Kredibilitas Malik bin Dinar dalam Keilmuannya
Malik bin Dinar as Sami’ adalah putera seorang budak yang berkebangsaan Persia dan menjadi murid Hasan al Bashri. Ia terkenal sebagai perawi hadis shahih yang meriwayatkan hadis dari para ahli hadis seperti Anas bin Malik dan Ibnu Sirin.
Diceritakan bahwa suatu ketika Malik bin Dinar menumpang sebuah perahu. Setelah berada di tengah lautan, awak perahu meminta ongkos kepadanya. Namun Malik tak punya uang. Awak-awak itu kemudian memukulinya sampai pingsan. Setelah siuman, mereka meminta ongkos kembali. Namun lagi-lagi Malik mengatakan bahwa ia tak memiliki uang. Kemudian ia dipukuli lagi hingga pingsan. Setelah kembali siuman, para awak kapal itu meminta ongkosnya kembali. Namun untuk kesekian kalinya Malik menjawab bahwa ia tak memiliki uang. Para awak itu kemudian bersepakat untuk melempar Malik ke laut. Pada saat itu semua ikan di laut mendongakkan kepalanya ke permukaan air dan masing-masing membawa dua keping dinar emas. Malik menjulurkan tangannya ke mulut seekor ikan dan diambilnya uang itu kemudian diberikannya kepada awak perahu. Melihat kejadian itu para pelaut-pelaut itu segera berlutut. Dengan berjalan di atas air, Malik meninggalkan perahu tersebut. Karena kejadian ini, Malik kemudian dikenal dengan sebutak Malik bin Dinar.
Setelah melewati masa pertaubatan dan mengalami fase kesadaran akan nilai-nilai spiritual-transedental dalam hidup, Malik bin Dinar memilih hidup sebagai zahid. Sisa umurnya digunakan untuk beribadah dan berguru kepada tokoh terkemuka dari kalangan sahabat.
Adz-Dzahabi mencatat bahwa Malik bin Dinar berguru secara langsung kepada Anas bin Malik, salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis secara langsung dari Nabi. Setelah generasi sahabat berlalu, ia banyak bergaul dengan generasi tabi’in senior. Di antara guru utamanya adalah Hasan al-Bashri, Muhammad bin Sirin dan Sa’id bin Zubair. Murid-murid Malik bin Dinarjuga sangat banyak. Di antara mereka yang meriwayatkan hadis darinya adalah Sa’id bin Arubah, Hamam bin Yahya dan Abdussalam bin Harb.
Berkah dari pergaulan Malik bin Dinar dengan para sahabat dan tabi’in senior, ia menjadi seorang ulama yang disegani dan diakui kredibilitasnya. Adz Dzahabi menuliskan bahwa Malik bin Dinar adalah salah seorang yang cerdas dan cendekia. Termasuk dari perawi generasi tabi’in yang kredibel (tsiqqah). Imam Nasa’i menilainya sebagai perawi tsiqqah. Imam Bukhari juga banyak mengambil riwayat darinya. Ali al Madini mengatakan Malik bin Dinar memiliki dokumentasi riwayat lebih dari 40 hadis.
Malik bin Dinar pernah berkata, “Semenjak aku mengenal (hakikat) manusia, aku tidak senang atas pujian mereka, tidak pula susah atas celaan mereka. Pujian dan celaan manusia adalah hal yang membuat manusia makin gegabah dan sombong. Jika seseorang belajar ilmu dengan niat diamalkan, maka ilmunya akan membuat dia merasa hina dan rendah hati. Jika seorang belajar ilmu dengan tujuan bukan untuk diamalkan, maka ilmunya akan menjadikannya pribadi yang sombong.”
Pada satu kesempatan, Malik bin Dinar bertanya pada gurunya, Hasan al Bashri, “Apa akibatnya bila seorang alim (lebih) mencintai dunia?” Hasan al Bashri menjawab, “Hatinya menjadi mati. Jika seorang alim mencintai dunia, ia akan mengejar dunia dengan amalan akhirat. Pada saat itu pula keberkahan ilmunya akan lenyap dan yang tersisa hanya simbol dan namanya saja.”
Setelah banyak berjasa dalam menyebarkan hadis, mengajar banyak ilmu dan hikmah pada generasi di masanya, Malik bin Dinar meninggal pada tahun 127 H. Informasi tentang tahun wafatnya disampaikan oleh as-Sari bin Yahya sebagaimana ditulis oleh Adz-Dzahabi. Adz Adzahabi juga menuliskan bahwa menurut Ibnu al Madini, Malik bin Dinar wafat tahun 130 H.