KONSEP KOSMOLOGI INSAN KAMIL DALAM PERSPEKTIF IBNU ARABI

Konsep Kosmologi Insan Kamil Dalam Perspekti Ibnu Arabi
Manusia secara ontologis adalah makhluk yang paling sempurna bila dibandingkan makhluk lain. Kesempurnaan manusia dapatt dilihat manusia diberikan kelebihan Allah Swt berupa akal, dan hati. Akal marupakan rumah sumber ilmu untuk memahami dan menalar berbagai permasalahan-permasalahan yang bersifat rasional dan empiris . Sementara hati sebagai tempat seseorang dapat merasakan segala persoalan-persoalan yang bersifat spiritual. Dengan hati seseorang dapat merasai berbagai hal-hal bathin seperti sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat tercela. Sedangkan ruh berfungsi sebagai wadah untuk menyaksikan manifestasi [tajalli] Allah Swt di alam semesta ini. Secara Kosmologi dalam diri Manusia Paripurna mencakup semua sifat-sifat alam semesta (makrokosmos/alam al-Kabir). Maka manusia itu adalah mikrokosmos (alam shagir). Dan Secara Aksiologis, manusia sempurna itu adalah manusia yang sempurna ilmu, nya sempurna iman nya, sempurna akhlak nya dan sempurna makrifatnya. Pada tahap ini ia dapat memberikan kebaikan dan manfaat yang universal bagi setiap lapisan Masyarakat, merekalah para nabi, rasul, dan wali wali Allah Swt.
Dalam kajian tasawuf falsafi atau tasawuf irfani, memberikan penjabaran yang kompherensif mengenai esensi kesempurnaan manusia dengan istilah al-Insan al-Kamil atau Insan Kamil. Wiliam C. Chttick dalam bukunya Imaginal World, Ibnu Arabi and the Problem of Religious menjelaskan; .”Ketika Ibnu Arabi membahas Manusia, dia mengarahkan perhatianya pada manusia sempurna, bukan manusia yang dikenal sebagai makhluk pelupa dan bodoh. Dia memandang manusia sempurna dari dua sudut pandang yang secara fundamental bertolak belakang, ketika dia memetakan antara realitas bathinia mereka dalam pengetahuan Tuhan dan pengejahwatan mereka dibumi. Pertama dengan “hakikat” manusia sempurna, yang dia maksudkan adalah arketipe abadi dan kekal dari semua manusia sempurna secara individual, sedangkan yang kedua adalah dengan melalui pengejahwatan mereka, dia maksudkan adalah pada Nabi dan Wali Allah di dalam aktualitas sejarah mereka. Pembahasan tentang hakikat tunggal dari manusia sempurna dilengkapi oleh fakta bahwa dia merujuk kepadanya dengan banyak sebutan yang beragam. Demi tujuan saat ini, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa dia sering menyebutnya dengan. “Hakikat Muhammadiyah.”
Syekhul al-Akbar Ibnu Arabi berkata:
من عرف نفسه، فقد عرف ربه، وقال تعالى (سنريهم اياتنا في الآفاق) [فصلت : ٥٣] وهو ما خرج عنك (وفي انفسهم ) [فصلت: ٥٣] وهو ، (حتى يتبين لهم ) [فصلت؛ ٥٣] أي للناظرين(إنه الحق) [فصلت: ٥٣]. أي من حيث إنك صورته وهو روحك. فأنت له كالصورة الجسمية لك، وهو لك كالروح المدبر لصورة جسدك.
Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya. Allah Ta'ala berfirman, "Kami memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat atau tanda-tanda [ufuk] kekuasaan kami di alam semesta ini," (QS. Fushshilat: 53). Yakni dunia luar, yang diluar dirimu "dan juga dalam diri mereka," (QS Fushshilat: 53). "yakni esensi dirimu atau ruang batin dirimu. "agar menjadi menjadi jelas bagi mereka," (QS. Fushshilat: 53) yakni bagi mereka yang memandang (dengan makrifat atau realitas hakiki). "bahwa Dialah Yang Haq." Dalam arti engkau adalah gambaran atau image-Nya; Dia adalah Ruhmu. Pada satu sisi, relasimu denganNya adalah seperti relasi wujud fisikmu dengan dirimu. Sementara, pada sisi lain, relasiNya denganmu adalah seperti relasi ruh pengatur (dalam dirimu) dengan bentuk fisik badanmu. [Fushush Al-Hikam, Dar Al-Kutubi Al-Arabi, Beirut hal 69].
Syekh Mu'ayyid al-Din al-Jand memberikan penjelasan kalam dari Ibnu Arabi diatas, bahwa:
سنريهم اياتنا في الافاق (فصلت : ٥٣) وهو ما خرج عنك ظاهرا، إذ لا خارج عنك معنى "وفي أنفسهم " (فصلت : ٥٣) وهو عينهم التي هو صور أحدية حمع الآيات كلها.
