Empat Wali Qutub dan Tujuh Tarekat Induk

Bagi umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah, mengamalkan tasawuf dengan menempuh suluk dalam tarekat adalah sebuah kelaziman. Banyaknya tarekat sufi yang tersebar di seluruh dunia pun menjadi indikasi positif bahwa terbentang banyak jalan mulia menuju Allah Swt. Sebagaimana banyaknya pintu pertanda luasnya tempat, dan banyaknya keran pertanda besarnya sumber air, maka banyaknya tarekat sufi pertanda luas dan besarnya rahmat Tuhan YME

Agustus 30, 2023
Empat Wali Qutub dan Tujuh Tarekat Induk

Bagi umat Islam Ahlussunnah wal Jamaah, mengamalkan tasawuf dengan menempuh suluk dalam tarekat adalah sebuah kelaziman. Banyaknya tarekat sufi yang tersebar di seluruh dunia pun menjadi indikasi positif bahwa terbentang banyak jalan mulia menuju Allah Swt. Sebagaimana banyaknya pintu pertanda luasnya tempat, dan banyaknya keran pertanda besarnya sumber air, maka banyaknya tarekat sufi pertanda luas dan besarnya rahmat Tuhan YME. Tentu bukan memecah-belah umat seperti yang dituduhkan sebagian orang, melainkan justru mempermudah dan mempermulus perjalanan menuju tujuan. Bayangkan saja ketika Masjidil Haram hanya menyediakan satu pintu masuk dengan alasan agar tidak memecah-belah umat! Bayangkan juga ketika di tempat wudhunya hanya tersedia satu keran dan masih dengan alasan yang sama, agar tidak memecah-belah umat! Maka sama bodohnya dengan orang yang menolak adanya banyak mazhab dan thariqah dengan dalih dapat memecah-belah umat!

Analogi lain yang tidak jarang penulis kemukakan adalah bahwasanya tarekat-tarekat sufi dapat dinilai sebagai sekolah keruhanian Islam, perguruan tinggi spiritual ataupun rumah sakit yang khusus menangani penyakit-penyakit batin/hati/ruhani. Wajar-wajar saja bila didapati banyak tarekat sufi, sebagaimana banyaknya sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit. Meski berjumlah banyak, namun fungsi dan tujuannya tetap sama. Hanya berbeda pada fasilitas, ciri khas serta metode terapannya saja.

Selanjutnya, kita telah mengenal al-A’immah al-Arba’ah (Empat Imam Mazhab) yang diyakini menajdi pilihan Allah untuk menjaga syariat di muka bumi dan di sepanjang zaman, yakni Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad. Maka penting pula mengenal al-Aqthab al-Arba’ah (Empat Wali Qutub) yang dipercaya telah dipilih Allah untuk menjaga tarekat di muka bumi dan juga di sepanjang zaman. Keempat wali qutub dimaksud ialah Syekh Ahmad ar-Rifa’i, Syekh Abdul Qadir al-Jilani, Syekh Ahmad al-Badawi dan Syekh Ibrahim ad-Dusuqi. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab Qiladah al-Jawahir karya Sayyid Abu al-Huda al-Khalidi ash-Shayyadi (wafat th. 1328 H.) sebagai berikut:

قَد اشْتَهَرَ فِي الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ شَأْنُ الأَرْبَعَةِ الأَقْطَابِ الْمُعَظَّمِين، أَعْنِي شَيْخَنَا وَمُفَزِّعَنَا السَّيِّد أَحْمَد الْكَبِير الْحُسَيْنِي الرِّفَاعِي، وَسَيِّدَنَا السَّيِّد الشَّيْخ عَبْد الْقَادِر الْجِيلاَنِي الْحَسَنِي، وَسَيِّدَنَا السَّيِّد الشَّيْخ أَحْمَد الْبَدَوِي الْحُسَيْنِي، وَسَيِّدَنَا السَّيِّد الشَّيْخ إِبْرَاهِيم الدُّسُوقِي الْحُسَينِي. فَهَؤُلاَء الأَرْبَعَةُ بِلاَ رَيْب خُلاَصَةُ بَقِيَّةِ السَّلَف وَأَئِمَّةُ جَمِيعِ الْخَلَف وَأَعْلاَمُ الأَوْلِيَاء وَأَوْلِيَاءُ الصُّلَحَاء وَأَشْيَاخُ الْخِرْقَة وَالطَّرِيقَة وَأَقْطَابُ الطَّرِيقَة وَالْحَقِيقَة، ثَبَتَتْ لَدَى الْمُسْلِمِين غَوْثِيَّتُهُم وَوِلاَيَتُهُم، وَوَجَبَتْ عِنْدَ الْمُوَحِّدِين حُرْمَتُهُم وَرِعَايَتُهُم، وَهُمْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ بِمَنْزِلَةٍ وَاحِدَةٍ فِي النَّسَبِ وَالْمَرْتَبَة إِلَّا أَنَّ الأَقْوَالَ تَنَوَّعَتْ فِيهِم وَفِي مَشَارِبِهِم وَأَحْوَالِهِم وَمَذَاهِبِهِم. وَقَدْ وَفَّقَ اللهُ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ مِنْ أَتْبَاعِهِ مَنْ جَمَعَ آثَارَهُ وَذَكَرَ أَخْلاَقَهُ وَأَطْوَارَه. (قلادة الجواهر للسيد أبي الهدى الخالدي الصيادي، دار الكتب العلمية ببيروت، 1999، ص8)

