KH. Quraish Shihab Jelaskan Beberapa Istilah Yahudi dalam Al-Quran

Dalam kajian tafsir yang digelar di Pondok Pesantren Bayt al-Qurani pada Rabu (15/11), KH. Quraish Shihab menjelaskan bahwa secara umum, ada tiga kata yang digunakan al-Quran untuk menunjuk pada turunan Nabi Yaqub as.
Beliau menjelaskan bahwa al-Qur'an dalam memilih kata itu sangat teliti. Sehingga kata yang berulang hampir dapat dikatakan itulah maknanya sepanjang kata itu tertulis di dalamnya.
Kata yang digunakan al-Quran yang menunjuk pada turunan Nabi Yaqub as. antara lain kata “Bani Israil” yang disebut sekitar 42 kali, kata “Yahud” yang disebut sebanyak 22 kali dan kata “Israil” yang disebut sebanyak 3 kali.
“Bani Israil” pada dasarnya digunakan al-Quran untuk menunjuk keturunan Nabi Yaqub as. sebelum masa Nabi Muhammad saw. Jadi kata tersebut tidak menunjuk pada keturunan Nabi Yaqub as. yang ada pada masa Nabi Muhammad saw.
Sementara “Yahud”, menunjuk pada keturunan Yahuda, anak pertama dari 12 anak Nabi Yaqub as. Sehingga keturunan dari Yahuda itulah yang dibicarakan oleh al-Qur'an dan disebut Yahudi.
Yahud ini yang dibicarakan al-Qur'an bukan lagi menunjuk kepada mereka yang hidup sebelum masa Nabi Muhammad saw. Tapi menunjuk pada umumnya terhadap mereka yang hidup pada masa Nabi Muhammad saw. Seperti contoh dalam Surat al-Maidah ayat 82,
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلْيَهُودَ
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi”
Penggunaan kedua kata ini memiliki perbedaan. Bani Israil yang digunakan al-Quran untuk membicarakan tentang keturunan Nabi Yaqub as. itu ada yang baik dan buruk. Tetapi, kalau yang digunakan adalah kata Yahud, pasti isinya celaan, seperti dalam Surat al-Maidah ayat 64,
وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ يَدُ اللّٰهِ مَغْلُوْلَةٌ
“Dan orang-orang Yahudi berkata, “Tangan Allah terbelenggu.”
Jadi al-Quran menggunakan kata Yahud untuk menunjuk pada keturunan Yahuda, bukan lagi pada Nabi Yaqub as. yang menunjukkan arti buruk.
Dalam konteks agama, Yahudi adalah penganut agama Yahudi meskipun ia bukan keturunan Yahuda. Dikatakan demikian itu karena ada orang-orang yang menganut agama Yahudi, yang sebenarnya bukan dari Bani Israil walaupun sedikit sekali karena agama Yahudi itu bukan agama dakwah.
Orang-orang Yahudi ini memiliki dua sifat, egoistik dan materialistis. Seperti contoh ketika hijrahnya Nabi Muhammad bersama Abu Bakar dan berhenti di Gua Tsur karena bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy, Nabi berkata,
إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا
“Sesungguhnya Allah bersama kita” (Qs. At-Taubah: 40)
Ada kebersamaan di sana, antara Nabi Muhammad saw. dan Abu Bakar.
Sementara ketika Nabi Musa as. hampir terkejar oleh tentara Firaun, ia berkata,
كَلَّا ۗاِنَّ مَعِيَ رَبِّيْ
“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku.” (Qs. Asy-Syuara: 42)
Kedua, mereka sangat materialistis. Itu sebabnya al-Quran kecam mereka karena semua mau dilihat dengan nyata. Nabi Musa as. pun pernah satu ketika memohon kepada Tuhan,
رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ
“Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Qs. al-A’raf: 143)
Lalu bagaimana Islam seharusnya berhadapan dengan orang yang Yahudi? Meskipun kesan umum bahwa Yahudi itu buruk, namun ada orang-orang Yahudi yang juga baik, seperti contoh istri Nabi yang bernama Shafiyyah, ada Abdullah bin Salam, ada Pendeta Bukhaira dan lain-lain. Al-Quran juga menjelaskan dalam surat an-Nisa ayat 105 yang menceritakan teguran Allah kepada Nabi Muhammad saw. karena mencuriagai Yahudi,
وَلَا تَكُنْ لِّلْخَاۤىِٕنِيْنَ خَصِيْمًاۙ
“Dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.”
Ayat ini turun karena ada seorang Muslim yang mencuri. Pemilik itu mencari barang curiannya, yang padahal dicuri oleh seorang Muslim. Sementara pencuri itu berkata bahwa yang mencuri adalah orang Yahudi.
Nabi sebagai manusia, cenderung hatinya untuk membenarkan yang Muslim. Padahal yang Muslim itu bohong. Maka turunlah ayat yang menegur Nabi untuk tidak membela orang yang berkhianat, dalam hal ini Muslim dan merugikan Yahudi yang secara umum dianggap buruk. Maka ayat ini menunjukkan bahwa Yahudi yang baik masih boleh dibela. Ini juga berkaitan dengan surat Al-Maidah ayat 8,
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
Adapun kata “Israil”, dalam Perjanjian Lama yang pernah dibaca oleh KH. Quraish Shihab, ada kisah mengapa Nabi Yaqub as. dinamai Israil. Dalam kitab tersebut diceritakan bahwa Nabi Yaqub as. pernah berhadapan dengan Tuhan yang berwujud malaikat. Mereka bergulat dan malaikat tersebut kalah. Maka Nabi Yaqub as. dinamai “Israil” yang artinya “yang mengalahkan Tuhan”. Setelah itu Nabi Yaqub berkata, "Saya tidak akan melepaskan kamu kecuali kamu berkati saya". Kemudian Tuhan memberkati dia.
Sedangkan ulama Islam berkata bahwa “Isra” itu artinya “kesayangan”, dan bisa juga memiliki arti “hamba”. “Il” artinya “Tuhan”. Jadi Israil itu hamba kesayangan Tuhan.
Inilah sedikit penjelasan mengapa ada banyak nama dalam al-Quran yang menunjukkan arti Yahudi. Dan sebagaimana sudah dijelaskan oleh KH. Quraish Shihab, bahwa tidak semua Yahudi itu buruk.