KH Mukhlis Hanafi Gaungkan Konsep Green-Sufism untuk Menghadapi Perubahan Iklim
KH. Mukhlis Hanafi merupakan satu-satunya narasumber perwakilan Indonesia yang menjadi pembicara di komisi A dalam acara konferensi sufi dunia di Pekalongan. Pada konferensi ini terdapat beberapa panel, dan pada panel keempat yang bertemakan “Peran Tasawuf dalam Membangun Peradaban dan Manusia”, KH Mukhlis Hanafi menjadi pembicara keenam yang menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia.

KH. Mukhlis Hanafi merupakan satu-satunya narasumber perwakilan Indonesia yang menjadi pembicara di komisi A dalam acara konferensi sufi dunia di Pekalongan. Pada konferensi ini terdapat beberapa panel, dan pada panel keempat yang bertemakan “Peran Tasawuf dalam Membangun Peradaban dan Manusia”, KH Mukhlis Hanafi menjadi pembicara keenam yang menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia.
Sosok alumni Al-Azhar Kairo yang saat ini juga menjadi ketua Lajnah Pentashih al-Quran di Kemenag mengusung tema menarik dalam presentasinya. Tema yang beliau bawakan adalah “Green-Sufism: Metode Sufi dalam Menghadapi Tantangan Perubahan Iklim”.
Dia mempresentasikan makalahnya dengan full menggunakan bahasa Arab yang fasih dan lugas, tanpa adanya kesalahan maupun kekeliruan. Ini menjadi motivasi tersendiri bagi penulis dan menjadi cermin bahwa putra bangsa pada dasarnya juga mendapat kesempatan yang sama untuk tampil dalam Forum Sufi Internasional.
Menurut pemaparannya, perubahan iklim yang terjadi di berbagai negara ini tentu sudah menjadi problem nasional bahkan internasional. Dan untuk menghadapinya memerlukan banyak peran dari berbagai kalangan. Problem ini sudah tidak bisa lagi dianggap sebagai masalah yang harus dihadapi oleh pemerintah saja, akan tetapi sudah menjadi masalah yang harus dihadapi oleh semua elemen dalam masyarakat, termasuk para sufi di dalam dunia tasawuf.
Konsep tasawuf pada masa sekarang ini sudah tidak relevan lagi jika dimaknai dengan sebatas berzikir dan wirid saja. Karena zaman semakin berubah dan peradaban pun berkembang. Bahkan problem-problem global tidak bisa dihindarkan, di antaranya adalah perubahan iklim. Memang, pada dasarnya problem perubahan iklim ini bukanlah ranah keahlian para sufi dalam dunia tasawuf. Walau demikian, setidaknya ada satu hal yang menjadi kesamaan dan tidak bisa dihindarkan. Yaitu dampak dari perubahan iklim sendiri yang dirasakan oleh seluruh masyarakat, termasuk di dalamnya kalangan sufi. Sebab itulah, sudah menjadi kewajiban bagi para sufi dalam dunia tasawuf untuk ikut andil dalam menghadapi masalah perubahan iklim ini.
Para sufi dituntut untuk merealisasikan kosep ihsan bukan hanya dalam hal ibadah atau sebatas hubungan antara hamba dan Tuhannya saja. Lebih luas lagi, konsep ihsan pada masa sekarang ini sudah harus diterapkan dalam lingkungan. Kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan harus semakin ditingkatkan. Sekarang sudah tidak lagi hanya berfokus pada ruhaniyah atau akhlak sosial sesama manusia saja, akan tetapi juga terhadap lingkungan dan alam dengan menjaga dan melestarikannya. Dengan demikian para sufi dapat ikut andil dalam menghadapi masalah perubahan iklim.
Imam Ghazali pernah mengatakan bahwa seseorang yang memotong ranting pohon itu dapat dihukumi kafir terhadap nikmat Allah. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang melakukan pencemaran lingkungan lebih dari itu, seperti penebangan hutan, limbah pabrik, polusi udara, dan masih banyak lagi. Harusnya dari kutipan Imam Ghazali tadi, yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi rujukan dalam dunia tasawuf. Sudah sangat jelas dan dapat dipahami bahwa kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan adalah termasuk dari tugas para sufi dalam dunia tasawuf.
Ringkasnya, konsep green-sufism ini adalah mengajak kepada para sufi dalam dunia tasawuf khususnya, agar lebih peka terhadap masalah lingkungan. Berperan aktif dalam memberikan pemahaman terhadap para murid maupun masyarakat untuk ikut andil dalam menghadapi masalah perubahan iklim ini. Bahwasanya menjaga lingkungan dan menjaga alam juga merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan.