Mengenal Syekh Abdul Malik Purwokerto; Mursyid yang Dicintai Para Habaib (1)

Muhammad Ash’ad bin Muhammad Ilyas atau yang kerap disapa dengan panggilan Syekh Abdul Malik Kedung Paruk  lahir pada hari Jum’at, tanggal 3 Rajab tahun 1294 H atau bertepatan pada tahun 1881 M, di Purwekerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

September 15, 2023 - 07:17
 0
Mengenal Syekh Abdul Malik Purwokerto; Mursyid yang Dicintai Para Habaib (1)

Kelahiran Syekh Abdul Malik

Muhammad Ash’ad bin Muhammad Ilyas atau yang kerap disapa dengan panggilan Syekh Abdul Malik Kedung Paruk  lahir pada hari Jum’at, tanggal 3 Rajab tahun 1294 H atau bertepatan pada tahun 1881 M, di Purwekerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Menjelang kelahiran Syekh Abdul Malik, terdapat suatu cerita yang melatarbelakangi nama beliau. Konon, sudah menjadi kebiasaan apabila ada seorang ibu hendak melahirkan, maka dihamparkan di bawahnya sebuah kelasa (tikar), demikian pula dengan ibunda Syekh Abdul Malik, ketika beliau hendak melahirkan juga dihamparkan di bawahnya sebuah tikar. Namun bayi yang berada di dalam kandungan sang ibu tidak kunjung lahir, sehingga sang suami yaitu Asy-Syekh Muhammad Ilyas menyuruh istrinya untuk pindah tempat ke tempat tidur saja.

Tidak perlu menunggu lama, akhirnya lahirlah seorang bayi laki-laki. Bayi laki-laki tersebut diberi nama Muhammad Ash’ad bin Muhammad Ilyas, yang memiliki arti Muhammad Ash’ad yang naik (dari tikar ke tempat tidur). Beliau mempunyai nama lain yang diperoleh dari ayahnya sewaktu beliau menunaikan ibadah haji yaitu Muhammad Abdul Malik.

Beliau merupakan keturunan Pangeran Diponegoro berdasarkan “Surat Kekancingan” (semacam surat pernyataan kelahiran) dari pustaka Kraton Yogyakarta dengan rincian Muhammad Ash’ad, Abdul Malik bin Muhammad Ilyas bin Raden Mas Haji Ali Dipowongso bin HPA. Diponegoro II bin HPA. Diponegoro I (Abdul Hamid) bin Kanjeng Sultan Hamengku Buwono III Yogyakarta. Nama Abdul Malik diperoleh dari sang ayah ketika mengajaknya menunaikan ibadah haji bersama.

Keluarga Syekh Abdul Malik

Kakek Syekh Abdul Malik bernama Raden Mas Haji Ali Dipowongso yang merupakan seorang panatus (pejabat desa yang membawahi seratus kepala keluarga). Dahulu Raden Mas Haji Dipowongso sering berkelana ke berbagai macam kota di Pulau Jawa. Kota pertama yang beliau singgahi adalah Kota Pekalongan (Jawa Tengah).

Di sana beliau tinggal cukup lama kemudian melanjutkan perjalanan ke Pulau Madura (Jawa Timur). Dari Pulau Madura beliau meneruskan safarinya menuju Indramayu (Jawa Barat) dan bertemu seorang ulama yang memberinya nasehat untuk pergi ke Kota Purwokerto (Jawa Tengah).

Di Purwokerto Raden Mas Haji Dipowongso menetap di Kedung Paruk dan menikahi seorang perempuan. Awal mulanya perempuan tersebut tidak mengenal Raden Mas Haji Dipowongso, namun dia sudah memiliki firasat bahwa suatu saat akan ada seorang lelaki yang tidak dia kenal akan menikahi dirinya.

Selama penantiannya, perempuan tersebut selalu menolak pinangan dari seoarang lelaki yang datang. Akhirnya datanglah Raden Mas Haji Dipowongso untuk menikahinya. Dari pernikahannya dikaruniai dua orang anak, anak pertama bernama Muhammad Ilyas dan anak kedua bernama Sulaiman.

Ketika Muhammad Ilyas berusia kurang lebih sepuluh tahun, beliau dibawa oleh ayahnya ke Surabaya untuk belajar kepada Kiai Ubaidah dan Kiai Abdurrahman, dua ulama besar dan Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang telah memperoleh ijazah sebagai musryid dari Asy-Syekh Sulaiman Al-Qarimi Mekkah.