والمعرفة الحقيقة بالرب إنما تكون بالجمع بين المعرفة بالايات الإلهية في الصور الآفاقية التفضيلية في حمع عوالم الفرق والتفصيل، وبين المعرفة بأحدية حمع الآيات الآيات الاحدية الجمعية التي في الصور الإنسانية، فإن الله خلق آدم على صورة الله تعالى، وخلق العالم على صورة الإنسان، فالعالم هو الإنسان الكبير صورة لا معنى، والإنسان هو العالم الصفير صورة لامعنى، والعالم هو الإنسان الصغير معنى الكبير صورة، والإنسان هو العالم الكبير معنى الصغير صورة، فافهم.
"Akan kami perlihatkan pada mereka tanda-tanda kebesaran Kami dalam seluruh ufuk (alam semesta)" [QS. Fushshilat: 53]. Adalah apa yg ada diluar diri anda yang dhahir tidak diluar diri pada maknawi. "Dan juga pada diri-diri mereka" [QS. Fushshilat: 53] yaitu esensi-esensi yang merupakan ketercakupan Keesaan (Ahadiyat Jami) di setiap tanda-tanda.
Mengenal Hakikat ketuhanan dengan menghimpun antara mengenal tanda-tanda Ketuhanan pada gambaran ufuk (alam semesta) yang terperinci pada ketercakupan alam serta keterpisahan dan pada keterperinciannya. Diantara mengenal ketercakupan Keesaan dari tanda-tanda Keesaan pada alam semesta dan dari ketercakupan keterhimpunan pada gambaran Insaniyah.
Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari rupa Allah Ta'ala, dan menciptakan alam dari atas rupa Insan. Sesungguhnya alam adalah al-Insan al-Kabir (Makrokosmos) sebagai rupa pada makna. Dan Insan adalah alam shaghir (Mikrokosmos) sebagai rupa pada makna. Dan alam merupakan Insan shaghir (mikrokosmos) dengan makna gambaran al-Kabir (makrokosmos), dan Insan merupakan alam al-Kabir (makrokosmos) makna gambaran shaghir (mikrokosmos) sebagai gambarannya. Maka fahamilah. [ Kitab Syarah Mu'ayyid al-Din al-Jandi ala Fushush Al-Hikam, Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, Beirut hal 283 ].
Lebih lanjut konsep Insan kamil yang oleh Syekh al-Akbar Ibnu Arabi, menjelaskan, “Awal mula penciptaan adalah Debu [al-haba], dan eksitensi pertama yang ada di dalamnya adalah hakikat Mummadiyah yang berasal dari nama Ar-Rahman. Ia tidak terbatasi oleh ke-dimanaan [ayna] karena ia tidak terikat dengan ruang. Dari apakah alam semesta tercipta? Ia tercipta dari sebuah hakikat spesifik yang tidak disifati dengan eksistensi maupun non-ekistensi. Di dalam apakah ia tercipta? Ia tercipta di dalam Debu. Seperti model apa ia tercipta? Ia tercipta berdasarkan sebuah spesifik dalam Diri al-Haq. Untuk apa ia tercipta? Ia tercipta untuk memanifestasikan hakikat-hakikat Ilahi.”
“Apa tujuan penciptaan? Tujuannya adalah untuk memurnikan apa yang tercampur, agar setiap alam mengetahui porsi mereka masing-masing dari penciptanya dengan tanpa kerancuan. Jadi, tujuan penciptaan alam semesta untuk memanifestasikan esensi-esensi [hakikat-hakikat], dan untuk mengetahui orbit-orbit alam besar [makrokosmos] yaitu segala sesuatu selain manusia menurut isitilah yang disepakati oleh semua dan alam kecil [mikrokosmos] yaitu manusia yang menjadi ruh bagi alam semesta serta menjadi alasan dan penyebabnya. Seperti halnya manusia adalah sebuah mikrokosmos dari segi jasadnya, ia juga dianggap rendah dan remeh [haqir] jika dilihat dari segi kebaharuannya. Tetapi ia bisa menyerupai dan mengaku sebagai Tuhan [ta’alluh] karena ia khalifah Allah di alam semesta, dan di alam semesta ditundukkan sebagai objek “Ketuhanan” manusia, sama seperti manusia yang menjadi objek bagi ketuhanan.” [ Futuhat al-Makkiyah, Dar Ihya Thurast al-Arabi, Beirut hal 191 ].
Telah dijelaskan bahwa Ibnu Arabi menyebut manusia sempurna sebagai aspek-aspek dalam dan luar dari Realitas, A.E. Afifi dalam bukunya A Mystical Philosopy of Muhyid Din Ibn Arabi menerangkan, “Ini Meringkaskan apa yang dimaksudkan mikrokosmos manusia sempurna adalah suatu miniature Realitas [Yakni Tuhan dan Alam]. Ibnu Arabi secara rinci menerangkan betapa Insan Kamil [manusia sempurna] itu menyatu dalam dirinya semua mikrokosmos yang termanifestasi secara terpisah-pisah atau dapat bermanifestasi di dalam dunia spiritual maupun dunia fisik. Contoh-contoh dibawah ini adalah kesamaan-kesamaan yang ia tarik diantara mikrokosmos dan makrokosmos.” Syakh Ibnu Arabi dalam Kitab Futuhat al-Makkiyah menjelaskan korelasi antara mikrokosmos dan makrokosmos;
فالحقيقة المحمدية وفلكها الحياة نظير ها من الإنسان اللطيفة والروح القدسي،
. ومنهم العرش المحيط ونظيره من الإنسان الجسم.
