Mengenal Al Hallaj, Waliyullah yang Dianggap Sesat

September 20, 2023 - 00:35
 0
Mengenal Al Hallaj, Waliyullah yang Dianggap Sesat

Al Hallaj bernama lengkap Abu Mughits al Husain bin Manshur bin Muhammad al Baidhawi (244-309 H/857-922 M). Ia lahir di Thur, bagian dari Distrik Baidha, Persia. Nama Al Hallaj diperoleh karena ia bekerja sebagai tukang kapas. Sedangkan ayahnya adalah penyortir wol.

Al Hallaj dikenal karena pahamnya tentang hulul. Sebuah kesesatan jika hulul dipahami dengan masuknya ruh Allah Swt. kepada manusia tertentu. Tentu saja itu adalah musyrik. Bahkan, dengan menyebut bahwa Allah punya ruh saja termasuk katagori musyrik.

Istilah hulul sendiri sebetulnya sudah Allah Swt. jelaskan dalam al Quran, yaitu:

  • وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهٖ

“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.“ (Qs. Al Anfal: 24)

  • وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (Qs. Qaf: 16)

  •  وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ رَمٰىۚ

“Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar.” (Qs. Al Anfal: 17)

Orang yang tidak memahami Al Hallaj, tentu tidak akan menyukainya karena paham ini meskipun tidak sampai mengkafirkan. Tapi orang-orang thariqah meyakini bahwa beliau waliyullah. Kesimpulan ini didapat dari qaul Syekh Abdul Qadir al Jilani ketika ditanya mengenai Al Hallaj, ia mengatakan,

عثر الحلاج ولم يكن في زمانه من يأخذ بيده، ولو أدركته لأخذت بيده

 “Al-Hallaj tersandung, dan tidak ada seorang pun di masanya untuk mengambil tangannya (untuk menyelamatkanya). Dan jika aku mengetahuinya, tentu aku akan mengambil tangannya.”

Syekh Abdul Qadir al Jilani memahami posisi Al Hallaj. Terlebih, ia pernah memiliki murid serupa Al Hallaj yang juga ingin diadili sebagaimana Al Hallaj diadili. Lalu Syekh berkata, “Ini (kondisi batin yang dialami muridnya) benar. Tapi pandangannya multabasun (meragukan). Nur bashirah-nya multabasun ke mata zahir. Kemudian tercampur pandangan batin dan zahirnya.”

Yang bisa menjelaskan kondisi ini adalah Syekh Abdul Qadir. Karena ia mengerti perbedaan antara mata batin dan mata zahir.

Lalu, mengapa Al Hallaj tetap dieksekusi? Dalam kitab Nasy’atut Tashawwufil Islam, karya Dr. Ibrahim Basuni, ada tiga hal yang menjadi alasan dieksekusinya Al Hallaj, antara lain:

  • Hukuman Al Hallaj yang dianggap membela Syiah Qaramithah yang menentang pemerintah saat itu. Dimana Al Hallaj memang tinggal di desa yang mayoritas penduduknya adalah Syiah Qaramithah
  • Karena pernyataannya “Ana al Haq” yang menyebabkan ia tertuduh sebagai penyebar kesesatan. Namun pendapat ini dipandang lemah
  • Ada persaingan antara ulama fiqih dengan Al Hallaj, dimana ulama fiqih pada saat itu kalah pamor dengan ulama sufi. Kemudian mereka menyuruh muridnya mencuri kitab Al hallaj yang sedang ditulis. Kemudian di dalam kitab itu ditulis ajaran yang sesat seperti haji tak perlu ke Mekkah, cukup memutari kamar saja. Dan pendapat ketiga inilah yang dianggap paling kuat

Menjelang kematian Al Hallaj, yang menjadi perdebatan adalah tentang pertanggungjawaban kitabnya. Maka ketika ia ditanya, “Apakah ini kitabmu?” ia menjawab, “Demi Allah, ini kitabku” kemudian ia ditanya lagi, “Kalau begitu, kamu telah sesat.” Kemudian ia menjawab, “Tidak ada yang aku tulis kecuali al Quran dan Hadis.”

