu menyembunyikan diri untuk amalan ibadahnya sedikit pun tidak diketahui orang. Terkadang di dalam diri al-Malamatiyyah ini Allah mendhahirkan berbagai karamah-karamah, maka tak heran mereka sering di agung kan oleh orang-orang awwam. Namun demikian mereka tidak memiliki mursyid yang tetap, dan tidak menempuh jalur tarekat. Maka, oleh Syekh Mulla Jami menjelaskab al-Malamatiyyah adalah Golongan yang masih ter hijab dalam menyaksikan hakikat tauhid. Mereka masih tergantung dari amal dan Hal mereka, belum sampai kepada Syuhud dan makrifat.
Namun demikian, sampai (al-Wushul) dan tidak sampai al-Mutasawwifah dan al-Malamatiyyah semata2 hak preogatif Allag mutlak. Allah ber kehendaki dan memberikan hidayah kepada siapa yang Dikehendaki-Nya.
Budi Handoyo SH MH