Mengenal Syekh Abdul Muhyi Pamijahan Melalui Sanad Keilmuannya

Syekh Abdul Muhyi adalah ulama besar yang hidup pada periode pertengahan abad ke-17. Syekh Abdul Muhyi lahir di Mataram sekitar tahun 1650 M dan meninggal sekitar tahun 1730 M. Salah satu bukti yang menguatkan Syekh Abdul Muhyi lahir atau berasal dari Mataram adalah adanya hubungan erat antara Syekh Abdul Muhyi dengan Mataram. Ketika Syekh Abdul Muhyi menyebarkan Islam di wilayah Pamijahan umumnya di wilayah pemerintahan Sukapura, Kerajaan Mataram Islam, melayangkan surat kepada pemerintah Kolonial Belanda untuk menjadikan Pamijahan sebagai daerah Pasidkah (daerah yang bebas dari pajak dan upeti).
Dalam prosesnya menjadi seorang ulama sufi, Syekh Abdul Muhyi lebih dahulu menempuh jalur syariat. Baru kemudian ia menempuh jalur kesufian melalui seorang ulama besar dan waliyullah, yaitu Syekh Abdul Rauf as-Sinkili, yang merupakan ulama asal Aceh As-Sinkil dekat pantai Laut Aceh.
Syekh Abdul Muhyi mendapat Ijazah Tarekat Syattariyah dari gurunya Syekh Abdul Rauf. Sedangkan Syekh Abdul Rauf mendapat ijazah Tarekat Syattariyah dari gurunya yaitu Syekh Ahmad al-Qusyasyi ketika sedang belajar di Madinah. Sebagai tanda telah selesai berguru kepada Syekh Ahmad Al-Qusyasyi, Syekh Abdul Rauf diberi gelar oleh sang guru sebagai khalifah Syattariyah dan Qadiriyah. Maka tak heran, seperti yang diungkapkan oleh KH. Beben Muhamad Dabbas (Wakil Talqin TQN Suryalaya) bahwa selain menganut Tarekat Syattariyah, Syekh Abdul Muhyi juga penganut Tarekat Qadiriyah, hanya saja yang dibesarkan dan disebarkan adalah Tarekat Syattariyahnya.
Adanya indikasi Syekh Abdul Muhyi sebagai Qadiri, bisa jadi berasal dari gurunya juga, Syekh Abdul Rauf yang mendapat gelar khalifah Syattari dan Qadiri dari gurunya Syekh Ahmad al-Qusyasyi. Namun, sangat tidak mungkin apabila Syekh Abdul Muhyi menganut Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN), karena TQN sendiri baru disatukan oleh Syekh Khatib Syambas sekitar tahun 1888 M.
Sebagaimana Syekh Abdul Rauf yang mendapat dukungan serta perlindungan dari Kerajaan Aceh saat itu. Bahkan diangkat sebagai mufti oleh Kerajaan Aceh. Hal tersebut pula yang dialami oleh Syekh Abdul Muhyi ketika melakukan Islamisasi di wilayah Kerajaan Sukapura atau Tasikmalaya saat ini. Kala itu, Bupati Sukapura ke III mengangkat Syekh Abdul Muhyi sebagai mufti di lingkungan Kerajaan Sukapura. Dan bahkan putri dari Bupati Sukapura ke III tersebut dipersunting oleh Syekh Abdul Muhyi untuk menjadi istrinya.
Pernah suatu ketika, ulama besar dari Sulawesi, Syekh Yusuf al-Maqassari berusaha lari dari pengejaran Belanda dengan meminta bantuan kepada Syekh Abdul Muhyi untuk bersembunyi di Pamijahan. Selama Syekh Yusuf al-Maqassari berada di wilayah Pamijahan, Syekh Abdul Muhyi memanfaatkan waktu dengan belajar banyak kepadanya. Syekh Abdul Muhyi bertanya banyak hal kepada Syekh Yusuf al-Maqassari, salah satunya tentang penafsiran ayat-ayat Al-Quran mengenai hal mistis. Selain itu, Syekh Abdul Muhyi juga meminta Syekh Yusuf al-Maqassari untuk memberitahu dan menyebutkan sanad-sanad tarekat yang ia terima selama berada di Haramain.
Penulis: Ilham Muhammad Nurjaman (Penulis merupakan keturunan Syekh Abdul Muhyi melalui lalur istrinya, Ayu Bakta)
Editor: Khoirum Millatin