  • Baca Juga:

Al Hallaj adalah murid dari ulama sufi terkemuka, Imam Junaid al Baghdadi. Pertemuannya adalah pertemuan dua orang yang kasyaf-nya seolah diadu. Suatu ketika Al Hallaj mengunjungi rumah Imam Junaid, mengetuk pintunya dan mengucapkan salam. Kemudian Imam Junaid bertanya, “Siapa di luar?” Lalu dijawab oleh Al Hallaj. Kemudian ditimpali lagi oleh Imam Junaid, “Oh kamu, yang nanti akan mati di tiang pembantaian?” Lalu Al Hallaj menjawab, “Iya. Tapi pada saat itu akan ada sufi yang harus melepas jubahnya berganti menjadi ulama fiqih.”

Benar saja. Karena pada saat Al Hallaj akan dieksekusi, Imam Junaid diminta fatwa tentang apakah Al Hallaj sesat atau tidak. Namun, berdasarkan perspektif tasawuf, ia sama sekali tidak menemukan letak kesalahan Al Hallaj. Kecuali setelah ia lepaskan jubah kesufiannya dan mengenakan jubah fiqih. Maka secara fiqih, Al Hallaj memang salah.

Banyak argumen yang menganggap bahwa Al Hallaj adalah orang yang sesat. Namun kenyataannya, ia adalah seorang mufassir. Karena kezuhudannya, ia bisa makan hanya dengan satu suapan dan tiga teguk air. Bahkan, ia bisa mendirikan shalat hingga 400 rakaat dalam sehari semalam.

Ketika ia tetap diputus bersalah, ia kembali ditanya, apa permohonan terakhirnya. Kemudian ia menjawab bahwa ia ingin melaksanakan shalat dua rakaat dan meminta sahabatnya, Asy Syibli untuk meminjaminya sajadah. Selesai shalat ia lantas menari sambil bersyair,

