Biografi Mush'ab bin Umair, Ahli Qiraat dari Madinah

Desember 18, 2024 - 06:10
 0
Biografi Mush'ab bin Umair, Ahli Qiraat dari Madinah
Ilustrasi Sahabat Mush’ab bin Umair

Mush’ab bin Umair adalah salah seorang sahabat Rasulullah Saw yang berasal dari kabilah Bani Abdu Dar dari suku Quraisy. Ia lahir dan dibesarkan dalam kondisi bergelimang harta. Kedua orang tuanya sangat memanjakannya, sehingga ia menjadi orang yang paling beruntung di antara para pemuda Mekkah.

Mush’ab masuk Islam atas kehendak dirinya sendiri, karena ia meyakini bahwa ajaran Rasulullah Saw adalah ajaran yang membawa kebenaran. Ia datang ke Darul Arqam untuk menemui Rasulullah Saw dan menyatakan keislamannya. Setelah masuk Islam, tidak ada yang lebih dikhawatirkan dan ditakutinya selain ibunya.

Mush’ab memutuskan untuk merahasiakan keislamannya sampai Allah menghendaki lain, sebagaimana yang dikisahkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat al-Kubra. “Tak ada seorang pun dari keluarganya yang mengetahui hal itu, termasuk ibunya sendiri yang sangat memanjakannya.” 

Mush’ab telah berusaha untuk merahasiakan keislamannya dari penduduk Mekkah, namun Utsman bin Thalhah melihatnya ketika ia secara diam-diam masuk ke Darul Arqam. Karena itu, Utsman bin Thalhah berlari dengan cepat menuju rumah orang tua Mush’ab untuk menyampaikan berita yang telah ia lihat.

Setelah keluarga dan para pembesar Mekkah mengetahui hal tersebut, Mush’ab kemudian ditawan dalam ruangan rumahnya yang tertutup rapat. Ia ditawan sampai beberapa orang di antara kaum Muslimin hijrah ke Habasyah. Mush’ab berhasil mengelabui ibu dan para penjaganya, lalu bergegas hijrah menuju Habasyah dengan penuh ketaatan.

Terakhir kali Mush’ab bertemu dengan ibunya adalah saat ia pulang dari Habasyah. Mush’ab berkata kepadanya, “Bersaksilah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.” Ibunya menjawab, “Demi bintang, sekali-kali aku takkan pernah masuk ke dalam agamamu. Sungguh otakku bisa menjadi rusak dan akalku akan dianggap lemah.” Lalu, Mush’ab diusir oleh ibunya.

Pada musim haji berikutnya, Rasulullah Saw mengutus Mush’ab ke Madinah untuk ikut bersama dua belas laki-laki yang datang menemuinya di Aqabah. Ia ditugaskan untuk membacakan Al-Qur’an, mengajarkan Islam, dan membantu mereka memahami agama, termasuk mengajarkan cara berdakwah sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Karena tugasnya itu, ia dijuluki Muqri’ Al-Madinah (juru qira’ah Kota Madinah). Inilah yang kemudian dikenal sebagai Baiat Aqabah Pertama.

Mush’ab bin Umair adalah salah satu duta Islam yang mampu mengislamkan beberapa perkampungan di Yastrib karena kesejukan dakwahnya, kecuali perkampungan Bani Umayyah bin Zaid, Khatmah, dan Wa’il. Di lingkungan tersebut terdapat seorang penyair ulung yang sangat berpengaruh, yaitu Qais bin al-Aslat.

Pada musim haji berikutnya, tahun ke-13 kenabian atau bulan Juni 622 M, Mush’ab bersama rombongan besar kaum Muslimin Madinah kembali ke Mekkah. Mereka berjumlah 70 orang laki-laki dan dua orang perempuan, yaitu Nusaibah binti Ka’ab dan ‘Asma binti ‘Amr bin ‘Adiy. Ia menyusup di tengah jamaah haji kaum musyrik. Berbeda dengan sebelumnya, di mana Baiat Aqabah hanya diikuti enam penduduk Yastrib, kali ini jumlah pengikutnya telah bertambah pesat.

Kedatangan mereka tidak hanya untuk haji, melainkan juga untuk bertemu Rasulullah Saw dan melakukan baiat. Singkat cerita, mereka bertemu dengan Rasulullah Saw secara sembunyi-sembunyi. Mereka dibacakan Al-Qur’an oleh beliau, kemudian Rasulullah Saw bersabda, “Aku membaiat kalian untuk membelaku, seperti kalian membela istri-istri dan anak-anak kalian.” Peristiwa ini kemudian dinamakan Baiat Aqabah Kedua atau Baiat Aqabah Kubra.

Mush’ab bin Umair wafat sebagai pembawa panji kaum Muslimin pada Perang Uhud. Ia dibunuh oleh Ibnu Qami’ah. Jasadnya ditemukan dalam keadaan telungkup, menyembunyikan wajahnya yang berlumuran darah ke tanah. Tubuhnya yang kaku seolah-olah masih khawatir jika melihat Rasulullah Saw tertimpa musibah.

Ketika Rasulullah Saw dan para sahabat ingin mengafani Mush’ab, mereka tidak menemukan kain kecuali selembar selimut. Jika kain itu diletakkan di kepalanya, tampaklah kakinya. Jika diletakkan di kakinya, tersingkaplah kepalanya. Rasulullah Saw kemudian bersabda, “Letakkanlah kain itu di bagian kepala lalu tutuplah kedua kakinya dengan idzkhir (tumbuhan berbau harum yang bisa digunakan dalam penguburan).”

Dengan penuh arti, Rasulullah Saw memandangi jasad Mush’ab yang gugur di medan pertempuran, kemudian berpaling kepada para sahabat yang selamat dari Perang Uhud. Rasulullah Saw bersabda, “Wahai manusia, berziarahlah kepada mereka, datangilah mereka, dan ucapkanlah salam kepada mereka! Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah seorang muslim mengucapkan salam kepada mereka hingga hari kiamat, kecuali mereka akan menjawab salamnya.”

Sumber:

  • Ibnu Sa’ad, at-Thabaqat al-Kubra, jilid III, hal. 117.  
  • Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Rahiqul Makhtum [Riyadh: Muntada ats-Tsaqafah, 2013], halaman 133-141.  
  • Khalid Muhammad Khalid, Biografi 60 Sahabat Rasulullah Saw [Jakarta: Qisthi Press, 2015], halaman 29-30.

Penulis: Danial. M Alumni Pondok Pesantren Hj. Haniah, Maros Mahasantri Ma’had Aly Sa’idussidiqiyah, Jakarta.

Khumaedi NZ Santri Gedongan, Penikmat Kopi Angkringan.