Kajian Ontologis Insan Kamil sebagai Makrokosmos dan Mikrokosmos dalam Perspektif Tasawuf Falsafi Ibnu Arabi

Berbicara tentang konsep atau istilah al-Insan al-Kamil [manusia sempurna] tidak bisa lepas dari kajian tasawuf falsafi atau irfani sufi. Kajian insan kamil merupakan salah satu kajian utama dalam tasawuf falsafi yang embrio nya dari Syekh Ibnu Arabi dalam kitab-kitab utama beliau yaitu Futuhat al-Makkiyah, Fushus al-Hikam, dan Insya Da’wair. Kemudian istitah Insan kamil dikembangkan lagi oleh Syekh Abdu Karim al-Jili dalam kitab nya al-Insan al-Kamil fi Ma’arifati Awa’il wa Awakhir. Wiliam C. Chttick dalam bukunya Imaginal World, Ibnu Arabi and the Problem of Religious menjelaskan; .”Ketika Ibnu Arabi membahas Manusia, dia mengarahkan perhatianya pada manusia sempurna, bukan manusia yang dikenal sebagai makhluk pelupa dan bodoh. Dia memandang manusia sempurna dari dua sudut pandang yang secara fundamental bertolak belakang, ketika dia memetakan antara realitas bathinia mereka dalam pengetahuan Tuhan dan pengejahwatan mereka dibumi. Pertama dengan “hakikat” manusia sempurna, yang dia maksudkan adalah arketipe abadi dan kekal dari semua manusia sempurna secara individual, sedangkan yang kedua adalah dengan melalui pengejahwatan mereka, dia maksudkan adalah pada Nabi dan Wali Allah di dalam aktualitas sejarah mereka. Pembahasan tentang hakikat tunggal dari manusia sempurna dilengkapi oleh fakta bahwa dia merujuk kepadanya dengan banyak sebutan yang beragam. Demi tujuan saat ini, secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa dia sering menyebutnya dengan. “Hakikat Muhammadiyah.”
Syekh al-Akbar Ibnu Arabi Menjelaskan;
أن الإنسان هو الكون باسره من حيث هو ثمرته، وهو سره من حيث انفراده عنه لأنه مراة تجلى الحق بالعالم بظهور أسمائه وصفاته، إذ لايتم التجلي التام الكامل بكل الأسماء جملة إلا بوجود آدم أعني نوع الإنسان.
Sesungguhnya Insan adalah keseluruhan alam dari segi bahwa ia adalah buahnya, dan ia adalah rahasianya dari segi keunikannya dari alam, karena ia adalah cermin tajalli al-Haqq bersama alam dengan dzuhur (penampakkan) nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya... Ingatlah bahwa tajalli yang penuh dan sempurna dengan Keseluruhan nama-nama Tuhan tidak terjadi kecuali melalui wujud Adam, yaitu Insan. [ Bulghatul Ghawash fi Al-Akwan Ila Ma'din Al-Ikhlas fi Ma'arif Al-Insan, Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, Beirut hal 75 ]
أن الإنسان نسختان: نسخة ظاهرة ونسخة باطنة، فالنسخة الظاهرة مضاهية للعالم بأسره فيما قدرنا من الأقسام، والنسخة الباطنة مضاهية للحضارة الإلهية، فالإنسان هو الكلي على الإطلاق والحقيقة.
Insan (manusia) terdiri dua salinan (nuskhatani), yaitu salinan yang tampak (nuskhah zahirah) dan salinan yang tersembunyi (nuskhah bathinah). Salinan yang tampak dapat disamakan dengan alam secara keseluruhannya... dan salinan tersembunyi dapat disamakan dengan hadrah Ilahi. Maka Insan secara keseluruhan mencakup Ithlaq dan haqiqat. [Insya'u Al-Dawa'ir, Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, Beirut hal 148 ]
Lebih lanjut konsep Insan kamil yang oleh Syekh al-Akbar Ibnu Arabi, menjelaskan, “Awal mula penciptaan adalah Debu [al-haba], dan eksitensi pertama yang ada di dalamnya adalah hakikat Mummadiyah yang berasal dari nama Ar-Rahman. Ia tidak terbatasi oleh ke-dimanaan [ayna] karena ia tidak terikat dengan ruang. Dari apakah alam semesta tercipta? Ia tercipta dari sebuah hakikat spesifik yang tidak disifati dengan eksistensi maupun non-ekistensi. Di dalam apakah ia tercipta? Ia tercipta di dalam Debu. Seperti model apa ia tercipta? Ia tercipta berdasarkan sebuah spesifik dalam Diri al-Haq. Untuk apa ia tercipta? Ia tercipta untuk memanifestasikan hakikat-hakikat Ilahi.”
