Kuliah Tasawuf: Mengenal Maqamat dan Ahwal

Desember 24, 2023 - 13:50
Desember 26, 2023 - 13:51
Kuliah Tasawuf: Mengenal Maqamat dan Ahwal

Probolinggo, JATMAN Online - Majelis Ifta’ JATMAN Probolinggo KH. Moh Zuhri Zaini Pengasuh PP. Nurul Jadid Paiton menyampaikan bahwa, hakikat tasawuf itu adalah pelaksanaan tugas manusia sebagai hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Saat beribadah kita dianjurkan tunduk, patuh, serta pasrah kepada perintah-perintah-Nya. 

“Ibadah itu merupakan jalan untuk menuju Allah, kita perlu menyadari bahwa, kita sebetulnya sedang berjalan menuju Allah. Sebab kita akan kembali kepada Allah. Sadar atau tidak sadar, tentu kita akan kembali,” dawuh KH. Moh. Zuhri Zaini, saat mengampuh kuliah tasawuf ke-VI, yang digelar Lembaga Pembinaan Pondok Mahasiswa (LP.POMAS) Universitas Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Kamis (21/12).

Namun demikian, tak semua orang bisa menyadari bahwa dia akan kembali kepada Allah. Orang seperti ini, menurut beliau, barangkali tidak percaya dan kurang peduli adanya akhirat, dan bahkan mungkin meyakini bahwa kelak dia tidak akan menghadap Allah.

”Sehingga dia tidak melakukan persiapan-persiapan untuk menghadap Allah,” dawuhnya.

Beliau menambahkan, ada manusia yang menyadari bahwa dia akan kembali kepada Allah. Yaitu manusia-manusia yang beriman kepada Allah dan yakin dengan adanya akhirat. Sebab itu, sebelum menghadap Allah dia sudah mempersiapkan dirinya dengan baik.

Beliau menegaskan, jika kita sering membaca surah Yasin diakhir ayat berbunyi wailaihiturja’uun, artinya: kepada-Nya kamu dikembalikan. Penggalan ayat tersebut menunjukkan kepada kita semua bahwa manusia pasti akan kembali kepada Allah, melalui kematian dan akan dibangkitkan kembali dihadapan-Nya.

”Karena itu, kita akan kembali kepada Allah maka kita harus kembali dengan cara yang baik. Sebab tidak semua orang kembali kepada Allah dalam keadaan baik, dalam keadaan senang,” tutur Kiai Zuhri.

Beliau mencontohkan, sama seperti para santri yang mondok, suatu ketika pasti akan kembali ke kampung halaman masing-masing. Ada sebagian santri yang pulang dengan keadaan baik, misalnya membawa prestasi dan ilmu. Sehingga membuat orang tuanya senang dan bangga.

Namun ada pula santri yang pulang dalam keadaan tidak baik dan tidak membawa apa-apa, karena selama di pesantren santri itu tidak belajar, sering melanggar, bahkan sampai dikeluarkan dari pesantren. Maka, kata beliau, santri seperti itu jika pulang ke kampung halaman orang tuanya pasti tidak senang dan marah-marah.

”Begitu pula kita kembali kepada Allah,” dawuhnya.

Karena itu, kita harus melakukan apa yang diperintah-Nya. Dan terutama yang diwajibkan oleh Allah seperti salat akan menjadi modal utama untuk kedekatan diri kita kepada Allah. Beliau menambahkan, tentu kedekatan kepada Allah itu bukan diukur secara fisik saja, tapi diukur secara batin, kedekatan hati.

***

Pencapaian spritual atau kondisi batin dalam perjalanan menuju Allah disebut hal yang dijamak menjadi ahwal. Sedangkan maqamat adalah jamak dari kata maqam, yang berarti tempat, kedudukan dan derajat.

Sebagian para ulama dalam hal itu, kata Kiai Zuhri, ada yang membedakan dan menyamakan antara maqamat dan hal. Ulama yang membedakan mangatakan bahwa maqamat itu disengaja atau bisa diupayakan, sedangkan ahwal itu tidak.

