Amalan-Amalan Ahlith Thariqah di Bulan Dzulhijjah

Bulan Dzulhijjah menjadi istimewa bagi Salikin (سالكين) jalan untuk bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Sang Ilahi. Bulan menjadikan manusia untuk kembali mengingat perjuangan Nabi Ibrahim AS dan pengorbanan Nabiyullah Ismail As.
Dengan berdirinya Ka’bah, umat manusia dapat mengetahui jati dirinya sebagai hamba yang harus kembali kepada Dzat yang Maha Besar yang selalu diagung-agungkan khususnya pada hari ke-10 di bulan Dzulhijjah untuk memenuhi panggilan-Nya. Bagi mereka yang mampu lahir dan batin dan memiliki harta (المالية) pergi haji ke Baitullah.
Namun bagi mereka yang tidak berhaji maka hendaknya melakukan amalan-amalan yang utama pada sepuluh hari di bulan Dzulhijjah sebagai berikut :
1. Perbanyak Dzikir (كثرة الذكر)
Disunnahkan untuk memperbanyak bacaan Dzikir (يستحب الإكثار من الذكر) di sepuluh hari pada bulan Dzulhijjah sebagaimana Firman Allah Ta’ala.
قال الله عز وجل: “وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّـهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ” (الحج:28).
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan” (QS. Alhaj : 28).
2. Senantiasa mendawamkan (terus-menerus sebagai Dzikir) kalimat Tahlil, Takbir dan Tahmid (التهليل والتكبير والتحميد)
Sebagaimana hadist Nabi Muhammad SAW.
قال النبي صلى الله عليه وسلم: “ما مِن أيَّامٍ أعظَمُ عِندَ اللهِ ولا أحَبُّ إليه مِن العَمَلِ فيهنَّ مِن هذه الأيَّامِ العَشرِ، فأكثِروا فيهنَّ مِن التَّهليلِ والتَّكبيرِ والتَّحميد”.
“Tidak ada hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah untuk beramal di hari hari tersebut melebihi amalan di sepuluh hari (awal dzulhijjah), maka perbanyaklah di hari hari tersebut tahlil, Takbir dan tahmid” (HR. Imam Ahmad).
3. Berpuasa (الصوم) di hari pertama hingga kesembilan di bulan Dzulhijjah
Amalan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw yaitu berpuasa, sebagaimana hadis menyatakan:
ما من أيام أحب إلى الله أن يتعبد له فيها من عشر ذي الحجة ، يعدل صيام كل يوم منها بصيام سنة ، وقيام كل ليلة منها بقيام ليلة القدر (رواه الترمذي وابن ماجة والبيهقي)
“Tidak ada hari-hari yang lebih dicintai oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya dari pada 10 hari awal dari bulan DzulHijjah, ibadah puasa yang dilakukan tiap harinya pada hari-hari tersebut sama dengan berpuasa satu tahun, dan shalat malam pada setiap malamnya sama dengan shalat malam pada Lailatul Qadr” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Pada hadist yang lain,
وكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم تسع ذي الحجة، ويوم عاشوراء، وثلاثة أيام من كل شهر أول اثنين من الشهر والخميس.
berpuasa di hari kesembilan pada bulan Dzulhijjah, puasa hari Asyuro (10 Muharram), puasa selama tiga hari setiap bulannya (Ayyamul Bidh) tiga hari setiap bulannya, senin pertama dari semua bulan kemudian hari Kamisnya (HR. Abu Daud).
4. Berpuasa pada hari Arafah (صيام يوم عرفة)
Nabi Muhammad Saw bersabda :
قال النبي صلى الله عليه وسلم: صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ (رواه مسلم، رقم 1162)
“Puasa hari Arafah saya berharap kepada Allah dapat menghapuskan (dosa) tahun sebelum dan tahun sesudahnya. Dan puasa hari Asyura saya berharap kepada Allah dapat menghapus (dosa) tahun sebelumnya” (HR. Muslim, no. 1162).
5. Berdoa pada hari Arafah (الدعاء يوم عرفة)
Sebagaimana yang diamalkan oleh cucu Rasulullah SAW yaitu Sayyidina Hasan RA yang padanya menurunkan Sulthonul Aulia Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Hasani. Adapun dari jalur ibu merupakan keturunan dari Al-Husein RA cucu Rasulullah SAW. Dalam riwayat kedua cucu bermunajat di hari Arafah.
قال الرسول صلى الله عليه وسلم: أفضل الدعاء دعاء يوم عرفة، وأفضل ما قلت أنا والنبيون من قبلي: لا إله إلا الله وحده لا شريك له
“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi sebelumku katakan adalah; Tiada Tuhan melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya” (HR. Tirmidzi).
6. Disunnahkan bagi yang berqurban agar tidak mencukur rambut dan memotong kuku.
Sebagaimana hadis Nabi menyatakan :
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، وأراد أحدكم أن يضحي، فلا يمس من شعره وبشره شيأ. (رواه مسلم)
“Bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ bersabda: Jika hari kesepuluh telah tiba, dan salah satu di antara kalian ingin menyembelih Kurban, maka jangan menyentuh (memotong) apa pun dari rambut pada kulit kalian” (HR Muslim, nomor 1977).
7. Memakai pakaian yang terbaik saat hari Raya Idul Adha (لبس الثياب الحسن يوم العيد)
Hal ini cucu Rasulullah SAW meriwayatkan bahwa hendaknya menghias diri dengan berpakaian yang terbaik, dengan wewangian yang semerbak pada dua hari Raya Ied. tentunya berqurban dengan hewan yang terbaik.
عن الحسن بن علي رضي الله تعالى عنهما قال: أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في العيدين أن نلبس أجود ما نجد، وأن نتطيب بأجود ما نجد، وأن نضحي بأسمن ما نجد
“Dari Al-Hasan bin Ali RA bahwaRasulullah saw. menyuruh kami pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) agar memakai pakaian yang terbaik yang kami miliki, memakai wangi-wangian yang terbaik, dan menyembelih binatang yang paling gemuk” (HR. al-Hakim).
8. Memotong hewan qurban (ذبح الأضحية)
Pada hari Idul Adha disunnahkan untuk berqurban dengan hewan yang terbaik dan menyemblihnya pada hari 10,11,12,13 (pada hari Tasyrik diharamkan untuk berpuasa).
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلاَفِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
“Tidak ada amalan yang dilakukan oleh manusia pada hari penyembelihan (Idul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah selain daripada mengucurkan darah (hewan kurban) karena sesungguhnya, ia (hewan kurban) akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi. Maka, bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban!” (HR. At-Tirmidzi).
Demikian amalan-amalan para salikin, dengan semua itu akan mendekatkan diri kepada Allah Swt. akan menjadikan lebih dekat dan dekat lagi hingga menjadi muqorrobin.
Penulis: Abdul Mun’im Hasan
Editor: Warto’i