Mengenal Syekh Abdul Malik Purwokerto; Mursyid yang Dicintai Para Habaib (3)

Daerah Banyumas yang pertama kali dijadikan tempat pengembangan tarekat adalah Desa Kedung Paruk Kecamatan Kembaran. Di Kedung Paruk Muhammad Ilyas mengembangkan dan memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kepada masyarakat sekitar. Muhammad Ilyas bersama anaknya yaitu Syekh Abdul Malik (keturunan dari istri keduanya) bersama- sama mengembangkan tarekat ini. Syekh Abdul Malik disamping mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah juga mengajarkan Tarekat Syadziliyah sehingga beliau dikenal sebagai guru besar Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Syadziliah di Indonesia. Ijazah mursyid beliau dapatkan dari ayahandanya, sedangkan ijazah mursyid Tarekat Syadziliyah beliau peroleh dari al-Qutub al-‘Arif Billah as-Sayyid Ahmad Nahrawi al-Makki Mekkah.

September 15, 2023 - 07:19
Mengenal Syekh Abdul Malik Purwokerto; Mursyid yang Dicintai Para Habaib (3)

Melestarikan Tradisi Amaliyah Tarekat

Daerah Banyumas yang pertama kali dijadikan tempat pengembangan tarekat adalah Desa Kedung Paruk Kecamatan Kembaran. Di Kedung Paruk Muhammad Ilyas mengembangkan dan memperkenalkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah kepada masyarakat sekitar. Muhammad Ilyas bersama anaknya yaitu Syekh Abdul Malik (keturunan dari istri keduanya) bersama- sama mengembangkan tarekat ini. Syekh Abdul Malik disamping mengajarkan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah juga mengajarkan Tarekat Syadziliyah sehingga beliau dikenal sebagai guru besar Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Syadziliah di Indonesia. Ijazah mursyid beliau dapatkan dari ayahandanya, sedangkan ijazah mursyid Tarekat Syadziliyah beliau peroleh dari al-Qutub al-‘Arif Billah as-Sayyid Ahmad Nahrawi al-Makki Mekkah.

Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah selain dalam bidang keagamaan, tarekat ini juga memiliki fungsi politik. Memiliki kedudukan kharismatik membuat mursyid tarekat memiliki banyak pengikut dengan jumlah yang besar sehingga dapat berpengaruh dalam politik. Dalam politik keterlibatan mursyid bisa dijadikan sebagai partner, namun juga bisa sebagai ancaman. Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah di Banyumas dikembangkan pertama kali oleh Muhammad Ilyas setelah menerima ijazah dari gurunya yaitu Syekh Sulaiman Zuhdi. Pengikut Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah tidak hanya berasal dari Kedung Paruk dan Sokaraja saja tetapi juga berasal berbagai macam daerah, di antaranya Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Semarang dan sebagainya dengan berbagai macam profesi pula.

Kegigihan Muhammad llyas dalam mengembangkan ajaran agama di kalangan masyarakat sekitar lambat laun semakin berkembang yang mengakibatkan pengikutnya semakin bertambah banyak. Keterbatasan Syekh Muhammad Ilyas dalam menyebarkan ajaran- ajarannya diberbagai daerah, akhirnya beliau memutuskan untuk mengangkat pengikutnya di masing-masing daerah sebagai badal beliau membantu membimbing dan menuntun amalam-amalan tarekat. Tarekat ini diajarkan oleh Syekh Muhammad Ilyas tahun 1864 M. Semula beliau hanya mengajarkan tarekat ini di Kedung Paruk. Namun perkembangannya meluas sampai Sokaraja dan daerah-daerah sekitar Karesidenan Banyumas. Penerus dan pengembang tarekat yang diajarkan oleh Muhammad Ilyas adalah putra beliau dari istri Kedung Paruk Nyai Zainab (cucu Syekh Abdus Shomad/Mbah Jombor), yaitu Syekh Muhammad Abdul Malik, sedangkan yang di Sokaraja adalah putra beliau dari istri Sokaraja Nyai Khatijah (putri Kiai Abu Bakar Penghulu Landrat/ Peradilan Agama), yaitu Syekh Muhammad Affandi. Syekh Muhammad Ilyas, memperoleh ijazah sebagai mursyid tarekat dari Syekh Sulaiman Zuhdi Al Makki di Jabal Qubes Makkah Saudi Arabia.

Syekh Muhammad Ilyas adalah salah satu khalifah dari sembilan khalifah yang mendapat amanah mengajarkan dan menyebarluaskan tarekat di tanah jawa khususnya dan Nusantara pada umumnya, dari sang guru Syekh Sulaiman Zuhdi Al Makki. Selama +- 48 tahun (1864- 1912 M) Syekh Muhammad Ilyas mengemban amanah mengajarkan dan menyebarluaskan Tḥariqah Naqsyabandiyyah Khalidiyah di sekitar Banyumas.