“Contohnya begini, seperti taubat. Taubat itu termasuk maqamat tingkatan pertama. Maqam yang pertama dalam perjalanan spritual menuju Allah, tentu yang paling pertama itu ilmu,” dawuhnya.

Ilmu itu, kata beliau, hanya bekal masih belum berjalan. Sebab, hanya dengan ilmu kita tidak akan tersesat ketika perjalanan menuju Allah. Seperti ilmu tauhid itu sangat penting, karena keberadaan Allah itu tidak terlihat secara kasat mata. Oleh sebab itu, kita harus tahu ilmu tentang sifat-sifat Allah, agar tidak salah menghadap-Nya.

Seperti Syekh Abdul Qadir al Jilani, beliau mencontohkan, suatu ketika di saat beliau bermunajat kepada Allah, datang setan untuk menggodanya. Setan itu berbentuk diri seperti sinar. Dari sinar itu terdengar sebuah suara, ”Wahai Abdul Qadir sekarang aku memperbolehkan kamu melakukan perbuatan-perbuatan yang haram.”

Meski yang keluar adalah sinar yang menyerupai Allah. Namun Syekh Abdul Qadir tahu kalau itu bukan Allah, beliau menjawab suara itu dengan balasan, ”Wahai setan terkutuk”. KH. Zuhri Zaini menyampaikan, seandainya beliau tidak tahu sifat-sifat Allah, mungkin disangka Allah.

Tak sampai disitu, keesokan harinya Syekh Abdul Qadir bercerita kajadian itu, lalu sebagian orang ada yang bertanya,

”Ya Syekh, Anda kok tahu bahwa itu adalah setan?”

Akhirnya beliau menjawab bahwa perkataan dari sinar itu menyuruh untuk berbuat haram, sedangkan Allah itu tidak akan menyuruh melakukan perbuatan yang buruk.

”Pasti yang diperintahkan itu baik-baik semua, kalau ada perintah buruk itu pasti bukan dari Allah,” dawuh KH. Zuhri Zaini, menirukan jawaban Syekh Abdul Qadir.

KH. Zuhri Zaini mengingatkan, bahwa untuk beribadah kepada Allah kita harus memiliki ilmu tentang ilmu ibadah. Semua itu dimulai dari akidah atau keyakinan-keyakinan, sekaligus akhlak. Termasuk ilmu tasawuf dan fikih, tata cara beribadah,

”Jadi harus punya ilmu,” tambahnya.

Selain itu, kata beliau, pada hakikatnya orang mencari ilmu itu merupakan perintah dari Allah. oleh sebab itu, kalau mencari ilmu karena Allah sebetulnya kita sudah melangkah, yaitu dalam beribadah. Beliau mengingatkan, apabila kita murni karena Allah, maka ilmu yang kita dapatkan pasti akan diamalkan. Sebaliknya, kalau tidak diamalkan berarti kita cari ilmu tidak karena Allah.

”Jadi sudah punya ilmu harus melangkah mengikuti ilmunya, apa langkah pertama sudah kita tahu tentang ilmu ibadah, langkah pertama itu taubat, ini maqamat taubat. Taubat itu berbenah diri memperbaiki diri,” kata beliau.

Manusia yang melakukan perbuatan baik setelah berbuat maksiat, namun dia tidak bertaubat, maka amalnya itu akan sia-sia. Sebab, orang yang berbuat maksiat kepada Allah maupun sesama manusia, harus terlebih dahulu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara bertaubat dan berhenti berbuat maksiat.

”Sebab kalau tidak berhenti kita kan seperti jalan di tempat, jadi kita mendekatkan diri kepada Allah tapi tidak berhenti ya jalan di situ, sekalipun tetap saja amal baik itu ada gunanya ketimbang hanya beramal buruk,” pungkas beliau.

Editor: Khoirum Millatin

Ibrahim La Haris Mahasiswa Universitas Nurul Jadid