“Apa tujuan penciptaan? Tujuannya adalah untuk memurnikan apa yang tercampur, agar setiap alam mengetahui porsi mereka masing-masing dari penciptanya dengan tanpa kerancuan. Jadi, tujuan penciptaan alam semesta untuk memanifestasikan esensi-esensi [hakikat-hakikat], dan untuk mengetahui orbit-orbit alam besar [makrokosmos] yaitu segala sesuatu selain manusia menurut isitilah yang disepakati oleh semua dan alam kecil [mikrokosmos] yaitu manusia yang menjadi ruh bagi alam semesta serta menjadi alasan dan penyebabnya. Seperti halnya manusia adalah sebuah mikrokosmos dari segi jasadnya, ia juga dianggap rendah dan remeh [haqir] jika dilihat dari segi kebaharuannya. Tetapi ia bisa menyerupai dan mengaku sebagai Tuhan [ta’alluh] karena ia khalifah Allah di alam semesta, dan di alam semesta ditundukkan sebagai objek “Ketuhanan” manusia, sama seperti manusia yang menjadi objek bagi ketuhanan.” [ Futuhat al-Makkiyah, Dar Ihya Thurast al-Arabi, Beirut hal 191 ].
Syekhul al-Akbar Ibnu Arabi berkata:
من عرف نفسه، فقد عرف ربه، وقال تعالى (سنريهم اياتنا في الآفاق) [فصلت : ٥٣] وهو ما خرج عنك (وفي انفسهم ) [فصلت: ٥٣] وهو ، (حتى يتبين لهم ) [فصلت؛ ٥٣] أي للناظرين(إنه الحق) [فصلت: ٥٣]. أي من حيث إنك صورته وهو روحك. فأنت له كالصورة الجسمية لك، وهو لك كالروح المدبر لصورة جسدك.
Barangsiapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya. Allah Ta'ala berfirman, "Kami memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat atau tanda-tanda [ufuk] kekuasaan kami di alam semesta ini," (QS. Fushshilat: 53). Yakni dunia luar, yang diluar dirimu "dan juga dalam diri mereka," (QS Fushshilat: 53). "yakni esensi dirimu atau ruang batin dirimu. "agar menjadi menjadi jelas bagi mereka," (QS. Fushshilat: 53) yakni bagi mereka yang memandang (dengan makrifat atau realitas hakiki). "bahwa Dialah Yang Haq." Dalam arti engkau adalah gambaran atau image-Nya; Dia adalah Ruhmu. Pada satu sisi, relasimu denganNya adalah seperti relasi wujud fisikmu dengan dirimu. Sementara, pada sisi lain, relasiNya denganmu adalah seperti relasi ruh pengatur (dalam dirimu) dengan bentuk fisik badanmu. [Fushush Al-Hikam, Dar Al-Kutubi Al-Arabi, Beirut hal 69].
Oleh Wiliam C. Chttick dalam bukunya yang lain The Self Disclosure of God: Principles of Ibn Arabi’s Cosmology memberikan penjelasan, “Tanda dan ayat dapat ditemukan di luar ataupun di dalam diri [manusia]. Alqur’an menegaskan, kami akan menunjukkan pada mereka tanda-tanda kami di horizon [ufuk] dan juga dalam diri mereka, hingga jelas bahwa Tuhan itu nyata. Horizon mengacu pada dunia yang dapat kita lihat diluar diri kita, sedangkan kata diri mereka, mengacu pada dunia pengalaman internal. Dalam pangann Syakh Ibnu Arabi, dasar pengertian ayat diatas adalah, “Penandamu atas al-Haq adalah dirimu sendiri dan alam.” Diri dan kosmos [alam] adalah dua realitas yang di dalamnya manifestasi al-Haq dapat disaksikan. Sebagai teks-teks dalam Islam menyebut. Horison [ufuk] dan diri sebagai ekspresi al-Qur’an Surah Fushshilat: 53 yang sama dengan makrokosmos dan mikrokosmos.”
Telah dijelaskan bahwa Ibnu Arabi menyebut manusia sempurna sebagai aspek-aspek dalam dan luar dari Realitas, A.E. Afifi dalam bukunya A Mystical Philosopy of Muhyid Din Ibn Arabi menerangkan, “Ini Meringkaskan apa yang dimaksudkan mikrokosmos manusia sempurna adalah suatu miniature Realitas [Yakni Tuhan dan Alam]. Ibnu Arabi secara rinci menerangkan betapa Insan Kamil [manusia sempurna] itu menyatu dalam dirinya semua mikrokosmos yang termanifestasi secara terpisah-pisah atau dapat bermanifestasi di dalam dunia spiritual maupun dunia fisik. Contoh-contoh dibawah ini adalah kesamaan-kesamaan yang ia tarik diantara mikrokosmos dan makrokosmos.” Syakh Ibnu Arabi dalam Kitab Futuhat al-Makkiyah menjelaskan korelasi antara mikrokosmos dan makrokosmos;
فالحقيقة المحمدية وفلكها الحياة نظير ها من الإنسان اللطيفة والروح القدسي،
. ومنهم العرش المحيط ونظيره من الإنسان الجسم.
