Korelasi Allah, Alam dan Manusia dalam Perspektif Tasawuf

Okt 4, 2023 - 12:52
Okt 5, 2023 - 02:46
Korelasi Allah, Alam dan Manusia dalam Perspektif Tasawuf

Kajian dalam tasawuf khususnya tasawuf Irfani atau tasawuf wujudi atau dalam istilah akademis ilmiah disebut tasawuf falsafi, tidak terlepas dari tiga komponen pokok kajian yaitu, al-Ilahiyyah (ketuhanan), al-Kaun (alam/kosmos), dan al-Insan (manusia). Di antara ketiganya memiliki korelasi hubungan yang tak terpisahkan.

Maka para ulama-ulama Sufi Irfani banyak memberi ragam pandangan dan pembahsan mengenai hubungan ketiga komponen di atas, seperti Syekh Ibnu Arabi dan pengikutnya dengan teori martabat hierarki wujud dari Martabat Uluhiyah, terus ke martabat seterusnya sampai ke alam dan manusia.

Sementara itu, lain halnya dengan Syekh Ibnu Athaillah  al-Sakandari menggunakan teori Al-Anwaar (cahaya) di mana seseorang manusia dapat menyaksikan Tuhannya dengan berbagai ragam penyaksian tergantung terangnya cahaya pandangan mata hatinya. Maka dalam hal ini, Syekh Ibnu Athaillah Al-Sakandari dalam Al-Hikam, berkata:

فمن رأى الكون ولم يشهده فيه، أو عنده، أو قبله، أو بعده، فقد أعوزه وجود الأنوار، وحجبت عنه شموس المعارف بسحب الآثار.

“Barangsiapa yang melihat alam padahal ia tidak melihat Allah dalamnya atau di sampingnya atau sebelumnya atau sesudahnya, maka sungguh dia telah disilaukan oleh adanya banyak cahaya alam dan dia terhalang mendapatkan sinar makrifat laksana matahari sebab alam ini laksana awan.”

Maka dalam hal ini, ulama sufi mengatakan manusia dalam mengenal Allah terbagi ke dalam empat macam.

1. Ahli Arifin

2. Ahli Sairin

3. Ahli fana

4. Ahli Hijab

Syekh Ahmad bih Muhammad al-Ajibah dalam kitab Iqazhul Himam fi Syarh Al-Hikam menjelaskan,

Ulama Sufi mengatakan, “Aku tidak melihat apapun kecuali Allah ada dalamnya dan aku tidak melihatnya sebagai sesuatu yang baru.”

Ungkapan ini adalah ucapan ahli makrifat (al-Arifin). Bagi ahli sairin (salik) orang-orang yang sedang dalam perjalanan dari karangan thariqah, menyaksikan al-kaun (alam) kemudian menyaksikan Khaliq di hadapannya atau dalam ciptaan-Nya.

Alam terhapus dari penglihatan mereka hanya dengan cara melihat alam itu. Inilah hal ahli mustasyrafin (orang-orang yang mengharapkan pandangan mereka kepada sesuatu yang lebih tinggi).

Sementara ahli fana yaitu orang-orang yang berada di tingkatan fana, mereka menyaksikan Tuhan sebelum menyaksikan makhluk, dengan arti bahwa mereka sama sekali tidak melihat makhluk. Karena bagi mereka tidak ada ketetapan untuk makhluk. Mabuk mereka lenyap dari perantara, binasa dari hikmah, tenggelam dalam lautan cahaya, segenap makhluk terhapus dari mereka. Dalam maqam ini sebagian di antara mereka berkata, "Aku tidak melihat apapun kecuali aku melihat Allah sebelumnya."

Bagi ahli hijab, yaitu orang-orang yang terhalang dari orang-orang yang ahli mempergunakan dalil dan burhan (dari ahli kalam) mereka hanya menyaksikan alam dan tidak menyaksikan penciptanya. Tidak sebelumnya, tidak juga sesudahnya. Mereka hanya menggunakan dalil tentang keberadaan-Nya dengan adanya alam. Sesungguhnya cahaya telah luput dari mereka dan mereka terhalang darinya. Cahaya makrifat terhalang untuk mereka oleh awan-awan alam setelah cahaya itu terbit dan memancarkan cahayanya. Tetapi matahari pasti mempunyai mega nan indah-indah pasti mempunyai kerudung.

Alangkah indah nya bait syair berikut

وما احتجبت إلا برفع حجابها ومن عجب أن الظهور تستر

وقال آخر:

لقد ظهرت فما تخفى على أحد  إلا على أكمله لايبصرك القمرا

لكون بطنت بما أخفيت محتجبا  وكيف يعرف من بالعزة استترا

Cahaya itu tidak terhalang kecuali dengan membuang penghalangnya
dan mengherankan bahwa kemunculan itu menjadi penghalang."

Dan syair lain:

"Engkau telah nampak sehingga tidak samar kepada siapapun,
Kecuali kepada orang bodoh yang tidak melihat bulan
Tetapi Engkau tersembunyi dan terhalangi dengan apa kau munculkan
Bagaimana akan bisa diketahui oleh orang yang terhalang dari keagungan-Nya."