Diamnya Syekh Imam Rifa’i adalah Bukti Kedalaman Ilmunya

Syekh Ahmad bin Abi al-Husain ar-Rifa’i atau Syekh Imam Rifa’i adalah seorang pendiri Thariqah Rifa’iyyah sekaligus Wali Quthub pada masanya. Sayangnya, kisah-kisah tentang beliau kurang banyak tercatat. Kalau diistilahkan dalam bahasa sekarang bukan karena beliau seorang introvert,melainkan memang kewajibannya yang tidak diperkenankan untuk banyak bicara, sebagaimana perkataannya sendiri,

Agustus 27, 2023 - 04:21
 0
Diamnya Syekh Imam Rifa’i adalah Bukti Kedalaman Ilmunya

Syekh Ahmad bin Abi al-Husain ar-Rifa’i atau Syekh Imam Rifa’i adalah seorang pendiri Thariqah Rifa’iyyah sekaligus Wali Quthub pada masanya. Sayangnya, kisah-kisah tentang beliau kurang banyak tercatat. Kalau diistilahkan dalam bahasa sekarang bukan karena beliau seorang introvert,melainkan memang kewajibannya yang tidak diperkenankan untuk banyak bicara, sebagaimana perkataannya sendiri,

أٌمِرْتُ بِالسُّكُوْتِ

“Aku diperintahkan untuk diam”

Maqam waliyullah memang beraneka ragam. Ada yang Allah anugerahi memiliki harta yang melimpah selayaknya Nabi Sulaiman as. seperti Syekh Abu Hasan as-Sadzili dan ada yang memang lebih banyak diam selayaknya Nabi Isa as. seperti Syekh Ahmad bin Abi al-Husain ar-Rifa’i.

Namun sebagaimana para ahlussufi dan waliyullah lainnya, mereka tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai waliyullah, bahkan kebanyakan mereka memilih tidak dikenal dan terasing dari keramaian daripada menjadi popular yang mengakibatkan mereka ujub kepada Allah.

Suatu hari maqam Wilayah Quthub dari Syekh Imam Rifai’i sudah diketahui oleh beberapa muridnya. Kemudian salah seorang di antaranya berkata,

“Wahai tuanku, engkaulah Wali Quthub.” Kemudian Syekh Imam Rifa’i menampik, “bersihkanlah gurumu ini dari gelar Wali Quthub.” Lalu murid tersebut berkata lagi, “Wahai tuanku, engkaulah Wali Ghauts.” Kemudian Syekh Imam Rifa’i menampik lagi, “bersihkanlah gurumu ini dari gelal Wali Ghauts.”

Keengganannya menyandang gelar Wali Quthub atau Wali Ghauts menunjukkan ketawadhu’annya kepada sesama manusia. Beliau tidak ingin diagung-agungkan dan lebih suka duduk sejajar bersama para muridnya. Bahkan saking tawadhu’nya, murid-murid beliau sering menyaksikannya kerap berjalan-jalan dengan orang-orang yang mengidap penyakit gatal-gatal, suka membaur dengan orang yang sedang mencuci baju, berbaur dengan orang yang sedang mencari kutu di rambut dan di jenggot, serta membawa makanan untuk dimakan bersama serta berada dalam satu majelis seraya meminta doa kepada mereka.

Namun tanpa beliau tunjukkan kedudukannya, para ahlussufi tersebut sejatinya sudah tahu seberapa dalam ilmunya dan seberapa dekat dirinya dengan Allah. Hal ini dibuktikan dengan ketika Syekh Imam Rifa’i  membuka majelis ilmu.

Setiap kali Syekh Imam Rifa’i menggelar pengajian, para jamaah yang posisi duduknya jauh dari sang syekh bisa mendengarkan suaranya dengan jelas sebagaimana orang yang dekat dengannya. Sampai-sampai penduduk desa-desa yang ada di kanan dan kiri Desa Ummu Ubaidah (desa Syekh Imam Rifa’i) ikut duduk di atas rumah-rumah mereka untuk mendengarkan suara beliau. Tak hanya itu, bahkan orang-orang yang tuli dan tidak bisa mendengar, ketika mereka hadir di majelis tersebut Allah bukakan pendengarannya untuk menyimak perkataan Syekh Imam Rifa’i.

Demikian pula dengan para guru thariqah yang ikut mendengarkan majelisnya dan mendengarkannya dari kejauhan. Sebagian ada yang menggelar sajadahnya kemudian setelah Syekh Imam Rifa’i sudah selesai dari mejelisnya, ulama-ulama tersebut menempelkan sajadah itu di dadanya, sehingga sajadah itu dengan sendirinya menceritakan apa yang disampaikan oleh Syekh Imam Rifa’i.

Syekh Imam  Rifa’i adalah waliyulah yang lebih suka mengamalkan daripada menitahkan. Sehingga tak jarang jika murid-muridnya ini harus bertanya kepadanya terlebih dahulu untuk mendapatkan ijazah dari beliau. Namun terhadap putranya sendiri yang bernama Shalih, beliau lebih serius berpesan untuk mengikuti jejaknya dan secara terang-terangan tidak menganggapnya lagi sebagai anak jika ia membangkang.

فلست لك انا ولا انت لي ولدا

“Aku bukanlah milikmu, dan engkau bukanlah anak bagiku”

Meskipun tidak banyak bicara, Syekh Imam Rifa’i sangat totalitas dalam pendidikan ruhani. Beliau selalu ingin murid-muridnya bisa wushul (sampai) kepada Allah dan mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya. Karena baginya, wushul kepada Allah adalah perkara yang lebih besar daripada apapun yang diperkirakan dan lebih sulit dari apapun yang dicita-citakan.

Sumber: Kitab Manaqib al Auliya’ al Abrar karya Syekh Misbah al-Musthafa