Bila Kau Memilih Tangan Di Atas, Biar Aku Memilih Tangan Di Bawah
Saya yakin jawabannya hampir 100% memilih posisi tangan di atas. Karena jelas ada hadis yang selalu didengungkan oleh para ustaz, kiai, mubaligh dan para youtuber beken bahwa tangan di atas lebih baik, lebih mulia, dan lebih-lebih daripada posisi tangan di bawah.

Mana yang lebih mulia, posisi tangan di atas atau posisi tangan di bawah?
Saya yakin jawabannya hampir 100% memilih posisi tangan di atas. Karena jelas ada hadis yang selalu didengungkan oleh para ustaz, kiai, mubaligh dan para youtuber beken bahwa tangan di atas lebih baik, lebih mulia, dan lebih-lebih daripada posisi tangan di bawah.
Namun benarkah asumsi itu? Saya sendiri tidak setuju dengan asumsi tersebut. Posisi tangan di atas atau posisi tangan di bawah sama mulianya dan sama baiknya. Yang tidak baik itu ketika memberi, kemudian tidak ikhlas dan mengungkit-ngungkit pemberiannya.
Seseorang yang berada pada posisi tangan di atas maupun di bawah, ketika ada rasa ingin menunjukan sebuah eksistensi atau riya’ maka bukan kemuliaan yang didapat. Apalagi jika dilihat melalui pandangan spiritual yang sangat halus dan lembut.
Fenomena mengejar pahala dan ingin mendapatkan pahala yang besar merupakan bentuk dari asumsi yang dibangun dari narasi adanya suatu pembalasan di hari akhir yang dipahami secara leterlek. Padahal, kalau ingin berbuat baik, ya berbuat baik saja. Tidak perlu ada embel-embel ‘pahalanya gede banget bro’. Apalagi sampai terpikir ingin membawa seluruh harta benda kekayaannya ke alam kubur. Dengan cara apa itu? Banyak yang bilang dengan cara sedekah, wakaf, dan lain-lain. Ironisnya, anak yatim, orang miskin, orang faqir yang lantas dijadikan ‘obyek’.
Kemudian ada pula narasi, “Bila anda membangun masjid maka akan dibangunkan istana di surga. Bila anda memberi sedekah kepada anak yatim maka…” Begitulah kira-kira model ‘dakwah’ yang sering kita lihat.
Lantas, apakah itu benar? Ya tentu saja benar. Tidak ada yang salah. Yang salah adalah ketika kita mampu namun tidak peka terhadap orang yang kesusahan. Memberi hanya ketika diminta, dimana harus ada orang lain terlebih dahulu yang datang ke rumah, baru anda beri.
Bicara mengenai siapa yang lebih mulia di antara tangan di atas atau tangan di bawah tidak cukup hanya dibaca secara tekstual. Namun perlu juga dilihat konteksnya. Tidak ada posisi tangan di atas bila tidak ada posisi tangan di bawah. Begitu pula sebaliknya.
Jadi baik posisi di atas atau posisi di bawah adalah sama-sama mulia, dan saling memberikan kemuliaan. Si kaya memberikan kemuliaan kepada si faqir. Begitu juga si faqir sesungguhnya memberikan kemuliaan kepada si kaya. Tanpa si faqir, tidak ada wasilah untuk memberikan kemuliaan bagi si kaya.
Saya teringat nasihat seorang guru,
“Bila tidak ada yang menginginkan posisi tangan di bawah, merunduklah, ambil posisi tersebut. Hina di mata manusia, mulia dalam pandangan Allah swt.”
Penulis: Tubagus Soleh (Pengurus JATMAN Idaroh Wustho Banten)
Editor: Khoirum Millatin