ومن ذلك الكرسي ونظيره من الإنسان النفس
ومن ذلك البيت المعمور ونظيره من الإنسان القلب
ومن ذلك الملائكة ونظيره ها من الأرواح التي فيه والقوى.
ومن ذلك زحل وفلكه نظيره من الإنسان القوة العلمية والنفس.
ومن ذلك المشتري وفلكه نظيره هما القوة الذكر ومؤخر الدماغ.
ومن ذلك الأحمر وفلكه نظيره هما القوة العاقلة واليافوخ.
ومن ذلك الشمس وفلكها نظير هما القوة المفكرة ووسط الدماغ.
ثم الزهرة وفلكها نظير هما القوة الوهمية والروح الحيواني.
ثم الكاتب وفاكهه نظير هما القوة الخيالية ومقدم الدماغ.
ثم القمر وفلكه نظيره هما القوة الحسية والجوارح التي تحس. فهده طبقات العالم الأعلى ومظائره من الإنسان
Hakikat Muhammadiyyah, orbitnya adalah al-hayyah (kehidupan), persamaan dalam diri manusia terletak pada Latifah (sisi kehalusan) dan Ruh Al-Quddus. Arasy yg meliput persamaan dalam diri Manusia terletak pada Jisim Kulli (tubuh manusia). Kursy persamaan dengan manusia adalah pada Nüfus ( jiwa). Baitul Makmur persamaan dengan manusia adalah pada qalbu (hati) Para Malaikat persamaan nya dengan manusia adalh pasa ruh-ruh dan kekuatatan/daya yg ada pada diri manusia. Zuhal (Planet Saturnus) dan orbitnya. Persamaan dengan manusia adalah kekuatan ilmiah dan nafas. Al-Musytari (Planet Jupiter) dan orbitnya, persamaan dengan manusia adalah kekuatan memori dan bagian belakang otak. Al-Ahmar (Planet Mars) dan orbitnya, persamaan dengan manusia adalah kekuatan akal dan ubun-ubun kepala. Asy-Syamsy (Matahari) dan orbitnya, persamaan dengan manusia adalah kekuatan pikiran dan bagian tengah otak. Az-Zuhroh (Planet Venus) dan orbitnya persamaan dengan manusia adalah kekuatan fantasi (wahamiyah) dan ruh hewani. Al-Qutub (Planet Merkurius) dan orbitnya persamaan dengan manusia adalah kekuatan imajinasi (khayaliyah) dan bagian depan otak. Dan Al-Qomar (bulan) dan orbitnya persamaan dengan manusia adalah kekuatan inderawi dan bagian-bagian tubuh yg dapat mengindera). Ini semuah tabaqat (tingkatan-tingkatan) tajalli alam tertinggi dan persamaannya dengan manusia. (Al-Futuhatul Al-Makkiyah Bab 6, Dar Ihya Al-Thorast Al-Arabi Beirut hal 194-195).
Dalam hal ini, Masataka Takeshita dalam bukunya: Ibn Arabi’s Theory of the Perfect Man its Place in the History of Islamic Thought menjelaskan, “Karena manusia [dikatakan mikrokosmos] dapat dapat mengetahui segala hal di alam semesta [makrokosmos], maka dia pasti memiliki segala sesuatu yang ada di alam semesta dalam dirinya. Sebagaimana Ibnu Arabi sendiri mengakui, keserupaan ini dalam kenyataannya hanyalah metafora dan kiasan [Isti’arah wal-Majaz].” Selanjutnya Wiliam C. Chttick dalam Imaginal World, Ibnu Arabi and the Problem of Religious mengatakan Pendeknya; Mikrokosmos adalah manusia, diciptakan dalam bentuk setiap nama Tuhan dan didalam dirinya terkandung hakikat yang membawa kosmos ke dalam eksistensi. Makrokosmos adalah keseluruhan kosmos, sepanjang manusia sempurna eksis di dalamnya, karena tanpa mereka tidaklah lengkap, sebuah tubuh tanpa ruh. Baik Mikrokosmos dan Makrokosmos adalah bentuk Tuhan yang zahir di dalam tatanan makhluk. Hakikat al-Insan al-Kamil [manusia sempurna], yang juga dikenal hakikat Muhammad, adalah bentuk bathinia Tuhan yang dikenal oleh Tuhan sendiri, atau wajah Tuhan yang menjelma dalam makhluk baik Mikrokosmos dan Makrokosmos. Jadi manusia sempurna di dalam aktualitas historisnya “Segi tampak dalam bentuk Tuhan.” Entitas yang selalu mencari Tuhan, dengan demikian Dia Mengaktualisasikan tujuan-Nya dalam menciptakan alam semesta.
Budi Handoyo, Dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh