Perjalanan Spiritual Dalam Tasawuf

November 21, 2024
Perjalanan Spiritual Dalam Tasawuf

Perjalanan spiritual adalah perjalanan manusia yang semula berasal Dari-Nya (Al-Haq) lalu melakukan pengembaraan ke alam thabi'at (alam Syahadah) kemudian berusaha kembali ke tempat asalnya.

Proses perjalanan spiritual terbagi kedalam dua macam yaitu perjalanan dari Al-Haq ke khalaq (makhluk) melalui proses penurunan yang disebut dengan tanazul. Kemudian perjalanan dari makhluk ke Al-Haq melalui proses pendakian yang disebut taraqqi.

Allah Ta'ala berfirman:

لتر كبن طبقا عن طبق

Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkatan (proses tanazul maupun taraqi). [ QS. Al-Insyiqaaq: 19)

Dan Juga firman-Nya:

يدبر الأمرمن السماء إلى الأرض ثم يعرج إليه في كان مقداره الف سنة مماتعدون 

Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. [QS. As-Sajadah: 5].

Pada ayat pertama menjelaskan "Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkatan" menjelaskan bagaimana proses penciptaan Insan, melalui berbagai tahapan-tahapan penurunan, dari alam atas ke alam bawah (min al-alam al-ulya ila al-alam suflah) atau dari wujud bathin ke wujud dhahir (min al-bathin ila al-dhahir) dari wujud kolektif ke wujud terperinci (min al-wujud al-ijmal ila al-wujud tafshili). Semuanya melalui proses tanazul Dzat, oleh ulama-ulama Sufi yang dinamakan Maratibul Wujud.

Pertama, Teori al-Hadrah al-Khmasah, Syekh Mahmud Dawud Al-Qasyhari seorang Sufi dari Utsmaniyah dalam Mathaliul Khushus Al-Khalim fi Ma'ani Fusush Al-Hikam membagi proses penurunan terdiri lima macam hadrah;

1. Ahadiyah

2. Wahidiyah 

3. Alam Jabarut 

4. Alam Malakut

5. Alam Mulki

Kedua, Teori Martabat tujuh: Metode Tanazul termuat dalam Kitab Tuhfah al Mursalah karangan Syekh Burhanpuri al Hindi seorang Sufi India yang membagi proses penciptaan Insan melalui tujuh Martabat Tanazul yaitu Ahadiah, Wahdah, Wahidiah, Alam Arwah, Alam Mistal, Alam Ajsam dan Martabat Alam Insan.

 Surah as-Sajadah ayat 6, "Dia mengatur urusan langit ke bumi" ayat ini menjelaskan proses lperjalanan spiritual yang semula berasal dari Diri-Nya dalam hal ini yang Ada hanya Diri-Nya Sang Dia yang Dia hanya Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Sabda Rasulullah Saw: disebutkan 

كنت كنزا مخفيا فاحببت أن أعرف فخلقت الخلق لئاعرف، فبي عرفوني

Aku adalah khazanah tersembunyi (kanzanb makhfiyyan) lalu aku ingin dikenal, dan Ku ciptakan Makhluk (al-khalq) agar Aku dikenal. Oleh karena itu, bersama-Ku lah mereka mengenal Aku.

Aku adalah kanzan makhfiyyan (gudang tersembunyi) dengan makna Martabat Ahadiyah, Lalu Aku ingin Melihat Diri-Ku sendiri, maka Aku memanifestasikan (men tajallikan) Diri-Ku kedalam sisi lain yang disebut dengan Wahdah kemudian Wahidiyah. Maka dari Ahadiyah, Wahdah dan Wahidiyah.

Yang pertama Ahadiyah Sang Dia tanpa ada yang Mengenal-Nya, Al-Haq masih berada dalam ke-mujarrad-Nya, Ghaibul Ghuyub, lalu Al-Haq melihat Diri-Nya dan menyaksikan Keberadaan-Nya lalu Dia memanifestasi kan Diri-Nya dalam bentuk Sifat yaitu kertas yg semula kosong (Ahadiyat) kemudian diberi titik maka disebut Syu'un Dzat, atau takyin Awwal, maka inilah disebut martabat Sifat atau Wahdah atau Haqiqatul Muhammadiyah. Maka pada martabat Wahdah Al-Haq ber-tajalli (memanifestasikan) Diri-Nya dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada Diri-Nya sendiri, kemudian dari Wahdah ke martabat asma yaitu Wahidiyah yang disebut takyin tsani atau disebut juga a'yan ash-Tsabitah pada martabat ini Al-Haq bertajalli dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya pada potensi Alam semesta.

