Misteri Perjalanan Haji Syekh Abu Yazid al-Bisthami

Dikisahkan oleh Syekh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa di saat Syekh Abu Yazid al-Bisthami tengah menempuh perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, sejenak beliau bersinggah di kediaman seorang sufi yang cukup populer di kalangan penduduk Bashrah. Sufi itu menyambut kedatangan Syekh Abu Yazid seraya bertanya, “Apa yang kau inginkan hai Abu Yazid?” Syekh Abu Yazid menjawab, “Aku ingin menuju Makkah untuk mengunjungi rumah Allah (Ka’bah).”

Agustus 30, 2023 - 05:25
Misteri Perjalanan Haji Syekh Abu Yazid al-Bisthami

Dikisahkan oleh Syekh Syamsuddin at-Tabrizi bahwa di saat Syekh Abu Yazid al-Bisthami tengah menempuh perjalanan menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji, sejenak beliau bersinggah di kediaman seorang sufi yang cukup populer di kalangan penduduk Bashrah. Sufi itu menyambut kedatangan Syekh Abu Yazid seraya bertanya, “Apa yang kau inginkan hai Abu Yazid?” Syekh Abu Yazid menjawab, “Aku ingin menuju Makkah untuk mengunjungi rumah Allah (Ka’bah).”

“Cukupkah bekalmu untuk perjalanan ini?” tanya sang sufi. “Cukup,” jawab Syekh Abu Yazid. “Berapa bekalmu?” sang sufi bertanya lagi. “200 dirham” jawab Syekh Abu Yazid. Sang sufi kemudian berpersan, “Serahkan saja uangmu kepadaku dan bertawaflah di sekeliling hatiku sebanyak tujuh kali!” Dengan tenang dan penuh kerendahan hati Syekh Abu Yazid menyerahkan 200 dirham itu lalu sang sufi pun berpetuah, “Wahai Abu Yazid, hatiku adalah rumah Allah, dan Ka’bah juga rumah Allah. Namun terdapat satu perbedaan saja antara Ka’bah dan hatiku!.”

Syekh Abu Yazid masih terdiam menyimak, dan sang sufi melanjutkan: “Allah tidak pernah memasuki Ka’bah semenjak didirikan-Nya, tetapi Allah tidak pernah keluar dari hatiku semenjak dibangun-Nya!.” Syekh Abu Yazid hanya menundukkan kepala dan sang sufi pun mengembalikan uangnya seraya berkata: “Baiklah, teruskan perjalanan muliamu menuju Makkah!”

Diriwayatkan pula bahwa Syekh Abu Yazid al-Bisthami suatu ketika mengungkapkan,

حَجَجْتُ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَرَأَيْتُ الْبَيْتَ وَلَمْ أَرَ رَبَّ الْبَيْتِ، وَحَجَجْتُ الْمَرَّةَ الثَّانِيَةَ فَرَأَيْتُ الْبَيْتَ وَرَبَّ الْبَيْتِ، وَحَجَجْتُ الْمَرَّةَ الثَّالِثَةَ فَرَأَيْتُ رَبَّ الْبَيْتِ وَلَمْ أَرَ الْبَيْتَ.

“Aku melaksanakan haji untuk pertama kalinya maka aku melihat Ka’bah dan tidak melihat Tuhan Ka’bah, dan aku melaksanakan haji untuk kedua kalinya maka aku melihat Ka’bah sekaligus Tuhan Ka’bah, dan aku melaksanakan haji untuk ketiga kalinya maka aku melihat Tuhan Ka’bah dan tidak melihat Ka’bah.”

Syekh Abu Yazid Thaifur bin Isa al-Bisthami adalah seorang tokoh sufi yang wafat pada tahun 261 H. dan nama beliau tidaklah asing bagi para penimba maupun pengamal ilmu tasawuf. Sedangkan Syekh Syamsuddin at-Tabrizi yang meriwayatkan kisah di atas adalah juga seorang sufi besar yang wafat tahun 645 H. dan telah banyak menuangkan inspirasi spiritual kepada Syekh Jalaluddin ar-Rumi (wafat th. 672 H.) sang penggagas Tarekat Maulawiyah. Lalu siapakah gerangan sufi nyentrik yang begitu dihormati bahkan dipatuhi Syekh Abu Yazid dalam kisah di atas? Allahu A’lam.

Namun benar adanya bahwa di dalam hati seorang wali selalu ada Allah. Di hati seorang wali bukannya dunia dengan segala kenikmatan sesaatnya. Bahkan Rasulullah Saw. sendiri pernah menyatakan bahwa hati seorang mukmin merupakan takhta Ilahi, sebagaimana dikutip dalam kitab tafsir Syekh Muhyiddin bin Arabi (wafat th. 638 H.) Beliaupun mengutip sebuah hadits qudsi yang berbunyi:

“لَا يَسَعُنِي أَرْضِي وَلَا سَمَائِي، وَيَسَعُنِي قَلْبُ عَبْدِيَ الْمُؤْمِنِ”

 “Tidaklah meliputi-Ku bumi maupun langit-Ku. Yang meliputi-Ku hanyalah hati hamba-Ku yang mukmin.”

*Penulis merupakan Mudir Awal Idarah Syu’biyah JATMAN Lombok Timur