Tujuh Macam Dzikir Tarekat Syatthariyah

Jakarta, JATMAN Online – Tarekat Syatthariyah pertama kali digagas oleh Syaikh Abdullah Syatthar (w. 890 H/ 1429 M). Tarekat ini merupakan salah satu jenis tarekat yang dianggap shahih dan diakui kebenarannya (mu`tabarah), serta telah berkembang di kalangan Muslim Indonesia sejak awal paruh kedua abad XVII. Dalam konteks dunia Islam Melayu-Indonesia, Abdur Rauf As-Singkili (1024-1105 H/1615-1693 M) merupakan ulama yang menggaungkan dalam menyebarkan ajaran dan doktrin Tarekat Syatthariyah.
Para pengamal Tarekat Syatthariyah umumnya meyakini bahwa ajaran dan amalan yang mereka terima pada hakikatnya berasal dari Nabi Saw, karena ajaran tersebut diturunkan melalui silsilah yang jelas mata rantainya. Mereka, misalnya, selalu menghubungkan silsilah guru-guru Tarekat Syatthariyah tersebut sampai kepada Nabi melalui sahabatnya, Ali ibn Abi Thalib. Dalam hal ini, para penganut tarekat meyakini bahwa para sufi yang namanya dipakai untuk menyebut jenis tarekatnya tersebut tidak bertindak sebagai pencipta berbagai ritual tarekat, seperti dzikir dengan berbagai metodenya, melainkan hanya merumuskan dan membuat sistematikanya, sedangkan substansi dari ajaran-ajarannya itu sendiri adalah “asli” berasal dari Nabi, dan diterimanya melalui sebuah jalur silsilah yang terhubungkan sedemikian rupa sampai kepada Nabi SAW.
Tujuh Macam Dzikirnya
Di dalam buku KH. A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf menyatakan bahwa tarekat ini, dikenal 7 macam dzikir muqaddimah (permulaan), sebagai pelataran atau tangga untuk masuk ke dalam Tarekat Syatthariyah, yang disesuaikan dengan tujuh macam nafsu pada manusia. Ketujuh macam dzikir ini diajarkan agar cita- cita manusia untuk kembali dan sampai ke Allah dapat selamat dengan mengendarai tujuh dzikir itu. Ketujuh macam dzikir itu sebagai berikut:
- Dzikir thawaf, yaitu dzikir dengan memutar kepala, mulai dari bahu kiri menuju bahu kanan, dengan mengucapkan laa ilaha sambil menahan nafas. Setelah sampai di bahu kanan, nafas ditarik lalu mengucapkan illallah yang dipukulkan ke dalam hati sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah susu kiri, tempat bersarangnya nafsu lawwamah.
- Dzikir Nafi Itsbat, yaitu dzikir dengan laa ilaha illAllah, dengan lebih mengeraskan suara nafi-nya, laa ilaha, ketimbang itsbat-nya, illAllah, yang diucapkan seperti memasukkan suara ke dalam yang Empu-Nya Asma Allah.
- Dzikir Itsbat Faqat, yaitu berdzikir dengan IllAllah, IllAllah, IllAllah, yang dihujamkan ke dalam hati sanubari.
- Dzikir Ismu Dzat, dzikir dengan Allah, Allah, Allah, yang dihujamkan ke tengah-tengah dada, tempat bersemayamnya ruh yang menandai adanya hidup dan kehidupan manusia.
- Dzikir Taraqqi, yaitu dzikir Allah-Hu, Allah-Hu. Dzikir Allah diambil dari dalam dada dan Hu dimasukkan ke dalam Bait Al-Makmur (otak, markas pikiran). Dzikir ini dimaksudkan agar pikiran selalu tersinari oleh Cahaya Ilahi.
- Dzikir Tanazul, yaitu dzikir Hu-Allah, Hu-Allah. Dzikir Hu diambil dari bait al-makmur, dan Allah dimasukkan ke dalam dada. Dzikir ini dimaksudkan agar seorang salik senantiasa memiliki kesadaran yang tinggi sebagai insan Cahaya Ilahi.
- Dzikir Isim Ghaib, yaitu dzikir Hu, Hu, Hu dengan mata dipejamkan dan mulut dikatupkan kemudian diarahkan tepat ke tengah-tengah dada menuju ke arah “kedalaman” rasa.
Ketujuh macam dzikir di atas didasarkan kepada firman Allah Swt di dalam Surat Al-Mu’minun ayat 17:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَابِقَ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غَفِلِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu semua tujuh buah jalan, dan Kami sama sekali tidak akan lengah terhadap ciptaan Kami (terhadap adanya tujuh buah jalan tersebut)”.