Karamah Syekh Ahmad al-Rifa’i, Pendiri Thariqah Rifa’iyyah

Syekh Ahmad al-Rifa’i adalah pimpinan dalam ilmu thariqah yang bisa mengetahui kedudukan murid-muridnya. Menurut Syekh Ibnu Khulkan, orang-orang yang mengikuti thariqah Syekh Ahmad al-Rifa’i disebut Rifa’iyyah atau al-Ahmadiyah atau al-Bathaihiyyah.
Ulama sufi tersebut sering di-tajalli-kan oleh Allah Swt. hingga tubuhnya menjadi gumpalan air beku, namun Allah Swt. mengembalikannya lagi ke wujud semula. Itu semua terjadi karena kekuasaan Allah Swt. Bahkan ia berkata, jika bukan karena kelembutan dan rahmat dari-Nya, tentu saja Syekh Ahmad al-Rifa’i tidak akan kembali ke sedia kala.
Syekh Ahmad al-Rifa’i yang bernama lengkap Ahmad bin Abi al-Husain al-Rifa’i memang bukanlah ulama yang produktif dalam menulis kitab sebagaimana ulama-ulama sufi lainnya. Namun ia sangat masyhur di kalangan waliyullah dan para sufi lain. Sehingga namanya muncul di beberapa kitab-kitab tasawuf dengan karamah-karamahnya sebagaimana riwayat berikut.
Suatu ketika ada dua orang laki-laki yang saling mengasihi karena Allah. Salah seorang laki-laki tersebut bernama Maali dan yang lainnya bernama Abdul Mun’im. Pada Suatu hari keduanya pergi dan melewati gurun pasir yang terik, salah seorang di antaranya membayangkan jika seandainya pada saat itu turun sebuah catatan dari langit yang membebaskannya dari neraka. Tiba-tiba jatuhlah sebuah kertas putih di hadapan keduanya. Namun mereka tidak mengetahui apa maksud dari tulisan yang ada dalam kertas tersebut. Lalu keduanya mendatangi Syekh Ahmad al-Rifa’i dan menceritakan kejadian yang baru saja dialami oleh mereka.
Setelah Syekh Ahmad al-Rifa’i melihat kertas tersebut, tiba-tiba ia tersungkur dan bersujud seraya memanjatkan doa, “Segala puji bagi Allah, yang telah memperlihatkan kepadaku tanda-tanda dibebaskannya kedua sahabatku ini dari siksa neraka ketika masih di dunia sebelum berada di akhirat.”
Melihat perilaku gurunya itu, keduanya menjadi heran. Kemudian Ahmad Ahmad al-Rifa’i ditanya, “Mengapa kertas ini berwarna putih?”
Lalu Syekh Ahmad al-Rifa’i menjawab, “Wahai anakku, kekuasaan Allah itu tidak akan ditulis dengan warna hitam. Dan kertas ini ditulis dengan cahaya.”
Allah Swt. telah menganugerahi kasyf kepada Syekh Ahmad al-Rifa’i, sehingga ia bisa mengetahui apa yang orang lain tidak ketahui. Bahkan ia bisa membaca tulisan dari guratan cahaya sekalipun.
Namun demikian Syekh Ahmad al-Rifa’i sama sekali tidak ingin menampakkan kedudukannya di hadapan muridnya. Ketawadhu’annya menutupi tinggi derajatnya di sisi Allah. Bahkan, seolah-olah ia tidak menghendaki siapapun mengetahui maqam-nya meskipun ia sendiri sesungguhnya sudah mengetahuinya.
Ketika ia ditanya oleh salah seorang muridnya, “Wahai tuanku, engkau adalah Wali Quthb.”. Namun Syekh Ahmad al-Rifa’i malah menjawab, “bersihkanlah (anggapan bahwa) gurumu dari Wali Quthb.” Lalu muridnya menimpali, “Kalau begitu, engkau adalah Wali Ghauts.” Lagi-lagi Syekh Ahmad al-Rifa’i malah menjawab, “bersihkanlah (anggapan bahwa) gurumu dari Wali Ghauts.”
Sumber: Kitab Manaqib al Auliya’ al Abrar karya Syekh Misbah al-Musthafa