MENGAPA SYIAH LEBIH DEKAT DENGAN TASAWUF IRFANI

Tasawuf irfani adalah jalan spiritual dalam Islam yang menekankan pencapaian makrifat (pengetahuan batin) melalui pengalaman ruhani, kontemplasi, dan penyucian jiwa. Meski dikenal luas dalam berbagai aliran Islam, pemikiran ini memiliki tempat yang sangat istimewa dalam tradisi Syi’ah, khususnya Syi’ah Imamiyah. Mengapa demikian? Apa yang membuat Syi’ah begitu erat dengan ajaran irfani? Berikut ini beberapa penjelasan historis dan filosofisnya.
1. Imam sebagai Guru Ruhani dan Manusia Sempurna
Bagi Syi’ah, Imam bukan hanya pemimpin agama atau penerus Nabi secara formal, tapi juga pembimbing spiritual yang memiliki pengetahuan batin langsung dari Allah. Para Imam dianggap sebagai manusia sempurna ( _al-insan al-kamil_ ) yang menjadi cermin _tajalli_ (penampakan) Ilahi di dunia. Dalam tasawuf irfani, peran seperti ini sangat sentral—seorang wali mursyid dibutuhkan untuk menuntun murid menuju Tuhan. Maka, konsep Imamah dalam Syi’ah sejalan erat dengan kerangka tasawuf irfani.
2. Pendekatan Batin terhadap Agama
Syi’ah meyakini bahwa setiap ayat Al-Qur’an punya makna lahir dan makna batin. Untuk sampai pada makna batin itu, seseorang harus menyucikan diri dan membuka hati kepada cahaya Ilahi. Pendekatan seperti ini identik dengan jalan irfani, di mana pemahaman hakiki terhadap agama hanya bisa diperoleh melalui pengalaman ruhani dan bukan sekadar logika formal.
3. Perpaduan Filsafat, Syari’ah, dan Tasawuf
Tradisi keilmuan Syi’ah sangat akrab dengan filsafat. Tokoh besar seperti Mulla Shadra bahkan menggabungkan logika filsafat, syari’ah, dan tasawuf dalam satu sistem pemikiran yang disebut hikmah transendental ( _al-hikmah al-muta'aliyyah_ ). Dalam kerangka ini, perjalanan spiritual manusia digambarkan sebagai gerak terus-menerus menuju kesempurnaan ilahiah. Ini adalah bentuk tasawuf yang sangat filosofis dan khas.
4. Kritik terhadap Tasawuf yang Kering
Banyak ulama Syi’ah menilai bahwa tasawuf formal yang hanya mengandalkan dzikir atau ritual tarekat kadang kehilangan ruhnya. Mereka lebih mengedepankan pendekatan yang mendalam dan filosofis—yang tidak hanya merasakan kehadiran Tuhan, tapi juga memahami secara mendalam hakikat keberadaan. Di sinilah irfan dianggap sebagai jalan yang lebih utuh dan menyeluruh.
Penutup
Perlu digaris bawahi, bahwa hubungan antara tradisi intelektual Syi'ah dan tasawuf irfani ini bersifat historis-filosofis, bukan hubungan yang identik secara teologis. Dan hubungan ini juga ditemukan dalam tradisi tasawuf Sunni. Sebab, banyak juga sufi Sunni yang menganut tasawuf irfani, seperti Asy-Syaikhul Akbar Muhyiddin ibn 'Arabi dan Abdul Karim al-Jili.
Kedekatan antara Syi’ah dan tasawuf irfani bukanlah kebetulan. Ia berakar dari pandangan mereka tentang Imam sebagai cahaya Ilahi, pendekatan batin terhadap agama, serta upaya menyatukan akal dan pengalaman spiritual. Dalam tradisi Syi’ah, irfan bukan hanya ajaran tambahan, tapi inti dari jalan menuju Tuhan. Sebuah jalan yang memadukan cinta, pengetahuan, dan pencarian eksistensial yang mendalam.
tabik,
_Dahyal Afkar_
Mustasyar MWC NU Mustikajaya, Kota Bekasi