 أَقَتلوني يا ثِقاتي # إِنَّ في قَتلي حَيات

Bunuhlah aku wahai sahabatku, karena terbunuhnya aku adalah hidupku

 وَمَماتي في حَياتي # وَحَياتي في مَماتي

Kematianku ada dalam kehidupanku, dan kehidupanku ada dalam kematianku

أَنا عِندي مَحوُ ذاتي#  مَن أَجَلَّ المَكرُماتِ

Aku menghilangkan diriku, demi kehormatan

وَبَقائي في صِفاتي # مِن قَبيحِ السَيِّئاتِ

Kekekalanku ada dalam sifatku, dari buruknya hal-hal yang buruk

سَئِمَت روحي حَياتي # في الرُسومِ البالِياتِ

Jiwaku muak dengan hidupku, di dalam lukisan yang usang

فَاِقتُلوني وَاِحرِقوني # بِعِظامي الفانِياتِ

Bunuh aku dan bakar aku, dengan tulang-tulangku yang fana

ثُمَّ مُرّوا بِرُفاتي # في القُبورِ الدارِساتِ

Kemudian lewatilah jenazahku, di kuburan pembelajaran

تَجِدوا سِرَّ حَبيبي#  في طَوايا الباقِياتِ

Engkau menemukan rahasia kekasihku, pada sisa lapisannya

إِنيّ شَيخٌ كَبيرٌ#  ثُمَّ إِنّي صِرتُ طِفلاً

Sesungguhnya aku adalah orang yang sudah tua, kemudian menjadi anak kecil

في حُجورِ المُرضِعاتِ # ساكِناً في لَحدٍ قَبرٍ

Di panti-panti jompo, tinggal dalam kuburan

في أَراضٍ سَبِخاتِ # وَلَدَت أُمّي أَباها

Di rawa-rawa, ibuku melahirkan ayahnya

إِنَّ ذا من عَجَباتي # فَبَناتي بَعدَ أَن كُن

Ini adalah salah satu keajaibanku, memiliki seorang putri setelah aku ada

نَ بَناتي أَخَواتي # لَيسَ مِن فِعلِ زَمانٍ

Putri dari saudaraku, bukan dari bekerjanya waktu

لا وَلا فِعلِ الزُناةِ#  فَاجمَع الأَجزاء جَمعاً

Dan bukan pula dari perbuatan zina, maka berkumpullah seluruh bagian-bagiannya

مِن جُسومٍ نَيِّراتِ # مِن هَواءٍ ثُمَّ نارِ

Dari bagian-bagian yang bercahaya, dari udara dan api

ثُمَّ مِن ماءٍ فراتِ#  فَازرَعِ الكُلَّ بِأَرضٍ

Kemudian dari air Eufrat, tumbuhlah semua yang ada di bumi

تُربُها تُربُ مَواتِ  #وَتَعاهَدها بِسَقيٍ

Kemudian yang sudah mati menjadi debu, Ia berjanji untuk menyirami

مِن كُؤوسٍ دائِراتِ # مِن جَوارٍ ساقِياتٍ

Dari cangkir-cangkir yang berputar, dari sisi anak sungai

وَسَواقٍ جارِياتِ # فَإِذا أَتَمَمتَ سَبعاً

Dan dari pengendali yang terus melaju, ketika sudah menyelesaikannya tujuh kali  

أَنبَتَت كُلَّ نَباتِ

Maka tumbuhlah setiap jenis tumbuhan

Dan ketika orang-orang melempari Al Hallaj dengan batu, Asy Syibli justru melemparinya dengan mawar. Pada saat itu Al Hallaj marah, “Mawar yang dilemparkan oleh sahabat terasa lebih menyakitkan daripada batu manapun.”

Sayangnya, Al Hallaj tidak bisa dibela ketika ia mengatakan, نحن روحان حللنا بدنا (Kami adalah dua ruh yang menyatu pada satu badan), yang pada pernyataannya membuat orang lain mendefinisikan bahwa hulul itu menyatunya ruh Allah Swt. dan ruh sufi dalam satu badan.

Padahal dalam perspektif ilmu balaghah, ungkapan “انا الحق” jika diartikan dengan gaya bahasa yang panjang, memiliki makna, “aku ini representasi dari ciptaan al Haq.” Analoginya adalah sebuah lukisan yang dibuat oleh Affandi pasti meninggalkan ciri khasnya sendiri. Maka jika ada orang yang meniru, meskipun persisnya seperti apa, pasti dapat diketahui mana yang asli atau palsu. Mengapa dapat dibedakan? Karena ada ciri khas yang tertinggal dari pencipta atas ciptaanya.

Lalu adakah ciptaan yang tidak menggambarkan ciptaannya? Mungkinkah ada ciptaan Allah Swt. yang tidak menggambarkan kekuasaan Allah Swt.? Dalam istilah Al Hallaj, itu diganti dengan kata “الحق”. Mungkinkah ada ciptaan yang tidak menggambarkan penciptanya Al Haq? Al Hallaj sesungguhnya memiliki kesadaran yang seolah-olah mengatakan, “Saya itu tidak ada kecuali semua representasi dari Allah Al Haq.”

Tidaklah sejengkal apa yang ada dalam tubuh kita ini kecuali dalam rangka menegaskan sebagai karya dari Allah Swt. sendiri. Maka tidak ada dalam diri Al Hallaj itu kecuali representasi Allah Swt. Memang menjadi salah ketika orang itu memahami pernyataan Al Hallaj dengan pikiran yang sangat lugas. Kemudian mengatakan kalimat “Ana Al Haq” yang dikatakan Al Hallaj itu sesat.

