Ngaji MATAN UINSA “Nikmatnya Bermunajat Kepada Allah”

Surabaya, JATMAN.OR.ID: Pengurus Komisariat Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (MATAN) UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya kembali menggelar pengajian rutin kitab Tajul Arus karya Syaikh Ibnu Athoillah pada Rabu Sore (21/10). Pengajian diselenggarakan secara offline dan virtual via zoom yang diisi oleh Dr (Cand). KH. Moh. Yardho, M.Th.I selaku Pembina PK MATAN UINSA
Yai Yardho mengawali pengajian ini dengan membahas bahwa pakaian yang sejati itu merupakan akhlak yang baik dan keimanan yang sempurna.
“Allah itu memberi pakaian kepada hambanya bukan seperti pakain baju ini maksudnya, tapi berupa pakaian makrifat, pakaian tauhid, pakaian cinta, pakaian keimanan, dan pakaian Islam,” terangnya.
Beliau menjelaskan bahwa kenikmatan yang terbesar adalah ketika hambanya bertemu sang khalik. Bukan ketika seseorang bertemu dengan bidadari atau yang lainnya.
“Jika kita sering bermunajat kepada Allah, maka semua itu akan jadi hina, menjadi tidak ada apa-apanya dibandingkan Allah. Coba ketika ada seorang mimpi bertemu bidadari, maka setelah bangun, ya semuanya gak ada apa-apanya dibandingkan bidadari tersebut. Itu baru bertemu bidadari, apalagi bertemu Allah ya semuanya jadi tidak ada apa-apanya,” Jelas Yai Yardho pengasuh PP Al-Jawi Surabaya.
Yai Yardho melanjutkan pembahasannya mengenai bahayanya syirik. Karena saat ini banyak sekali syirik yang berupa berhala modern.
“Jika manusia benar-benar bertauhid kepada Allah, maka tidak akan syirik. Yang bahaya sekarang ini adalah dengan berhala modern, seperti orang kalau tidak punya ijazah akan takut tidak sukses dan sebagainya. Ketakutan dan kekahwatiran inilah yang berbahaya, iya tidak musyrik, tapi bisa juga menjadi syirik khofi. Kemudian jika orang benar-benar Islam itu maksiatnya sedikit, kalaupun maksiat langsung sadar dan beristighfar. Beda kalau Islam KTP, ya banyak maksiatnya,” lanjutnya.
Kemudian Pengasuh Al-Jawi ini menerangkan jangan pernah menyerah untuk mengenal Allah dengan benar. Tidak ada kata terlambat untuk mengenalNya selagi masih bisa bernafas.
“Jangan sampai mati, sebelum kamu merasakan paling nikmatnya sesuatu yang ada di dunia ini, yaitu bermunajat dengan Allah dan disapa oleh Allah. Bagi orang sufi kenal kepada Allah, disapa oleh Allah itu surga dunia, bahkan lebih nikmat dari nikmatnya bersetubuh. Bahkan lebih jauh lagi tafsir sufi mengatakan bahwa jika di dunia gak merasakan bertemu dengan Allah, maka jangan harap bakal bertemu dengan Allah di Surga. Jangankan di Surga, di dunia aja gak pernah apalagi di Surga. Jika kalau sudah berusaha, tapi masih tidak bisa kenal Allah, maka cobalah meratap kepada Allah ‘ya Allah saya sudah tua gini, sudah berusaha kok gak kenal Allah, kapan ya Allah?’ jadi jangan santuy, harus ada rasa butuh dan bersalah,” jelas Yai Yardho.
Di akhir pengajian Yai Yardho berpesan rahmat Allah itu diibaratkan seperti air dan menjadilah orang yang tawadhu’. “Rahmat Allah itu seperti air yang datang ke tempat yang rendah, gak mungkin ke tempat yang tinggi kecuali pakai sanyo. Begitu juga dengan rahmat Allah. Jika ingin ditolong Allah, maka rendahkanlah dirimu. Jika ingin dikasihani Allah, maka jadilah orang yang faqir atau orang yang butuh,” pesannya. [Alvin Jauhari/Surabaya]