Mengenal KH. Nahrowi Dalhar Watucongol, Guru Hakikat Gus Miek Ploso

September 20, 2023
Mengenal KH. Nahrowi Dalhar Watucongol, Guru Hakikat Gus Miek Ploso

Kiai Nahrowi Dalhar adalah salah satu waliyullah yang masyhur di Jawa Tengah. Nama kecilnya adalah Nahrowi. Ia lahir pada Hari Rabu, 12 Januari 1870 di Watucongol, Muntilan, Magelang. Ayahnya adalah KH. Abdurrahman yang jika diurut ke atas, nasabnya bersambung pada Sunan Amangkurat III.

Pada usianya yang ke-13 tahun, Kiai Nahrowi dikirim ke pesantren yang diasuh oleh KH. Mad Ushul, Magelang. Di Bawah bimbingannya, ia belajar tauhid selama dua tahun. Kemudian di usia ke-15 tahun, ia pindah ke pesantren Al-kahfi yang diasuh oleh Sayyid Ibrahim Muhammad al-Jilani al-Hasani atau Syekh Abdul Kahfi ats-Tsani di Kebumen selama delapan tahun.

Pada tahun 1896 M, Kiai Nahrowi diminta Sayyid Ibrahim untuk menemani putera sulungnya yang bernama Sayyid Abdurrahman al-Jilani al-Hasani menuntut ilmu di Mekkah. Di sana, mereka belajar kepada mufti terkemuka dari Mazhab Syafi’i yang bernama Sayyid Muhammad Babashol al-Hasani selama dua puluh lima tahun. Dari gurunya inilah, Kiai Nahrowi mendapat nama tambahan ‘Dalhar’ sehingga menjadi Kiai Nahrowi Dalhar. Bahkan, nama belakangnya ini menjadi lebih popular ketimbang nama permberian orang tuanya.

Selama belajar di Mekkah, Kiai Nahrowi Dalhar tidak hanya belajar pada satu ulama, melainkan kepada banyak ulama. Salah satunya kepada salah seorang mursyid terkemuka, Syekh Muhtarom al-Makki. Melaluinya, ia mendapat ijazah kemursyidan Tarekat Sadziliyah yang kemudian hanya diturunkan kepada tiga ulama di Nusantara, yaitu Kiai Iskandar dari Salatiga, KH. Abuya Dimyati Banten dan KH. Ahmad Abdul Haq, yang tidak lain adalah puteranya sendiri.

Selain kepada Syekh Muhtarom al-Makki, Kiai Nahrowi Dalhar juga mendapat ijazah Dalailul Khairat dari Sayyid Muhammad Amin al-Madani. Dua ijazah tersebut merupakan amaliyah rutin Kiai Nahrowi Dalhar yang kelak memasyhurkan namanya di Nusantara.

Karamah Kiai Nahrowi Dalhar

Sabagaimana waliyullah pada umumnya yang dianugerahi karamah oleh Allah Swt., demikian pula dengan Kiai Nahrowi Dalhar. Seperti yang diungkapkan oleh para santrinya, bahwa selama memberikan pengajian suara Kiai Nahrowi Dalhar selalu jelas di dengar. Padahal jarak antara ia dan santrinya bisa mencapai 300 meter. Dan itupun tanpa pengeras suara. Seolah-olah bunyi suara yang terdengar dari jarak jauh, sama dengan dari jarak dekat.

Pernah suatu hari, Gus Miek yang saat itu menjadi santri Kiai Nahrowi Dalhar, hendak membersihkan terompah yang biasa dikenakan kiai sebagaimana biasanya. Namun ketika itu Gus Miek sangat terkejut karena ada dua buah terompah yang berada di kamar kiai dengan jenis dan ukuran yang sama persis. Akhirnya Gus Miek membersihkan kedua terompah tersebut dan menunggu siapa tamu kiainya itu. Sekian lama ia menunggu, tamu yang ingin diketahui rupanya tak kunjung keluar. Sampai akhirnya ia tertidur barang sekejap dan terkaget ketika bangun terompahnya tinggal satu pasang saja.

Kemudian, karena rasa penasarannya yang tinggi, Gus Miek berlari ke luar pondok untuk memastikan siapa tamu kiainya itu. Namun ia tak melihat siapapun di sepanjang jalan. Padahal seharusnya tamu itu pasti belum jauh dari lokasi pondok.

Keesokan harinya, Gus Miek sowan kepada Kiai Nahrowi Dalhar yang baru selesai mengimami shalat zuhur. Sesampainya di ndalem, Gus Miek bertanya, “Maaf kiai, tamu tadi malam itu siapa?” Kiai Nahrowi Dalhar terdiam. Sedangkan Gus Miek tidak mau pergi sebelum mendapat jawaban kiainya. Ketika Kiai Nahrowi Dalhar beranjak hendak mengimami shalat ashar, Gus Miek mengikuti dari belakang untuk menata terompahnya seperti sebelum-sebelumnya. Begitu seterusnya. Kemanapun Kiai Nahrowi Dalhar pergi, Gus Miek selalu berjalan di belakangnya, meskipun belum mendapatkan jawaban yang diinginkan. Barulah selepas shalat isya’ Kiai Nahrowi Dalhar memerintahkan pembantunya untuk memberitahu Gus Miek bahwa yang datang waktu itu adalah Nabi Khidir as.

Menjelang Wafatnya Waliyullah

Menjelang wafatnya Kiai Nahrowi Dalhar, Gus Miek menyuruh beberapa gus di Kediri agar segera mondok di Watucongol. Sebab Kiai Nahrowi Dalhar akan kembali ke pangkuan Allah Swt. Kemudian mereka berbondong-bondong mendaftarkan diri untuk mondok di sana. Gus Fuad (adik Gus Miek), waktu itu Gus Miek pernah berkata bahwa sang guru kharismatik akan meninggal sekitar tanggal 23 Ramadhan. Namun begitu mereka sampai di Watocongol, ternyata sang kiai masih sehat. Akhirnya mereka mencari Gus Miek karena dianggap telah berbohong.

Beberapa hari kemudian, gus-gus tersebut dibuat terdiam oleh berita yang datang. Karena pada tanggal 29 Ramadhan yang bertepatan dengan 8 April 1959, sang ulama tercinta, Kiai Nahrowi Dalhar Watucongol kembali menemui Allah Swt. setelah menderita sakit selama kurang lebih tiga tahun.

Semoga Allah Swt. senantiasa mengampuni dosanya dan menempatkannya di tempat terbaik di sisi Allah Swt. Amin.

Sumber: Tokoh Jantiko Mantab, Dzikrul Ghofilin
Penulis: Khoirum Millatin