“Telah dikenal di sisi umat Islam di Timur dan Barat profil empat Wali Qutub yang agung, yakni Sayyid Ahmad ar-Rifa’i al-Husaini, Sayyid Abdul Qadir al-Jilani al-Hasani, Sayyid Ahmad al-Badawi al-Husaini dan Sayyid Ibrahim ad-Dusuqi al-Husaini. Tidak diragukan lagi bahwa mereka berempat merupakan intisari ulama terdahulu dan pemimpin ulama terkini serta pemuka para wali dan penghulu orang-orang shalih. Mereka adalah pasak tarekat dan hakikat yang telah diakui kewaliannya di sisi umat Islam. Dan wajib bagi umat menghormati dan memuliakan mereka. Mereka berposisi pada satu tingkatan, hanya saja metode mereka beragam. Jejak-jejak mulia mereka telah dihimpun oleh para murid dan pengikut mereka, demikian pula akhlak dan perkembangan thariqah mereka.” (Sayyid Abu al-Huda al-Khalidi ash-Shayyadi, Qiladah al-Jawahir, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999, hlm. 8)

Khushushiyyat keempat wali qutub di atas memang cukup berbeda. Bahkan sekelas Imam Abdul Wahhab asy-Sya’rani (wali besar asal Mesir yang wafat th. 973 H.) pernah dikaruniai sebuah kereta kencana dari cahaya untuk terbang mengelilingi makam-makam para wali di negeri Mesir, terkecuali makam Syekh Ahmad al-Badawi dan makam Syekh Ibrahim ad-Dusuqi. Ketika melewati salah satu dari dua makam tersebut, Imam Abdul Wahhab asy-Sya’rani beserta kereta ghaibnya itu harus turun ke dasar bumi dan melewati sang wali qutub dari bawah makamnya. Imam Abdul Wahhab asy-Sya’rani berkata: “Sampai saat ini aku tidak mengetahui hikmah di balik spesialnya dua wali luar biasa ini. Semoga Allah memberi banyak manfaat kepada kita melalui dua wali ini!.” Kisah ini dikutip dalam kitab Bihar al-Wilayah al-Muhammadiyyah karya Syekh Jaudah Muhammad Abu al-Yazid al-Mahdi.

Selain itu, Muhaddits al-Haramain (ulama hadits terkemuka di Makkah dan Madinah), Prof. Dr. Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani, pernah menyebutkan beberapa keistimewaan dari keempat wali qutub di atas. Antara lain, telah memperoleh sebuah anugerah Ilahi yang luar biasa berupa kekuasaan ber-tashrif (mengatur sepenuhnya dengan izin Allah) di alam semesta ini secara zahir dan batin, di masa hayat maupun sesudahnya, melebihi wali-wali besar lainnya. Demikian pernyataan Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani, sebagaimana disampaikan oleh murid beliau, Sayyid Usamah bin Said bin Umar Mansi al-Maliki al-Hasani, kepada penulis saat berkunjung ke Lombok 2019 lalu. Selepas menyampaikan hal itu, Sayyid Usamah Mansi al-Hasani menekankan bahwa statmen tersebut tidak dapat dinilai sebagai sebuah kesyirikan selama diyakini atas dasar izin, restu, kehendak, karunia serta kuasa dari Allah Swt. (https://vt.tiktok.com/ZS8wET2RF/)

Empat nama besar di atas selain terbilang sangat populer, keempatnya juga tercantum spesial dalam banyak literatur terdahulu. Tak terkecuali kitab Majmu’ Syarif yang merupakan himpunan amalan-amalan warga nahdliyin di bumi Nusantara bahkan sejak berabad-abad silam. Di dalamnya (hlm. 134) tertera bacaan sebagai berikut:

وَإِلَى أَرْوَاحِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ وَالْقُرَّاءِ وَأَئِمَّةِ الْحَدِيثِ وَالْمُفَسِّرِينَ وَسَادَاتِنَا الصُّوفِيَّةِ الْمُحَقِّقِينَ وَإِلَى رُوحْ الْقُطْبِ الرَّبَّانِي وَالْعَارِفِ الصَّمدَانِي سَيِّدِي عَبْدِ الْقَادِرِ الْجِيلَانِي وَسَيِّدِي أَحْمَد الْبَدَوِي وَسَيِّدِي أَحْمَد الرِّفَاعِي وَسَيِّدِي إِبْرَاهِيم الدُّسُوقِي. (مجموع شريف، مترأوتما سورابايا، ص134)

Dan bila kita menyimak Maulana al-Habib Luthfi bin Yahya, Ketua Forum Sufi Internasional, dalam banyak kesempatan mempimpin pengiriman bacaan Surat al-Fatihah kepada Rasul dan para wali, maka nama keempat wali qutub di atas hampir tidak pernah ketinggalan. (https://youtube.com/shorts/fxd4qVGcqPM)

Di dalam kitab Thabaqat Syekh Ahmad Arabi asy-Syarnubi pun diterangkan bahwa keempat wali qutub di atas memiliki panji-panji thariqah dengan warna khasnya masing-masing. Syekh Ahmad Arabi asy-Syarnubi (guru dari Syekh Ibrahim al-Laqani, pengarang nazham Jauharah at-Tauhid) menyatakan:

فَسَيِّدِي عَبْدُ الْقَادِرِ الْجِيلَانِي لَهُ الْعَلَامَةُ الْخَضْرَاءُ، وَسَيِّدِي إِبْرَاهِيم الدُّسُوقِي عَلَامَتُهُ نِصْفُهَا أَخْضَر وَنِصْفُهَا أَبْيَض، وَسَيِّدِي أَحْمَد الْبَدَوِي لَهُ الْعَلَامَةُ الْحَمْرَاءُ، وَسَيِّدِي أَحْمَد الرِّفَاعِي لَهُ الْعَلَامَةُ السَّوْدَاءُ. وَفَضْلُ هَؤُلَاءِ الْأَقْطَابِ مَشْهُورٌ وَكَرَامَاتُهُمْ كَثِيرَةٌ نَفَعَنَا اللهُ تَعَالَى بِهِمْ آمِين. (طبقات الشيخ أحمد عربي الشرنوبي، ص53)

“Maka Syekh Abdul Qadir al-Jilani memiliki panji berwarna hijau, Syekh Ibrahim ad-Dusuqi berwarna setengah hijau dan setengah putih, Syekh Ahmad al-Badawi memegang warna merah, dan Syekh Ahmad ar-Rifa’i memegang warna hitam. Keutamaan wali-wali qutub itu sudah masyhur dan karamah-karamah mereka (sangat) banyak. Semoga Allah memberi manfaat kepada kita melalui mereka. Amin.” (Thabaqat Syekh Ahmad Arabi asy-Syarnubi, hlm. 53)

Dan di dalam kitab akidah Syarh al-Kharidah al-Bahiyyah karya Syekh Ahmad Abu al-Barakat ad-Dardir (penggubah Shalawat Thibbil Qulub yang wafat th. 1201 H.), ditegaskan pula bahwa keempat wali qutub di atas merupakan para penerus terkemuka ajaran tasawuf formulasi sang Imam al-Junaid al-Baghdadi yang tentu saja murni berlandaskan tuntunan Qur’an maupun Sunnah. Hanya saja, Syekh Ahmad ad-Dardir menambahkan tiga tokoh utama lainnya, yakni Syekh Abu al-Hasan asy-Syadzili, Syekh Muhammad Baha’uddin an-Naqsyabandi dan Syekh Muhammad al-Khalwati. Berikut keterangan lengkapnya:

