Muharram dan Keteladanan Cicit Rasulallah

September 18, 2023 - 11:02
Muharram dan Keteladanan Cicit Rasulallah

Bulan Muharram merupakan bulan yang dimuliakan Allah Swt. Pada bulan ini terdapat banyak kisah yang dapat diambil pelajarannya, salah satunya kisah terbunuhnya cucu Nabi Muhammad Saw, yakni Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib terjadi pada tanggal 10 Muharram 61 Hijriah. Peristiwa ini meninggalkan duka bagi cicit Rasulullah yang bernama Sayyidina Ali Zaenal Abidin Assajjad Ra.

Bulan Muharram adalah bulan mulia. Dalil mengenai hal ini adalah sebagaimana Allah berfirman dalam sebuah ayat dalam Al-Qur’an yaitu :

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu” (QS. At-Taubah : 36)

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah dimana empat bulan dalam kalender Islam tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Kisah yang dialami oleh Sayyidina Ali Assajjad tidak menjadikan dirinya terus larut dalam duka, namun semuanya diterima dengan lapang dada tanpa dendam semua adalah qodho dan qodar Allah Swt. Ajaran-ajaran dari ayahnya Sayyidina Husein bin Ali bin Abu Tholib yang tentunya mewarisi risalah Rasulullah SAW. Sehingga ada beberapa karya yang dinisbatkan kepada beliau yaitu Risalatul Huquq dan untaian-untaian Munajat Shahifah Sajjadiyah.

Pribadi yang alim, ahli hadis, ahli ibadah dan disegani. Ketika di Madinah, Sayyidina Ali Zaenal Abidin tumbuh sebagai seorang yang sangat alim. Beliau tekun beribadah, sementara ketinggian ilmu agamanya menjadikannya sebagai rujukan para ulama. Terutama dalam ilmu Hadits. Sa’id bin Musayyib memberikan gelar kepada Sayyidina Ali Zaenal Abidin dengan gelaran Zainal Abidin (Mahkota para Ahli Ibadah).

Keilmuan dan keteladanan Sayyidina Ali Zaenal Abidin Assajjad menjadi kiblat bagi Ahli Thoriqoh untuk berjalan menuju Allah Ta’ala. Dhohir jalan Salikin adalah ilmu dan amal, sedangkan batinnya adalah kesungguhan (Sidq) dalam bertawajjuh kepada Allah Ta’ala dengan mengamalkan segala sesuatu yang diridhoi-Nya dengan cara yang diridhoi-Nya.

Jalan ini menghimpun semua akhlak luhur dan mulia, mencegah dari semua sifat hina dan tercela. Puncaknya memperoleh kedekatan dengan Allah dan fath (terbukanya tabir/penutup) . Jalan ini (mengajarkan seseorang) untuk bersifat (dengan sifat-sifat mulia) dan beramal saleh, serta mewujudkan tahqiq, asrôr, maqômât dan ahwâl. Jalan ini diterima oleh orang-orang yang saleh dari kaum sholihin dengan pengamalan, dzauq dan perbuatan, sesuai fath, kemurahan dan karunia yang diberikan Allah SWT.

Abu Hamzah al-Tsumali berkata, “Ali bin Husain as memikul sejumlah makanan dan dalam kegelapan malam ia memberikannya kepada fakir miskin secara diam-diam. Sayyidina Ali Zaenal Abidin Assajad  berkata :

 صَدَقةُ السِّرِّ تُطفِئُ غضبَ الرَّبِّ

“Sedekah yang diberikan dalam kegelapan malam akan memadamkan amarah Allah swt.”

Muhammad bin Ishaq berkata, “Orang-orang Madinah selama hidupnya tidak mengetahui dari mana kebutuhan hidup mereka terpenuhi. Namun setelah wafatnya Ali Zaenal Abidin, makanan-makanan mereka pun terhenti.

Keteladanan cicit Rasulullah SAW hingga kini terus dikenang oleh para salikin yang berharap ridha Allah semata untuk keselamatan dunia dan akhirat. Tidak diragukan nasab mulia dan sanad keilmuan dari sosok Sayyidina Ali Zaenal Abidin Assajad yang menjadi mata rantai emas seluruh thariqah yang Mu’tabarah.

Penulis: Abdul Mun’im Hasan

Editor: Warto’i