Maka dari situlah awal proses perjalanan dari Ahadiyah, Wahdah dan Wahidiyah. Yang ketiga-tiga Nya adalah Dia dalam Dia, SifatNya Qadim.

Sementara martabat ke empat kelima, keenam dan Ketujuh adalah manifestasi martabat Wahidiyah. Bahwa Allah ada Dzat, kemudian Sifat dan ada Asma-Nya. Maka dari itu untuk membuktikan adanya identitas Sifat dan asma, maka tentu ada perwujudan nya yaitu Alam dan manusia.

Jika hanya ada identitas sifat dan nama tapi tidak ada perwujudan maka itu hanya sekedar wacana. Namun apabila ada perwujudan dari identitas maka itulah fakta. Maka alam Arwah, dan alam Syahadah ini sebagai perwujudan fakta dari tiga identitas martabat Qadim diatas.

Dengan demikian alam dan Insan ini merupakan hasil tajalli (manifestasi) dan madhar Asma dan Sifat Allah. Oleh karena demikian, alam syahadah inj sebagai tempat penurunan pengembaraan terakhir. Maka, dunia ini sebagai tempat persinggahan sementara manusia. Namun, apabila seseorang manusia telah lupa dan tidak mengenal tempat asalnya inilah manusia yang ghaflah (lupa) atau manusia yang terhijab, terselimuti oleh kegelapan. Karena cahaya mata hatinya telah tertutup dengan Dzulumat (kegelapan). Apa yang dimaksud dengan kegelapan iaitu ananiah (keakuan), merasa diri ada, dan lupa kepada hakikat yang Ada itu sendiri.

Dengan demikian sudah semestinya manusia untuk berusaha kembali ketempat asalnya. Sebagai firman-Nya "Kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya." (QS As-Sajadah; 5). Maksud ayat naik kepada-Nya adalah proses taraqqi dimana perjalanan Insan menuju Al-Haq tempat asal-Nya.

Taraqi dapat diperoleh Apabila seseorang dapat menghimpun martabat ketuhanan dan martabat kehambaan yang dinamai maqam jam'i dapat merasai (Dzuq) dan Menyaksikan (Syuhud) hakikat.

شهود كثرة في الوحدة وشهود وحدة في الكثرة 

"Menyaksikan yang banyak pada yang satu san Menyaksikan yang satu pada yang banyak."

Dan hamba itu dapat menyempurnakan segala 4 pilar yaitu Syariat, tarekat, hakikat dan makrifat. Maka hamba demikian dinamakan dengan al-Insan al-Kamil. Atau Shuratul Al-Haq (gambaran Al-Haq) di alam semesta ini.

Tarekat adalah proses perjalanan hamba untuk kembali ke asalnya, tarekat harus dilandasi Syariat yang baik. Apabila Syariat tidak baik atau belum sempurna maka akan macetlah dalam proses tarekat.

Dalam tarekat dikenal dengan Sairul Suluk (proses metode perjalanan ruhani) hamba untuk taraqi kembali ke tempat asalnya. Salah satunya dengan metode zikir.

Asy-Syekh Al-Imam Ibnu Athaillah Al-Sakandari, berkata:

لاتتزك الذكر لعدم حضور قلبك مع الله فيه، لأن غفلتك عن وجود ذكره أشدّ من غفلتك فئ وجود ذكره فعسى ان ير فعك من ذكر مح وجود غفلتة إلى ذكر مح وجود يقظة، ومن ذكر مح وجود يقظة إلى ذكر مح وجود حضور، ومن ذكر مح ذكر مح وجود حضور إلى ذكر مح غيبة عما سوى المذكور وماذلك على الله بعزيز.

فلت: الشيخ سيدي أحمد عجيبة الشاذلي

الذكر ركن فوي فى طريق القوم، وهو أفضل الأعمال قال الله تعالى "فاذكررني اذكركم (البفرة: 152).

Janganlah meninggalkan zikir karena kamu belum hudhur atau selalu bersama Allah Ta'ala diwaktu zikir, sebab kelalaianmu terhadap Allah (ma'al ghaflah), ketika tidak berzikir lebih bahaya daru pada kelalaianmu terhadap Allah ketika berzikir. Semoga Allah menaikan (men-taraqikan) derajatmu dari zikir kelalaian kepada zikir yg disertai ingat kepada Allah (ma'al yaqzhah), kemudian meningkat dari zikir ingat kepada Allah kepada zikir yang disertai hadir hati (ma'al hudhur), kemudian meningkat lagi dari zikir disertai hadir kepada Allah kepada zikir yg disertai lupa terhadap segala sesuatu selain Allah (ma'al ghaibah), dan semua itu bagi Allah Ta'ala tidaklah sulit.

