Biografi Ibnu Sab'in dan Ide Tentang al-Wahdatul al-Muthalaqah

Januari 7, 2024 - 04:37
Januari 8, 2024 - 08:07
Biografi Ibnu Sab'in dan Ide Tentang al-Wahdatul al-Muthalaqah

Biografi Singkat 

Nama lengkap beliau Abdul Haq bin Ibrahim bin Muhammad bin Nashr Ibnu Sab'in Al-Mursi Al-Andalusi dengan gelar Quthbuddin. Beliau lahir pada 613H/1217 M di Riquta (Ricote), Mursi (Murcia Levante), negeri Andalusia (Spanyol kini) dari keluarga bangsawan dan kaya raya. Sejak kecil beliau belajar bahasa, sastra, fikih Mazhab Maliki, dan ilmu logika, filsafat, dan tasawuf.

Beliau meninggalkan kehidupan duniawi dan kebangsawanan, lalu menekuni kehidupan asketisme dan tasawuf. Beliau mengembara meninggalkan kota kelahirannya seperti pendahulunya Syekh Muhyidin ibnu Arabi. Menuju Afrika Utara diiringi murid-muridnya. Awalnya menuju kota Sabtah, lalu kota Adwah, Bijayah, Oran, terus ke Qabis [Gabes] Tunisia setelah itu menuju kota Kairo, Mesir, hingga akhirnya ke kota Suci Makkah dimana beliau menetap dengan tenang, hingga wafatnya pada tahun 669H/1270 M. Beliau syahid diracuni oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan pemikiran filsafat tasawuf nya. Di Makkah, beliau sempat bertemu dengan Shadruddin Al-Qunawi, anak tiri sekaligus murid utama syekh Ibnu Arabi, dan saling bertukar pikiran mengenai masalah tasawuf, logika, filsafat dan kosmologi.

Ibnu Sab'in sempat menulis sejumlah karya tasawuf berjumlah 40 judul yang terkenal kitab Buddu-I Al-Arif, dimana ia menggunakan metode pengungkapan simbolik dan isyarat alegoris yang sangat esosteris dan dikenal rumit. Beliau meninggalkan satu tarekat Sufi yang dikenal Nama tarekat Sab'iniyah, dan masih eksis hingga sekarang.

Ide Al-Wahdatul Al-Muthalaqah

Sejauh mana pengaruh Ibnu Arabi pada diri Ibnu Sab'in? Sebagaimana perbandingan, Ibnu Arabi dengan filsafat Sufistik Wahdatul al-Wujud nya masih membedakan antara wujud manifest aktual dan wujud lain (tsubut), antara wujud obyek-obyek inderawi eksternal dan bentuk-bentuk protoype permanen (al-a'yan ats- tsabitah). Artinya wujud segala sesuatu itu eksis secara lain dalam ketiadaan zaman, lalu yang Haq memancarkan masing-masing pada wujud itu dengan Wujud-Nya.

Maka wujud segala sesuatu itu adalah gambaran Wujud-Nya. Namun esensi mereka bukanlah Esensi Yang Haq. Ibnu Arabi juga mengakui dua macam hadirat bagi Allah: Hadrat Ahadiyah dan Hadrat Wahidiyah. Demikian pula ia mengangkat ide dua bentuk keesan pada Nya, Keesaan Esensi-Nya dan Keesaan Kejamakan-Nya.

Sementara Ibnu Sab'in menghapuskan sama sekali pemilahan-pemilahan seperti itu. Baginya, tidak ada di sana yang lain, tiada pula selain-Nya secara Absolut, baik dari sisi atribusi, relasi, maupun dari sisi ekspresi pemberian sifat atau nisbat apapun. Lalu bagaimana pandangan Ibnu Sab'in sendiri? Menurutnya, ya, hanya Allah semata.

Syekh Ibnu Sab’in dalam Kitab Risalah Alwah mengatakan:

أن الحق هو الوجود، والوهم هي المراتب الزائلة والباطلة، "كل شيء هالك" (القصص: ٨٨) وهي المراتب الوهمية "إلا وجهه" (القصص: ٨٨)، وهو المجد والوجود وهو الأمر الذي لا تخرج عنه حقيقة من الحقائق الموصوفة بالوجود، ولا وصف له ولا نعت ولا حد ولا رسم بالنظر إلى ذات، سوى أنه وجود. ولم يوصف أيضا بالوجود إلا بالنظر إلى الموجود.

Al-Haq adalah sang Wujud itu sendiri, sedangkan imajinasi (waham) adalah tingkatan atau martabat wujud yang sirna dan bathil; "segala sesuatu akan lenyap", (QS. Qashash: 88) yaitu hierarki (martabat) imajinatif-aksidental, "Kecuali Wajah-Nya (QS. Qashash; 89), yaitu kemuliaan dan Wujud-Nya; Dialah perintah itu (dari kata Kun) yang tidak terlepas dari pada-Nya segenap realitas yang dilekatkan pada-Nya sifat wujud. Maka tidak ada atribut, tidak ada sifat, tidak ada definisi, dan tidak ada gambaran; Kecuali Dia Wujud itu sendiri, Dia tidaklah diberi atribut wujud kecuali dengan memandang pada yang mawnud. (Kitab Risalatul Alwah, dalam Rasa'il Ibnu Sab'in, Dar Al-Kotob Al-ilmiyah Beirut 252).