Selesai belajar di Surabaya, Muhammad Ilyas dibawa ke Mekkah untuk melanjutkan menimba ilmu disana oleh beberapa guru. Ilmu yang beliau pelajari selama berada di Tanah Suci Mekkah diantaranya ilmu syari’ah dan ilmu thariqah. Sepulang dari Mekkah Muhammad Ilyas berkunjung ke tempat kerabatnya yaitu Asy-Syekh Abdullah Kepatihan Tegal Jawa Tengah.

Untuk mempererat tali kekerabatan, Syekh Abdullah Tegal menikahkan adiknya dengan Syekh Muhammad Ilyas. Namun mereka berdua tidak memiliki keturunan dipernikahannya. Kemudian Syekh Muhammad Ilyas menikah lagi dengan Nyai Zaenab. Ini merupakan pernikahannya yang ketiga, dari pernikahannya yang sekarang dikaruniai empat orang anak yaitu:

1. Kiai Muhammad Ash’ad atau Syekh Abdul Malik

2. Nyai Siti Khadijah (istri Kiai Ahmad Majenang)

3. Nyai Aminah (istri Kiai Muhammad Ihsan Pliken atau ayah Kiai Isa Anshori)

4. Nyai Fatimah (istri Kiai Abdul Jamil Mersi)

Namun sebelum Syekh Muhammad Ilyas menikahi Nyai Zaenab, beliau sudah pernah menikah dengan wanita lain. Pernikahannya yang pertama yaitu bersama Nyai Khatijah dan pernikahannya yang kedua bersama Nyai Robingah. Nyai Khatijah merupakan anak dari Syekh Abu Bakar yang berasal dari Banyumas. Pada pernikahannya bersama Nyai Khatijah dikaruniai beberapa orang anak yaitu: Afandi, Hambarawi, Abdul hamid, Yahya. Sedangkan pernikahannya bersama Nyai Robingah dikaruniai satu orang putra bernama Maemunah. Dalam silsilah keluarga yang tertera pada bagan dibawah juga disebutkan bahwa Syekh Muhammad Ilyas juga memperistri Mbah Ambal dari Pekalongan, tetapi dalam pernikahannya beliau tidak dikaruniai seorang anak.

Syekh Abdul Malik mempunyai tiga istri dan beberapa keturunan di antaranya:

1. Istri Pertama yaitu Mbah Mrenek dan tidak dikaruniai anak.

2. Istri Kedua yaitu Nyai Hj. Warsiti binti Abu Bakar (Mbah Johar) dan mempunyai anak bernama Kiai Ahmad Busyairi dari Kaliwedi

3. Istri Ketiga yaitu Nyai Hj. Siti Khasanah dan memiliki anak bernama Hj. Siti Choerijah.

Istri pertama Syekh Abdul Malik adalah Mbah Mrenek dari desa Mrenek, Maos, Cilacap. Diceritakan oleh Nyai Siti Maunah, dahulu Syekh Abdul Malik sering membawa jama’ah umroh/haji dari berbagai daerah, kemudian beliau tiba di desa Mrenek, Maos, Cilacap. Disana beliau bertemu dengan Mbah Mrenek selaku jama’ah umroh pada saat itu. Untuk menghindari fitnah akhirnya Syekh Abdul Malik mempersunting Mbah Mrenek.

Mbah Mrenek seorang janda kaya raya, namun dalam pernikahannya bersama Syekh Abdul Malik tidak dikaruniai seorang anak. Dituturkan oleh Nyai Siti Maunah, menurut cerita dari Nyai Siti Maunah suatu hari Syekh Abdul Malik hendak menceraikannya setelah pulang berhaji, namun Mbah Mrenek tidak mau.

Kulo mboten purun di furqah Kiai, kulo pun rila, ridho nek mboten dilitiki, mboten ditafaqoih, kulo mboten nopo-nopo.

Setelah mendengar permintaan sang istri akhirnya Syekh Abdul Malik tidak jadi menceraikan Mbah Mrenek. Sedangkan istri ketiga Syekh Abdul Malik bernama Nyai Hj. Siti Khasanah, seorang wanita sholihah, cantik menawan dan berasal dari tetangganya sendiri. Dari pernikahannya bersama Nyai Hj. Siti Khasanah hanya dikaruniai seorang putri bernama Siti Choerijah. Siti Choerijah memiliki dua suami, yaitu bernama H. Ansor dan H.Ilyas Noor.

Khumaedi NZ Santri Gedongan, Penikmat Kopi Angkringan.