Maka, perbedaan kalimat “انا ربكم الاعلى” dan “انا الحق” adalah pada kalimat “انا الحق” itu, dirinya Al Hallaj yang hilang, kesadaran ketuhanan yang mengambil seluruh kesadarannya. Dan itu tetap dihukumi tauhid. Sedangkan pada kalimat  “انا ربكم الاعلى” yang diucapkan oleh Firaun, Allah lah yang hilang, kemudian Firaun yang membesar mengganti kesadaran ketuhanan. Dan itu jelas dihukumi musyrik.

Mengapa Allah sampai menjadikan wali seperti ini? Karena Allah ingin menunjukkan bahwa jika seseorang beribadah kepada Allah Swt. secara total, maka ia bisa sampai posisi ini. Sayangnya, Al Hallaj tidak menempatkan cinta itu sesuai porsinya. Tidak semua orang yang jatuh cinta itu benar dalam menggambarkan cinta. Tapi bahwa orang itu pasti mengalami jatuh cinta itu tidak bisa diingkari. Apakah ketika orang itu mendefinisikan cinta salah berarti perasaan cintanya salah? Kira-kira demikianlah yang dialami Al Hallaj dan Abu Yazid al Bustami.

Setiap sesuatu yang diciptakan oleh Allah Swt., tentu pada aspek penciptaan itu mewarisi identitas penciptanya. Dan identitas pencipta itu yang oleh al Hallaj disebut “Lahut”. Aspek ketuhanan yang Allah Swt. titipkan kepada makhluk.

Seperti apa aspek ketuhanan itu? yaitu sifat-sifat yang baik seperti sabar, pemaaf, sebagai karunia Allah Swt. kepada manusia sebagai Khalifah di bumi. Karena untuk mengelola bumi, diperlukan kesamaan ilmu yang antara yang memandatkan dan yang dimandatkan. Meskipun tentu saja definisi sabar dalam konteks manusia dan Tuhan tetap harus dibedakan maknanya.

Begitu pula dengan sifat kemanusiaan yang ada dalam diri manusia yang disebut “Nasut”. Maka al Hallaj mengatakan, “siapa yang bisa menghilangkan sifat nasutnya, dia kekal dalam sifat lahutnya”. Tapi kemudian Al Hallaj mengidentifikasi, bahwa dalam zat Allah, terdapat aspek yang disamakan oleh makhluk seperti asma’, af’al. Meskipun pada hakikatnya tak pernah sama. Allah Swt. dengan asma’, sifat dan af’al nya disebut aspek nasut yang bisa disamakan makhluk. Tapi Allah Swt. sebagai zat itu disebut lahut.

Nasutnya Allah Swt. dan manusia itu jelas berbeda makna. Jika manusia sudah bisa menghilangkan sifat nasutnya dan kekal dalam sifat lahutnya, ia tinggal menunggu kapan Allah Swt. menurunkan sifat nasut-Nya pada lahut-Nya. Jadi, hulul harus diartikan dengan masuknya nasut Allah Swt. kepada lahut manusia, yaitu sifat-sifat ketuhanan pada sifat baik manusia. Karena jika diartikan sebagai zat Allah pasti akan bahaya maknanya.

اِنَّ اللهَ اَصْطَفَى اَجْسَامًا حَلَّ فِيْهَا بِمَعَانِى الرُّبُوْبِيَّةِ وَاَزَالَ عَنْهَا مَعَانِى الْبَشَرِيَّةِ

“Sesungguhnya Allah memilih jasad- jasad (tertentu) dan menempatinya dengan makna ketuhanan (setelah) menghilangkan sifat- sifat kemanusiaan”.

*Tulisan di atas berdasarkan penjelasan Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag. (Pengasuh Majelis al-Dzikir wa al-Ta lim Mihrab al-Muhibbin).

Editor: Khoirum Millatin