Spiritual, Sebuah Pengembaraan

September 19, 2023 - 08:03
Spiritual, Sebuah Pengembaraan

Kata pengembara biasanya digunakan untuk seseorang yang melakukan perjalanan yang sangat jauh. Jika seseorang ingin menempuh perjalanan dari satu kota ke kota lain, atau dari satu Negara ke Negara lain, memiliki bekal yang cukup untuk perjalanannya adalah suatu keharusan atau bahkan bisa mati kelaparan atau kehausan di dalam perjalanannya. Demikian pula perjalanan spiritual.

Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk kembali kepada-Nya sebagaimana firman-Nya, “Maka segeralah kembali kepada Allah” (Qs adz-Dzariyat: 50).

Perjalanan kembali kepada Allah adalah perjalanan yang penuh misteri. Bagaikan menempuh gurun ruhani yang tak terbatas luasnya dan tak dapat diraba oleh panca indera. Sehingga para pengembaranya perlu secara sungguh-sungguh mempersiapkan perlengkapan dan bekal perjalanannya. Jika pengembara dunia saja membutuhkan bekal untuk melewati gurun sahara yang sangat terbatas dan bisa dirasakan oleh panca indera. Lalu, bagaimana dengan pengembara spiritual yang akan melewati gurun ruhani yang tak terbatas dan tak dapat diraba dengan panca indera? Al-Imam al-Ghazali di dalam bukunya Minhaj al-‘Abidin, menjelaskan tentang perjalanan ruhani sebagai berikut, “Jalan yang ditempuh licin, banyak lintasan, jauh, banyak rintangan, kehancuran, musuh, dan perampok. Inilah jalan menuju surga, seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah, ‘Surga diliputi dengan tipu daya dan neraka diliputi dengan syahwat’.

Selain itu, kondisi seorang hamba sangat lemah, zaman telah rusak, masalah agama simpang siur, waktu luang yang sedikit, kesibukan yang banyak, umur yang pendek, amal yang penuh dengan kekurangan, ajal yang dekat dan perjalanan yang jauh. Oleh karenanya tidak ada bekal yang harus dimiliki kecuali amal taat. Seseorang yang memilikinya, maka dia termasuk hamba yang beruntung dan bahagia selamanya”. Seorang yang berakal pasti ingin memenuhi panggilan Tuhan untuk kembali kepada-Nya dan orang yang berakal pasti mempersiapkan bekal dalam menempuh perjalanannya.

Dalam buku ini, al-‘Allamah Abdullah bin Ali al-Haddad telah memberikan tanda-tanda bagi pengembara spiritual agar tidak tersesat. Mendirikan tangga bagi mereka untuk mencapai puncak. Dan membekali mereka dengan nasihat dan petunjuk hingga mereka yang menerimanya tak mungkin mati kelaparan atau kehausan. Susunan nasihatnya yang begitu rapid an cara beliau menyampaikannya, menunjukkan beliau telah melewati perjalanan itu dan menguasai seluk beluknya. Tak salah jika seorang ‘arifin pernah berkata, “Aku lebih mengetahui jalan ke langit daripada jalan di bumi”. Dalam buku ini beliau menuntun kita bak seorang ayah terhadap anaknya, dan kita seakan-akan mendapatkan seorang syaikh spiritual sebagai penuntun. Sungguh beruntung mereka yang mendengar nasihat dari beliau, dan sungguh beruntung mereka yang mengamalkannya dengan ikhlas.

Untuk melengkapi kesempurnaan buku ini, kami sajikan bait-bait perkataan seorang ulama -besar al-Imam Abdullah al-‘Aidrus yang dijelaskan dan dijabarkan oleh al-Imam Abdullah bin al-Alwi al-Haddad sebagai penutup buku ini. Bait-bait yang telah dijabarkan oleh al-Imam Abdullah bin al-Alwi al-Haddad ini kami kutip dari kitab beliau yang berjudul Ithaf as-Sail.

Di dalam buku ini terdapat istilah-istilah sufi yang sulit dipahami, dan kami telah menyediakan penjelasannya dalam glossary. Semoga bermanfaat bagi siapa yang membaca dan ingin mengamalkannya.[Tim Pustaka JATMAN]

Lihat juga di Perpustakaan Digital JATMAN