Kampung Kauman Peninggalan Agamawan, Benarkah?

September 20, 2023 - 17:00
 0
Kampung Kauman Peninggalan Agamawan, Benarkah?

Di Pulau Jawa, nama desa atau kampung ‘Kauman’ berada di banyak titik yang tersebar di beberapa provinsi seperti Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Yogyakarta, nama desa atau kempung Kauman terletak di Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta. Bahkan di sana berdiri pula sebuah masjid yang juga bernama Masjid Gedhe Kauman, di mana masjid tersebut merupakan masjid utama Kesultanan Yogyakarta.

Adapun di Jawa Tengah, nama Kauman menjadi desa atau kampung di beberapa kecamatan dan kabupaten, seperti di Kudus, Jepara, Batang, Kecamatan Juwana di Pati, Kecamatan Comal di Pemalang, Kecamatan Wiradesa di Pekalongan, Kecamatan Polanharjo di Klaten, Kecamatan Ngeluwar di Magelang dan lain-lain.

Sedangkan di Jawa Timur, Kauman menjadi nama desa atau kampung di Tulungagung, Ponorogo, Nganjuk, Kecamatan Karangrejo di Magetan, Kecamatan Widodaren di Ngawi, Kecamatan Baureno di Bojonegoro, Kecamatan Sidayu di Gresik, Kecamatan Ngoro dan Mojoagung di Jombang, Kecamatan Pagu di Kediri, Kecamatan Klojen di Malang dan banyak lagi.

Namun, apakah sebetulnya yang melatarbelakangi menjamurnya kata Kauman menjadi nama desa atau kampung di beberapa provinsi di Jawa?

Kauman atau Pekauman adalah sebutan untuk kompleks atau area tempat tinggal para kalangan agamawan (meliputi penasihat agama sultan, ulama, imam-imam, pengurus masjid, santri, dan lain-lain) beserta keluarga dan murid-muridnya pada era kesultanan Jawa.

Berdasarkan sejarah Surakarta, nama Kauman mememliki keterkaitan dengan keberadaan Kraton Kesultanan Surakarta. Namun jauh sebelum berdirinya Kesultanan Surakarta, tatanan seperti ini sudah lebih dulu diterapkan pada masa Kesultanan Mataram yang kemudian berpindah lagi ke Kartasura dan kemudian Surakarta (1745).

Pada awalnya Kampung Kauman hanya ada di sekitar keraton sebagai pusat pemerintahan kesultanan., sebagaimana sebuah dusun bernama Dusun Kauman di Desa Pleret, di mana sisa-sisa reruntuhan Masjid Agung Kauman Pleret ditemukan. Namun pada masa berikutnya, setiap bupati di wilayah eks Mataram mengadopsi konsep tersebut sehingga nama Kauman banyak tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur

Sementara itu, Kampung Kauman yang berada di wilayah Ponorogo memiliki sejarahnya sendiri yang berbeda dengan kebanyakan daerah lainnya, Di kutip dari website desa, nama Kauman berasal dari Istilah ‘Kawulo Slamet Aman’ dengan mengacu pada sejarah bahwa dahulu ada sekelompok orang yang menghuni sebuah hutan. Orang orang ini merasa tidak nyaman dalam menjalani kehidupannya karena ketentraman mereka selalu diganggu oleh para penghuni hutan yang berupa binatang, para budi srani dan penunggu lainnya.

Pada suatu hari mereka mengadakan musyawarah yang dipimpin oleh Eyang Dullah Srengat untuk mengadakan perlawanan dengan penunggu hutan tersebut dengan cara menebang sebuah pohon yang teryata sebagai tempat persembunyian para pengganggu kehidupan mereka.

Pada hari yang telah ditentukan berangkatlah Eyang Dullah Srengat bersama teman-temannya untuk mengadakan perlawanan dengan penghuni hutan itu. Namun dalam beberapa kali penyerangan yang dilakukan, Eyang Dullah Srengat mengalami beberapa hambatan, sehingga penaklukan kepada penghuni hutan belum membuahkan hasil.

Pada suatu hari ada seorang dari Klaten bernama Amir Mahmud yang sedang dalam perjalanan menemui Raden Betoro Katong. Orang ini membantu Eyang Dullah Srengat dan kawan kawannya untuk menaklukkan para penghuni hutan.

Dalam penyerangan kali ini Eyang Dullah Srengat dan Eyang Amir Mahmud berhasil membakar pohon yang jadi tempat persebunyian para pengganggu dengan cara yang sangat tradisional yaitu menggesek-gesekkan batu lintang ke pohon yang telah dilingkari dengan bunga alang-alang. Karena panas maka percikan batu itu dapat menimbulkan api dan membakar bunga alang-alang sehingga pohon itu tumbang. Ketika pohon tumbang itulah bumi bergetar dan tiba-tiba muncul seorang pertapa ngalong bernama kibekel Wiryo Dikromo Niti atau terkenal dengan sebutan mbah Solo yang di makomkan di kedung pawon, membantu menaklukkan penghuni hutan. Yang akhirnya kawasan hutan berhasil ditelukkan.

Walaupun kawasan hutan telah ditelukkan, namun mereka tidak akan mengganggu kawulo penghuni hutan. Ini artinya penghuni hutan tetap dalam keadaan aman sebagaimana yang di ucapkan oleh Amir Mahmud ketika menancapkan teken di dekat pohon yang tumbang sebagai tanda telukan. Disisi lain Eyang Dullah Srengat tetap minta supaya kehidupannya di dalam hutan itu tidak di ganggu oleh kawulo hutan.

Pembicaraan kedua orang itu disaksikan oleh ki Bekel Wiryo Dikromo Niti. Maka atas permintaan kedua orang tersebut, bekel wiryo Dikrono niti berucap bahwa hutan telukan itu adalah laladan Kawulo Aman.

Dalam perkembangannya kawasan taklukan dari Dullah Srengat Amir Mahmud, dan ki bekel Wiryodikromo menjadi daerah yang maju, sehingga terbentuklah suatu pemerintahan dengan nama Kauman, dengan mengacu pada sejarah bahwa leluhur mereka adalah Kaum yang minta Aman.

Dari perbedaan sejarah ini menyimpulkan bahwa tidak semua nama Kauman merupakan peninggalan kesultanan. Bisa jadi nama tersebut merupakan akronim atau memiliki latar belakang sejarah yang berbeda dari mayoritas.