EMPAT PERJALANAN SPIRITUAL AHLI SUFI MENUJU ALLAH

November 19, 2025 - 13:40
November 19, 2025 - 13:44
EMPAT PERJALANAN SPIRITUAL AHLI SUFI MENUJU ALLAH

Himmah adalah kemauan yang timbul dalam hati untuk mencapai tujuan, kemauan ini tidak boleh melenceng ke ke kiri dan ke kanan yaitu kemauan untuk fana pada Dzat Allah. Perjalanan seorang ahli tarekat tidak boleh terhenti kepada kesenangan dunia dan tidak pula kepada keramat dari buah amal, tidak kepada syurga pemberian Allah dan juga kepada cahaya asma dan sifat, akan tetapi kepada tajalli Dzat, fana selain Allah dan diri kita.

Orang-orang yang menghadap kepada Al-Haqq mengumpulkan segala himmah hanya kepada Al-Haqq, tidak memandang kepada selain-Nya, melainkan pandangan dan penyaksian hanya tertuju kepada-Nya, ibarat panah yang lepas dari busur nya. Oleh karena itu, bagi para ahlu Suluk untuk mencapai derajat al-Wushul atau maqam Sufi, harus melewati empat perjalanan spiritual dan ini harus disertai dengan himmah yang tinggi dan kuat. 

Asy-Syaikh Maulana Sayyid Haidar Al-Amuli menjelaskan empat tingkatan perjalan spiritual bagi ahli sufi

والأسفار أربعة عندهم :

الأول : هو السير إلى الله من منازل النفس إلى الأفق المبين، وهو نهاية مقام القلب ومبدء التجليات الأسمائية.

والثاني : بالله بالاتصاف بصفاته والتحقق بأسمائه إلى الأفاق الأعلى، ونهاية الحضرة الواحدية 

والثالث : هو الترقي إلى عين الجمع والحضرة الأحدية، وهو مقام "قاب قوسين " وما بقيت الاثنينية، فإذا ارتفعت فهو مقام "أو أدنى " وهو نهاية الولاية.

والرابع : هو السير بالله عن الله للتكميل، وهو مقام البقاء بعد الفناء والفرق بعد الجمع.

Menurut para sufi, perjalanan spiritual menuju Allah terbagi menjadi empat tahapan:

Yang pertama adalah perjalanan menuju Allah, yaitu perjalanan (meninggalkan) belenggu nafsu menuju cakrawala yang terang (cahaya kesadaran Ilahi). Inilah puncak dari maqam (penyucian) hati sekaligus awal penyaksian cahaya nama-nama Allah.

Yang kedua adalah perjalanan bersama Allah, di mana hamba menghiasi diri dengan sifat-sifat-Nya dan mewujudkan nama-nama-Nya dalam diri, hingga sampai ke cakrawala (alam spiritual) tertinggi dan berakhir pada "hadirat wahidiyyah" (ke-Esa-an Allah).

Yang ketiga adalah naik menuju hakikat penyatuan yang paling murni, yaitu "hadirat ahadiyyah". Inilah maqam “qaba qawsayn” (sedekat dua busur panah) di mana segala bentuk dualitas lenyap. Bila dua sisi itu terhapus, maka sampailah seorang hamba pada maqam “aw adna” (bahkan lebih dekat lagi), yang merupakan puncak kewalian.

Yang keempat adalah perjalanan bersama Allah, dari Allah, untuk menyempurnakan ciptaan. Inilah maqam baqa’ (kekal bersama Allah) setelah fana’ (lenyap dalam Allah), dan maqam farq (menyaksikan kembali perbedaan) setelah jam‘ (penyatuan).

[ Kitab Nash al-Nushus fi Syarah Fushush Jilid I, Intisharat Baydapor, Teheran, hal 409 ]

Perjalanan pertama, tingkatan Syariat bagi ahli Sufi dengan anggota fisik, melewati maqamat-maqamat suluk.

Perjalanan kedua, tingkatan Tarekat bagi ahlu sufi dengan hati, Memasuki tingkatan alam Ruhaniyah sampai Hadrah Wahidiyah 

Perjalanan ketiga, tingkatan hakikat bagi ahli sufi dengan ruh, terhapus segala penyaksian, fana dari selain Allah pada Wahdatul asy-Syuhud menuju hadirat Wahdah (qaba qawsayn) terus sampai hadrah Ahadiyah (aw adna).

Perjalanan keempat, tingkatan makrifat ahli Sufi dengan sirr fil Wahdatul al-Wujud, Allah mengembalikan diri nya ke masyarakat sosial tapi dirinya baqa (kekal) bersama Allah, hidup bersama Allah setelah fana. Lebih lanjut Sayyid Haidar Al-Amuli menerangkan lagi

ولكل واحد من هذه الأسفار نهاية، كما كان له بداية، فنهاية السفر الأول هي رفع حجب الكثرة عن وجه الوحدة. 

ونهاية السفر الثاني هي رفع حجاب الوحدة عن وجوه الكثرة العلمية الباطنية

ونهاية السفر الثالث هي زوال التقييد بالضدين : الظاهر والباطن بالحصول في أحدية عين الجمع.

ونهاية السفر الرابع عند الرجوع عن الحق إلى الخلق، في مقام الاستقامة الذي هو أحدية الجمع والفرق، بشهود اندراج الحق في الخلق واضمحلال الخلق في الحق، حتى يرى العين الوحدة في صور الكثرة والصور الكثيرة في عين الوحدة.

Masing-masing perjalanan ruhani atau safar (ahli sufi) ini memiliki permulaan dan akhir. Akhir perjalanan pertama adalah terangkatnya hijab katsroh (kemajemukan) dari wajah Wahdah (ketunggalan).

Akhir perjalanan kedua adalah terangkatnya hijab Wahdah (Ketunggalan) dari wajah-wajah katsroh (kemajemukan) ilmiah bathiniah.

Akhir perjalanan ketiga adalah hilangnya pembatasan dengan dua hal yang kontradiksi, lahir dan bathin, dengan sampai pada Ahadit jama' (keesaan kebersamaan).

Dan akhir perjalanan keempat ketika kembali dari al-Haqq menuju makhluk pada maqam istiqamah adalah Ahadit Jama dan al-farq (keberpisahan) dan Syuhud (penyaksian) penjelmaan al-Haqq pada makhluk dan kesirnaan makhluk di dalam al-Haqq sehingga entitas (al-ain) yang Wahdah (ketunggalan) terlihat di dalam shurah (bentuk-bentuk) yang katsroh (kemajemukan) dan bentuk-bentuk yang katsroh terlihat di dalam entitas yang Wahdah.

[ Kitab Nash al-Nushus fi Syarah Fushush Jilid I, Intisharat Baydapor, Teheran, hal 410 ]

Untuk mencapai al-asfaar arba'ah (keempat perjalanan spiritual) diatas, itulah diawali dengan terbangun hati kepada Allah disertai tobat puncaknya kepada himmah al-Aliyyah (kemampuan yang kokoh) untuk menuju Allah. Seorang salik atau ahlu as-Suluk ia tidak akan bisa berjalan sendiri melainkan dengan Allah dan bersama Allah. Akan tetapi selama didalam jiwa salik masih ada keakuan diri (ananiyah) menjadi hijab (tabir penghalang) untuk dapat bersama Allah. Oleh karena itu, wajib bagi salik untuk berjalan dengan orang-orang yg telah bersama Allah yaitu para guru Sufi yang kamil mukamil yang dapat memperjalankan murid untuk wushul kepada Allah. 

Budi Handoyo SH MH