Habib Umar bin Hafidz Jelaskan Hukum Mengucapkan Selamat Natal
"Mengucapkan selamat (tahniah) boleh selama tidak mengklaim Isa sebagai anak Tuhan dan tidak ikut serta dalam kemaksiatan," jelasnya pada saat diskusi bedah buku, diselenggarakan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman cabang Hadhramaut di Auditorium Fakultas Syariah dan Hukum, Universtitas Al-Ahgaff Tarim, Hadhramaut, Yaman, tepatnya pada Jumat (27/12/2022).

Dumay (dunia maya) tak pernah sepi, selalu saja ramai dengan momen tertentu, terutama saat jelang akhir tahun dengan adanya perayaan Natal pada tanggal 25 Desember. Maka sebagai pecinta Nabi Muhammad SAW dengan mengikuti zuriahnya (Habib/Sayyid/Syarif) didapati dari mereka salah satu tokoh ulama moderat, dengan dakwah wasathiyah yang meneduhkan.
Sebut saja Habib Umar bin Hafidz, Ayahnya bernama Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Syaikh Abu Bakr bin Salim merupakan seorang ulama kharismatik. Ia berguru kepada Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar dan Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (Tokoh Thariqah Alawiyah) Madinah.
Habib Umar menjelaskan bolehnya mengucapkan selama tak disertai pengakuan (iqrar) terhadap hal-hal yang bertentangan dengan pokok akidah Islam.
"Mengucapkan selamat (tahniah) boleh selama tidak mengklaim Isa sebagai anak Tuhan dan tidak ikut serta dalam kemaksiatan," jelasnya pada saat diskusi bedah buku, diselenggarakan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman cabang Hadhramaut di Auditorium Fakultas Syariah dan Hukum, Universtitas Al-Ahgaff Tarim, Hadhramaut, Yaman, tepatnya pada Jumat (27/12/2022) tahun lalu.
Kebolehan ini, tutur Habib Umar, karena memuliakan para utusan Allah, termasuk Nabi Isa As, adalah di antara hal yang pasti diakui dalam Islam (min dharuriyyati hadza ad-din).
Sikap moderat (wasathiyah) adalah karakter inti ajaran Islam. Ia merepresentasikan perilaku Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Habib Umar mengutip surat al-Baqarah Surah Al-Baqarah ayat 143.
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًاۗ
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian, umat tengahan agar kalian menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian."
Dalam ayat tersebut umat Islam dipuji Tuhan sebagai golongan yang ‘wasath’ karena mereka berada di pertengahan dalam dua titik ekstrem.
Yang pertama, ekstremitas umat Kristen yang mengenal tradisi “rahbaniyah” atau kehidupan kependetaan yang menolak keras dimensi jasad dalam kehidupan manusia serta pengkultusan terhadap utusan.
Yang kedua adalah ekstremitas umat Yahudi yang melakukan distorsi atas Kitab Suci mereka serta melakukan pembunuhan atas sejumlah Nabi. Habib Umar mengajak setiap Muslim untuk tidak berlaku tatharruf (ekstrem) dalam menjalankan ajaran agama.
“Ekstrimisme yang terjadi akhir-akhir ini terjadi karena konsep wasathiyah mulai terkikis," ungkapnya.
Karenanya, tutur Habib Umar, sikap moderat harus menjelma di setiap dimensi kehidupan seorang muslim, baik dalam ranah akidah, pemikiran, etika, maupun interaksi dengan orang lain.
Habib Umar menyebut Wali Songo sebagai contoh ideal yang berhasil menerapkan prinsip moderat dalam kegiatan dakwah menyebarkan Islam di Nusantara.
“Dengan sikap moderat para Wali Songo berdakwah ala Rasulullah SAW sehingga dapat diterima ajarannya dengan baik di Indonesia," pungkasnya.