Beberapa saat sebelum Syekh Muhammad Ilyas wafat (tahun 1333 H/1912 M), kemursyidan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah Kedung Paruk diamanahkan kepada Syekh Muhammad Abdul Malik dan kemursyidan di Sokaraja diamanahkan kepada Syekh Muhammad Affandi. Syekh Muhammad Abdul Malik yang lebih dikenal dengan panggilan Mbah Malik, disamping mengajarkan (mursyid) Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah juga mengajarkan (mursyid) Tarekat Syadziliyah dua tarekat terbesar di Indonesia dan Syekh Muhammad Abdul Malik dikenal sebagai guru besar Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Syadziliyyah Indonesia. Memperoleh ijazah mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah langsung dari sang ayah Syekh Muhammad Ilyas, sedang ijazah mursyid Tḥariqah Syadziliyyah diperoleh dari Al Qutub Al’Arif Billah As Sayyid Ahmad Nahrawi Al Makki Makkah Saudi Arabia.

Mbah Malik adalah guru besar Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan As-Syadziliyah Indonesia. Silsilah kemursyidan diserahkan kepada murid kesayangan beliau, Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya dan cucu beliau Abdul Qadir bin Ilyas Noor.

Kalau kepada sang cucu hanya kemursyidan thariqah An-Naqsabandiyah al-Khalidiyahnya saja, namun kemursyidan kedua thariqah besar tersebut (Naqsyabandi dan Syadzili) diserahkan kepada muridnya yakni Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya.

Syekh Abdul Malik tidak memiliki keturunan, oleh karena itu kedudukan beliau diganti oleh cucunya. Sempat pernah memiliki seorang anak laki-laki, namun anaknya meninggal dunia ketika berusia 36 tahun. Sedangkan Mbah Malik mempunyai seorang anak perempuan dari istrinya yang bernama Nyai Siti Hasanah dan anak tersebut bernama Nyai Choerijah. Nyai Choerijah menurunkan 8 orang anak (5 anak perempuan dan 3 anak laki-laki) (menurut silsilah). Penerus pertama Syekh Abdul Malik adalah Syekh Abdul Qadir bin Haji Ilyas Noor, yang sudah memperoleh ijazah mursyid langsung dari Mbah Malik dengan kurun waktu selama 22 tahun (1980-2002). Syekh Abdul Qadir wafat pada hari Senin tanggal 5 Muharram 1423H/19 Maret 2002 M, dalam usia 60 tahun dan dimakamkan di belakang masjid Baha al- Haq wa ad-Dhiya ad-Dien di Kedung Paruk.

Adapun penerus kedua, diteruskan oleh Syekh Sa’id Haji Ilyas Noor atas ijazah kemursyidan yang telah diperoleh dari Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya dari Pekalongan. Kepemimpinan Syekh Sa’id Haji Ilyas Noor hanya berlangsung selama 2 tahun (2002-2004), beliau wafat pada hari Kamis tanggal 3 November 2004 dalam usia 53 tahun. Syekh Sa’id Haji Ilyas Noor dimakamkan di belakang masjid Baha al-Haq wa ad-Dhiya ad-Dien di Kedung Paruk. Penerus ketiga diteruskan oleh cucu Mbah Malik bernama H. Muhammad bin Haji Ilyas Noor, dengan memperoleh ijazah mursyid dari Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hisyam bin Yahya pada hari Senin, 1 Rajab 1424 H/18 Agustus 2004 M. Namun setelah H. Muhammad Ilyas Noor wafat pada tahun 2016, kemursyidan di Kedung Paruk di ambil alih oleh Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya.

Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah diturunkan kepada Syekh Abdul Qadir (cucu Mbah Malik) dan dua tḥariqah terbesar (Naqsyabandiyyah Khalidiyah dan Syadziliyah) diturunkan (kemursyidannya) kepada murid kesayangannya, yaitu Alhabib Muhammad Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, Pekalongan Rais ‘Am Jam’iyyah At Thariqah Mu’tabarah An Nahdiyyah Indonesia. Mbah Malik memangku kemursyidan thariqah di Kedung Paruk selama 68 tahun (1912-1980 M), beliau wafat dalam usia 99 tahun, pada hari Kamis malam Jum’at, 2 Jumadil Akhir 1400 H/ 17 April 1980 M dimakamkan di belakang Masjid Bahaa-ul-Haq wa Dhiyaa-ud- Dien Kedung Paruk.

Khumaedi NZ Santri Gedongan, Penikmat Kopi Angkringan.