Kliwonan, Mengenal Allah Melalui Doa Makan

September 20, 2023 - 05:16
 0
Kliwonan, Mengenal Allah Melalui Doa Makan

Habibana Luthfi bin Yahya menjelaskan bahwa syariat, thariqat dan hakikat adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Jami’ul Ushul al Auliya’. Buahnya syariat adalah thariqah dan buahnya thariqah adalah hakikat.

Seperti misalnya, dalam menjalankan syariat kita dituntut untuk mencari rizki. Melalui jalan syariat pula, kita mengetahui bahwa rizki yang kita cari adalah rizki yang halal. Kemudian, dari rizki yang halal tersebut kita bisa membeli beras untuk makan. Namun tidak serta-merta beras tersebut bisa langsung dimakan. Tentu perlu diolah dan dimasak. Setelah ditempatkan di meja makan barulah kita bisa makan.

Lalu pertanyaannya, ketika kita makan nasi tersebut, apakah kita bisa menemukan Dzat yang memberi kenyang atau hanya sekedar makan?

Jika thariqahnya bisa menemukan siapa sesungguhnya yang memberi makan, niscaya nasi yang dimakan tersebut akan membawa pada kemaslahatan. Tapi jia tidak menemukan siapa yang memberi makan, maka apa yang dimakan dan yang tumbuh dalam darah daging akan membawa kita kepada kemaksiatan. Hal itu disebabkan karena kita tidak mengenal siapa yang hakikatnya memberi makan.

Perjalanan untuk mengenal siapa pemberi yang hakiki itu tidak mudah. Contoh yang paling ringan adalah kita makan sebutir nasi dari beras yang ditanam di sawah. Tidak mungkin sawah tersebut dapat menumbukan beras tanpa beberapa tangan yang terlibat dalam prosesnya.  Dari mencangkul, menebar, merambuk dan akhirnya menjadi nasi.

Lalu, sejauh mana kepedulian kita terhadap mereka yang berada dalam proses tersebut?

Oleh sebab itulah, ketika kita hendak makan, kita perlu membaca doa makan sebagai berikut,

اللَّهُمَّ بارِكْ لَنا فِيما رَزَقْتَنا وَقِنا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Allah berkahilah rizki yang telah kau limpahkan pada kami. Dan peliharalah kami dari azab api neraka”

Doa tersebut menggunakan dhamir muttashil jamak atau mutakallim ma’al ghair (kata ganti untuk orang banyak) “نا” yang artinya kami. Kalau kita memahami dan mengenal itu, kita akan memiliki kepedulian yang luar biasa kepada lafal jamaknya.

Dalam lafal tersebut tertulis, “Ya Allah, berkahilah kami”, bukan “Ya Allah, berkahilah saya.” Karena doa tersebut sejatinya meliputi mereka yang menjalani proses penanaman hingga yang menanak nasi untuk memperoleh keberkahan doa itu.

Dari contoh kecil berupa proses memakan nasi saja kita sudah dibimbing thariqah mengenal umat dan sesama. Dan jika kita mengenal lebih jauh lagi, maka satu butir nasi saja yang jatuh, kita akan sangat hati-hati. Karena terkadang dengan sifat kesombongan, kita menganggap sebutir nasi itu adalah benda yang tidak berharga dan mudah saja bagi kita untuk membelinya.

Namun, apakah kita mampu membuat nasi walaupun hanya sebutir saja? Dari sini lah kita perlu menghargai yang menciptakan. Walaupun itu kotor, alangkah baiknya disisihkan. Jika demikian, berarti kita mengenal siapa hakikatnya yang memberikan rasa kenyang. Kalau kita tahu siapa yang memberikan kenyang kepada kita, insya Allah kita akan dijauhkan dari segala maksiat.