Kenali Tarekat Didaerah, MATAN Lebak Gelar Seminar Bedah Sejarah dan Budaya Cilangkahan

Lebak, JATMAN Online – Pengurus Cabang (PC) Mahasiswa Ahli Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdliyyah (MATAN) Lebak menyelenggarakan seminar Bedah Sejarah dan Budaya Cilangkahan dalam rangka memperingati Haul Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili, di Resto Batete, Malingping, Lebak, Ahad (15/09/2024).
Seminar ini menghadirkan beberapa pembicara, di antaranya Yadi Ahyadi dari Bantenologi UIN Serang, KH Hamdan Suhaemi, dan peneliti semiotika sejarah Frans Rivai Son Ghaha, dengan moderator Aries Dian Rifai.
Ketua pelaksana Yosa Fairuz menyampaikan bahwa kegiatan ini selain untuk khasanah inventarisasi data sejarah juga untuk memperluas wawasan generasi muda mengenai masa lalu daerah mereka.
“Selain sebagai kegiatan MATAN, seminar ini juga bertujuan untuk mendukung identitas dan inventarisasi sejarah kawasan DOB Cilangkahan, sekaligus memperkaya wawasan lintas generasi. Identitas suatu daerah berasal dari peninggalan dan cerita sejarahnya. Bangsa yang kuat selalu memiliki akar sejarah yang kokoh,” jelasnya.
Yadi Ahyadi menjelaskan sejarah Lebak Selatan pada masa Kesultanan Banten dan era penjajahan Belanda. Ia menjelaskan bahwa sebelum tahun 1808, Cilangkahan merupakan bagian dari wilayah kadipaten Banten Kidul.
“Sebelum 1808, kawasan Cilangkahan masih menjadi pusat pemerintahan Kadipaten Banten Kidul. Baru pada tahun 1828, pusat pemerintahan dipindahkan ke Lebak Parahyangan di Leuwidamar,” kata Abah Yadi sapaan akrabnya.
Menurutnya, wilayah Cilangkahan dahulu merupakan daerah perkebunan dan pertanian yang penting.
“Di kawasan Lebak Selatan, rempah-rempah seperti cengkih dan produk pertanian seperti gula aren cair dan tuak sangat terkenal. Investor dari berbagai negara seperti Inggris, Prancis, Tiongkok, dan negara Eropa lainnya terlibat di sini,” jelasnya.
Sementara itu, KH Hamdan Suhaemi, salah satu pemateri, memaparkan bahwa Banten adalah negeri yang dikenal sebagai pusat ajaran tarekat. Ia juga menyinggung peristiwa Geger Cilegon sebagai momen kebangkitan perlawanan bangsa terhadap penjajahan. Selain itu, ia juga mengulas perkembangan tarekat di Banten.
“Perkembangan tarekat di Banten cukup signifikan. Banten menjadi salah satu kiblat tarekat di Nusantara, terutama dengan kehadiran tokoh seperti Ki Asnawi Caringin yang mempelopori Thariqah Naqsabandiyah Qodiriyah. Banyak ulama tarekat yang terlibat dalam perlawanan, seperti dalam peristiwa Geger Cilegon,” jelasnya.
Peneliti semiotika Sejarah Frans Rivai Son Ghaha mengupas sejarah melalui pendekatan semiotika. Ia menjelaskan bahwa tanda-tanda sejarah bisa ditemukan melalui situs, artefak, nama tempat, budaya tutur, dan karakter alam setempat.
“Semiotika tidak hanya mengacu pada peninggalan benda, tetapi juga pada nama-nama tempat, budaya, dan alam. Dengan pendekatan ini, kita bisa menggali sejarah dengan lebih mendalam, melalui perbandingan berbagai sumber yang ada,” ujar Frans.
Frans juga menyoroti bahwa wilayah Lebak Selatan, khususnya Malingping, memiliki sejarah yang sangat tua. Lebak Selatan memiliki sejarah yang panjang, mulai dari kultur kasepuhan hingga peninggalan megalitikum seperti yang ditemukan di Cibedug, Batu Luhur, dan Leuweung Taman.
“Sementara Malingping dari dulu sudah menjadi pusat kota. Semua warga Malingping sekitarnya, mereka mengaku dari Malingping,” pungkasnya.