فَالنَّاجِي مَنْ كَانَ فِي عَقِيدَتِهِ عَلَى طِبْقِ مَا بَيَّنَهُ أَهْلُ السُّنَّةِ، وَقَلَّدَ فِي الْأَحْكَامِ الْعَمَلِيَّةِ إِمَامًا مِنَ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ الْمَرْضِيَّةِ، ثُمَّ تَمَامُ النِّعْمَةِ وَالنَّجَاةِ فِي سُلُوكِ مَسْلَكِ الْجُنَيْدِ وَأَتْبَاعِهِ بَعْدَ أَنْ أَحْكَمَ دِينَهُ عَلَى طِبْقِ مَا بَيَّنَهُ الْفَرِيقَانِ الْمُتَقَدِّمَانِ. وَمِمَّنْ سَلَكَ مَسْلَكَهُ الْقُطْبُ الرَّبَّانِي الْإِمَامُ سَيِّدِي أَحْمَد بْنُ الرِّفَاعِي وَأَتْبَاعُهُ، وَالْقُطْبُ الرَّبَّانِي الْإِمَامُ سَيِّدِي عَبْدُ الْقَادِرِ الْجِيلَانِي وَأَتْبَاعُهُ، وَالْقُطْبُ الرَّبَّانِي السَّيِّدُ أَحْمَد الْبَدَوِي وَأَتْبَاعُهُ، وَالْقُطْبُ الرَّبَّانِي السَّيِّدُ إِبْرَاهِيم الدُّسُوقِي وَأَتْبَاعُهُ، وَالْقُطْبُ الرَّبَّانِي السَّيِّدُ عَلِي أَبُو الْحَسَنِ الشَّاذلِي وَأَتْبَاعُهُ، وَالْقُطْبُ الرَّبَّانِي سَيِّدِي مُحَمَّد الْخَلْوَتِي وَأَتْبَاعُهُ، وَالْقُطْبُ الرَّبَّانِي سَيِّدِي عَبْدُ اللهِ النَّقْشَبَنْدِي وَأَتْبَاعُهُ، فَهَؤُلَاءِ كُلُّهُمْ سَادَاتُ الْأُمَّةِ الْمُحَمَّدِيَّةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَعَنَّا بِهِمْ آمِين. (شرح الخريدة البهية للشيخ أبي البركات الدردير، دار البيروتي، ص192-194)

“Orang yang selamat adalah yang akidahnya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Ahlussunnah wal Jamaah dan dalam hukum-hukum amaliyah (fikih/syariah) mengikuti salah satu imam dari empat imam mazhab yang diakui, kemudian sempurnalah kenikmatan dan keselamatan apabila menjalani suluk (tasawuf) Imam al-Junaid serta para pengikut beliau setelah menegakkan akidah dan syariah sebagaimana diajarkan dua kelompok di atas. Dan di antara para penerus tasawuf Imam al-Junaid adalah Syekh Ahmad ar-Rifa’i dan para pewaris beliau, Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan para pewaris beliau, Syekh Ahmad al-Badawi dan para pewaris beliau, Syekh Ibrahim ad-Dusuqi dan para pewaris beliau, Syekh Abu al-Hasan asy-Syadzili dan para pewaris beliau, Syekh Muhammad al-Khalwati dan para pewaris beliau, dan Syekh Muhammad Baha’uddin an-Naqsyabandi serta para pewaris beliau. Mereka semua adalah para penghulu umat Nabi Muhammad Saw. Semoga Allah meridhoi mereka serta meridhoi kita dengan wasilah mereka. Amin.” (Syekh Ahmad ad-Dardir, Syarh al-Kharidah al-Bahiyyah, Dar al-Bairuti, hlm. 192-194)

Dengan demikian, maka berdasarkan pemaparan dan uraian di atas, dapat dipetik sebuah kesimpulan ilmiah tentang tujuh tarekat utama dalam tasawuf yang patut dikenali sekaligus layak diikuti. Kata utama di sini tiada lain karena telah diutamakan oleh jumhur ulama tarekat dari masa ke masa dan dari generasi ke generasi. Selain tarekat utama, dapat juga disebut sebagai tarekat induk (thuruq ra’isiyyah), karena ratusan tarekat lain yang tumbuh dan berkembang di seluruh dunia pada umumnya berinduk (memiliki ketersambungan sanad) ke salah satu atau beberapa dari tujuh tarekat tersebut. Tujuh thariqah besar dimaksud beserta para pendirinya ialah:

  1. Thariqah Qadiriyah yang didirikan oleh Syekh Abdul Qadir bin Musa al-Jilani al-Hasani al-Hanbali (470-561 H.)
  2. Thariqah Rifa’iyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Ali ar-Rifa’i al-Husaini asy-Syafi’i (512-578 H.)
  3. Thariqah Syadziliyah yang didirikan oleh Syekh Abu al-Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar asy-Syadzili al-Maghribi al-Hasani (571-656 H.)
  4. Thariqah Ahmadiyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Ali bin Yahya al-Badawi al-Fasi al-Husaini asy-Syafi’i (596-675 H.)
  5. Thariqah Dusuqiyah yang didirikan oleh Syekh Ibrahim bin Abdul Aziz al-Qurasyi ad-Dusuqi al-Husaini asy-Syafi’i (653-696 H.)
  6. Thariqah Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Syekh Muhammad Baha’uddin an-Naqsyabandi al-Bukhari al-Husaini (717-791 H.)
  7. Thariqah Khalwatiyah yang didirikan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Karimuddin al-Khalwati (895-986 H.)

Semoga Allah Swt. menghidayahi dan membimbing kita semua dalam mengikuti jejak mulia para kekasih pilihan-Nya. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Penulis merupakan Mudir Awal Idarah Syu’biyah JATMAN Lombok Timur