Ibnu Sab'in membedakan secara ekspresif antara identitas atau ke-Dia-an (huwiyah, dari kata Huwa, Dia) dan entitas (mahiyah). Yang pertama adalah totalitas (wujud), sementara yang kedua adalah bagian totalitas itu. Yakg pertama adalah esensi Ketuhanan (ar-Rububiyah); sedangkan yang kedua adalah esensi kehambaan (al-Ubudiyah). Tidak akan ada ke-Diaan tanpa entitas; sebagaimana halnya tidak ada entitas tanpa ke Dia-an. Kedunya menyatu dalam satu kesatuan totalitas dalam bagiannya (yang partikular), yang cabang pada akarnya. Tidak ada perbedaan antara keduanya secara hakiki; bahkan di sana hanyalah kesatuan Absolut (al-Wahdatul al-Muthalaqah).

Berikut ini penuturan Ibnu Sab’in:

والموجود أما واجب الوجود وهو الكل والهوية، وإما ممكن الوجود، وهو الجزء والماهية، فالربوبية هي الهوية هي الكل ، والعبودية هي الماهية التي هي الجزء، فما من حقيقة منسوبة إلى الهوية بالأصالة إلا واسمها كل، وما من حقيقة منسوبة إلى الماهية بالأصالة إلا واسمها جزء، ولا وجود لكل إلا في جزء، ولا لجزء إلا في كل.

فاتحد الكل بالجزء فار تبطا بالأصال وهو الوجود، وافترقا وانفصلا بالفرع، وهو نسبة ما به التعدد والتمييز، فالعامة والجهال غلب عليهم العارض، وهو الكثرة والتعدد، والخاصة العلماء غلب عليهم الأصل وهو وحدة الوجود.

Yang Maujud itu ada dua macam: ada yang Wajibul Wujud, yaitu totalitas (Kulli) Ke-Dia-an (الهوية) ada pula Mumkinat Wujud (wujud serba mungkin) yaitu unsur bagian dan entitas (mahiyah). Maka esensi Rububiyyah (Ketuhanan) adalah Ke-Dia-an (Huwiyah) yang juga totalitas. Sementara esensi Ubudiyah (kehambaan) adalah wujud yg entitas yg merupakan unsur partikuler (Juz'i) dari totalitas tersebut. Tidak ada satupun hakikat realitas yg dilekatkan pada satu entitas secara murni melainkan ia hanyalah bernama unsur partikuler atau cabang. Dan tiada wujud bagi totalitas itu melainkan hakikatnya pada satu bagian atau partikuler, dan tiada partikuler itu melainkan dalam totalitas. Keduanya terkait satu asal atau akar, yaitu wujud itu sendiri. Keduanya terpisah dan terlepas dengan cabangnya masing-masing. Para ulama sufi Al-Khawashul khawash lebih mengarahkan fokus pada aspek perhatian nya pada aspek asal atau akar ini dan ini adalah Wahdatul Wujud. (Kitab Risalatul Alwah, dalam Rasa'il Ibnu Sab'in, Dar Al-Kotob Al-ilmiyah Beirut 252-253).

Inilah konsep Al-Wahdatul Al-Muthalaqah yang digaris bawahi oleh Ibnu Sab'in dalam upaya kerasnya meminimalisir segenap upaya mengukuhkan dualisme, perbedaan atau pemisahan antara Yang Haq dan yang selain-Nya dalam berbagai ekspresi apapun. Esensi itu semuanya adalah esensi Wujud Mutlak itu. Sehingga tidak ada dualisme di sana. Untuk itu Ibnu Sab’in mennulis:

والوجود في كل موجود هو الحق فيه، وقولك الجسم والجوهر والعرض هو الوهم، وهو غير الجليل، وما يخالف الحق، المبحوث عنه بالحق في الخلد. الله فقط: الله في كل شيء بكله، وليس في الكل والبعض، وهو شيء فيه ما ليس بشيء. وما هو شيء معا، فعين ما ترى ذات لا ترى، وذات لا ترى عين ماترى، فجاء من ذلك أنه حصر من انحصر، وبسط من انبسط، وانحصر وانبسط.

Wujud pada setiap maujud adalah al-Haq di dalamnya. Pendapatmu tentang sesuatu bahwa ini jisim, substansi, dan aksiden, itu semua adalah imajinasi, yaitu selain Yang Maha Mulia, dan yang berbeda dari Yang Haq yang dicari sebenarnya di dalam keabadian. Hanya Allah sendiri, Allah dalam setiap sesuatu dengan totalitasnya, bukan dalam totalitas dan sebagiannya. Dia adalah sesuatu yang didalamnya tiada sesuatu dan sekaligus, bukan pula Dia sesuatu itu. Esensi yang engkau lihat adalah esensi yang tidak terlihat; esensi yang tidak terlihat adalah esensi yang engkau lihat. Lalu dari sana, Dia membatasi yang terbatasi, melapangkan yang terlapangkan: terbatasi dan terlapangkan.(Kitab Risalatul Alwah dalam Rasa'il Ibnu Sab'iin, Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, Beirut hal 159).

Demikian, Ibnu Sab’in sampai pada pemikirannya yaitu satu pandangan tentang segenap wujud dalam alam ini sebagai satu kesatuan dalam esensinya. Segenap ragam hierarki dalam wujud itu tiada lain adalah imajinasi pada hakikatnya.

Penulis Merupakan Dosen STAIN Teungku Dirundeng-Meulaboh