ومن ذلك الكرسي ونظيره من الإنسان النفس
ومن ذلك البيت المعمور ونظيره من الإنسان القلب
ومن ذلك الملائكة ونظيره ها من الأرواح التي فيه والقوى.
ومن ذلك زحل وفلكه نظيره من الإنسان القوة العلمية والنفس.
ومن ذلك المشتري وفلكه نظيره هما القوة الذكر ومؤخر الدماغ.
ومن ذلك الأحمر وفلكه نظيره هما القوة العاقلة واليافوخ.
ومن ذلك الشمس وفلكها نظير هما القوة المفكرة ووسط الدماغ.
ثم الزهرة وفلكها نظير هما القوة الوهمية والروح الحيواني.
ثم الكاتب وفاكهه نظير هما القوة الخيالية ومقدم الدماغ.
ثم القمر وفلكه نظيره هما القوة الحسية والجوارح التي تحس. فهده طبقات العالم الأعلى ومظائره من الإنسان
Hakikat Muhammadiyyah, orbitnya adalah al-hayyah (kehidupan), persamaan dalam diri manusia terletak pada Latifah (sisi kehalusan) dan Ruh Al-Quddus. Arasy yg meliput persamaan dalam diri Manusia terletak pada Jisim Kulli (tubuh manusia). Kursy persamaan dengan manusia adalah pada Nüfus ( jiwa). Baitul Makmur persamaan dengan manusia adalah pada qalbu (hati) Para Malaikat persamaan nya dengan manusia adalh pasa ruh-ruh dan kekuatatan/daya yg ada pada diri manusia. Zuhal (Planet Saturnus) dan orbitnya. Persamaan dengan manusia adalah kekuatan ilmiah dan nafas. Al-Musytari (Planet Jupiter) dan orbitnya, persamaan dengan manusia adalah kekuatan memori dan bagian belakang otak. Al-Ahmar (Planet Mars) dan orbitnya, persamaan dengan manusia adalah kekuatan akal dan ubun-ubun kepala. Asy-Syamsy (Matahari) dan orbitnya, persamaan dengan manusia adalah kekuatan pikiran dan bagian tengah otak. Az-Zuhroh (Planet Venus) dan orbitnya persamaan dengan manusia adalah kekuatan fantasi (wahamiyah) dan ruh hewani. Al-Qutub (Planet Merkurius) dan orbitnya persamaan dengan manusia adalah kekuatan imajinasi (khayaliyah) dan bagian depan otak. Dan Al-Qomar (bulan) dan orbitnya persamaan dengan manusia adalah kekuatan inderawi dan bagian-bagian tubuh yg dapat mengindera). Ini semuah tabaqat (tingkatan-tingkatan) tajalli alam tertinggi dan persamaannya dengan manusia. (Al-Futuhatul Al-Makkiyah Bab 6, Dar Ihya Al-Thorast Al-Arabi Beirut hal 194-195).
Dalam hal ini, Masataka Takeshita dalam bukunya: Ibn Arabi’s Theory of the Perfect Man its Place in the History of Islamic Thought menjelaskan, “Karena manusia [dikatakan mikrokosmos] dapat dapat mengetahui segala hal di alam semesta [makrokosmos], maka dia pasti memiliki segala sesuatu yang ada di alam semesta dalam dirinya. Sebagaimana Ibnu Arabi sendiri mengakui, keserupaan ini dalam kenyataannya hanyalah metafora dan kiasan [Isti’arah wal-Majaz].” Selanjutnya Wiliam C. Chttick dalam Imaginal World, Ibnu Arabi and the Problem of Religious mengatakan Pendeknya; Mikrokosmos adalah manusia, diciptakan dalam bentuk setiap nama Tuhan dan didalam dirinya terkandung hakikat yang membawa kosmos ke dalam eksistensi. Makrokosmos adalah keseluruhan kosmos, sepanjang manusia sempurna eksis di dalamnya, karena tanpa mereka tidaklah lengkap, sebuah tubuh tanpa ruh. Baik Mikrokosmos dan Makrokosmos adalah bentuk Tuhan yang zahir di dalam tatanan makhluk. Hakikat al-Insan al-Kamil [manusia sempurna], yang juga dikenal hakikat Muhammad, adalah bentuk bathinia Tuhan yang dikenal oleh Tuhan sendiri, atau wajah Tuhan yang menjelma dalam makhluk baik Mikrokosmos dan Makrokosmos. Jadi manusia sempurna di dalam aktualitas historisnya “Segi tampak dalam bentuk Tuhan.” Entitas yang selalu mencari Tuhan, dengan demikian Dia Mengaktualisasikan tujuan-Nya dalam menciptakan alam semesta.
*Budi Handoyo, SH.,MH, merupakan Dosen Prodi Hukum Tatanegara, Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam, STAIN Teungku Dirundeng