Berkata Asy-Syekh Sayyidi Ahmad Ajibah Asy-Syadzili, Zikir merupakan pondasi utama dalam ber-thariqoh, sebaik-baik amal dalam menuju wushul kepada Allah sebagai mana firman Allah "Karena itu ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat pula kepadamu". (QS. Al-Baqarah : 152). (Kitab Iqozhul Himam fi Syarh Al-Hikam, Maktabah As-Shourukh Al-Dauliyah, Al-Qahirah, hal 118).

Ulama Sufi berkata, Zikir terbagi empat tingkatan:

1. Zikir Ma'al Ghaflah, yaitu mulutnya berzikir tapi, hati, akal dan perasaannya tidak ingat kepada siapa ia berzikir, (Allah).

2. Zikir Ma'al Yaqzhah, yaitu zikir terjaga, yg mana akalnya telah ingat kepada,siapa ia berzikir namun, cahaya zikirnya belum sampai kedalam hatinya.

3. Zikir Ma'al Hudhur yaitu hati dan jiwanya telah hadir bersama Allah, ketika berzikir. Nur Waridat (cahaya petunjuk) telah masuk kedalam hatinya yg dapat membersihkan dan mensucikan hatinya dari penyakit nafsu.

4. Zikir Ma'al ghaibah, yaitu zikir puncak bagi golongan Al-Arifin, telah fana atau hancur wujud/eksistensi dirinya dari segala sesuatu selain Allah ketika berzikir telah baqa (kekal) ia bersama Allah. Nur Kasyf (cahaya penyingkapan ghaib) telah terbuka sehingga bertajalli Allah terhadap dirinya, sehingga ia dapat menyaksikan dan memahami segala perkara-perkara ghaib.

Maka pada zikir tingkatan ke 4 pada maqam ma'al Ghaibah, dimana perjalanan spiritual seseorang telah kembali ke asalnya yaitu martabat Wahdah yaitu martabat Haqiqatul Muhammadiyah dan Ia bersama Rasulullah Saw yang dapat mengantarkan ke Ahadiyah.

Asy-Syaikh Syamsuddin asy-Syumatrani QS menjelaskan,

فطريق ذكرك أن تقول بلسانك لا إله إلا الله وتحفظ بقلبك معناها نفيا وإثباتا. فالنفي أن تنفي أنيتك الوهمية بأن تصور لا أنية لي. والاثبات أن تثبت في قلبك الحق تعالى بأن لا تتصور فيه إلا الله. 

با أخي فذ وجوه فذكر وجه الحق عزوجل اخلصك الله سبحانه وتعالى إلى وجهه الكريم.

الكتاب جوهر الحقائق 

Metode zikirmu adalah engkau mengucapkan لا إله إلا الله dengan lisanmu dan engkau menjaga maknanya dengan hatimu dengan cara nafi (penafian) dan itsbat (penetapan). Maksud Nafi engkau menghilangkan keakuan atau wujud dirimu yang ilusif (anaiyyah wahmiyyah) dengan cara menggambar kan aku tidak memiliki keakuan diri sama sekali. Adapun maksud itsbat adalah menetap dalam hatimu hakikat Al-Haq Subhanallah wa' Ta'ala dengan tidak membayangkan didalam nya kecuali hakikat Allah.

Wahai saudaraku yang memandang sendirian beberapa wajah (fadzdz wujuh)! Ingatlah wajah Al-Haq Subhanallah wa'Ta'ala, (ketika berzikir), niscaya Allah Subhanallah wa Ta'ala membersihkan dirimu menuju Wajah-Nya yang Maha Mulia (al-Karim). (Kitab Jauhar al-Haqa'iq Maktabah al-Wathaniyah al-Jamahiriyah, hal 83).

Dengan zikirlah sebagai kendaraan spiritual yang dapat membawa perjalanan spiritual Insan meninggalkan Alam, Nasut (syahadah/khalqiyah) menuju ke alam Lahut (Uluhiyah). Dan sampai ketempat asalnya.

Penulis: Budi Handoyo, SH., MH. Dosen STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh

Editor: Khumaedi NZ