History Baiat dalam Pengambilan Sanad Thariqah

Januari 10, 2024 - 09:09
Januari 10, 2024 - 09:59
History Baiat dalam Pengambilan Sanad Thariqah

Thariqah adalah asas atau prinsip yang utama dalam ilmu tasawuf yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah. Sementara dalam al-Qur’an dan sunnah berisi perintah supaya orang mukmin memperbanyak dzikrullah siang dan malam. Terdapat ayat-ayat yang menyebutkan alasan mengapa seseorang perlu berzikir, akibat seseorang tidak mau berzikir, hingga lebih banyak lagi.

Pada dasarnya, tarekat disyariatkan dalam Islam. Orang yang pertama mengamalkan tarekat adalah Nabi Muhammad saw., dan diikuti oleh para sahabatnya. Bahkan konsep thariqah itu telah digunakan oleh Nabi Muhammad saw. dan para sahabat yang dijelaskan melalui pertanyaan Sayyidina Ali kepada Nabi Muhammad saw:

يا رسول الله دلني على اقرب الطرق إلى الله وأسهلها على عباده وأفضلها عنده تعالى

“Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku (satu) tarekat yang paling dekat (untuk sampai) kepada Allah (hakikat dan makrifat-Nya dan yang paling mudah (untuk diamalkan) oleh para hamba-Nya dan yang paling utama di sisi Allah.”

Kalimah الطرق adalah jamak taktsir (bentuk plural) bagi lafaz الطريقة . Oleh itu Sayyidina Ali bermaksud agar Rasulullah saw. mengajarkan satu tarekat yang paling dekat untuk sampai kepada hakikat dan makrifat الطريقة أشد قريبا إلى الله

Rasulullah saw. menjawab pertanyaan Sayyidina Ali itu dengan sabdanya,

ياعلى عليك بمداومة ذكر الله سرا وجهر

“Wahai Ali (jika kamu menginginkan satu tarekat seperti yang kamu maksud), maka wajiblah atasmu sentiasa mendawamkan zikir, baik tanpa suara maupun dengan bersuara.”

Dari pertanyaan Ali dan jawaban Rasulullah saw. Tersebut, jelas sekali bahwa istilah الطريقة dan konsepnya itu sentiasa berzikir, baik secara sir maupun jahr. Yang merupakan asas amalan tarekat yang ada pada seluruh umat Islam di dunia.

Sewaktu Sayyidina Ali mendengar jawaban Rasulullah saw., ia seakan-akan kurang yakin. Oleh sebab itu kemudian berkata,

كل الناس ذاكرون يا رسول الله فاخصني بشيء

“Setiap orang itu berzikir Ya Rasulullah, maka ajarkan aku sesuatu (amalan secara khusus).”

Rasulullah saw. Kemudian bersabda,

أفضل ما قلته أنا والنبيون من قبلي لا اله إلا الله، ولو أن السماوات والأرض في كفة ولا اله إلا الله في كفة لرجحت بهم ولا تقوه القيامة وعلى وجه الأرض من يقول: لا اله إلا الله

“Perkara yang paling utama yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku ialah lafaz Laa ilaaha illallah. Sekiranya langit dan bumi diletakkan di satu timbangan dan lafaz Laa ilaaha illallah diletakkan di timbangan yang lain, pasti timbangan akan condong ke arah yang memuat lafaz Laa ilaaha illallah. Dan hari kiamat tidak akan terjadi selama di atas bumi ini masih ada orang yang mengatakan: Tidak ada Tuhan selain Allah."

Setelah itu Sayyidina Ali menjadi begitu yakin dan berkata,

فكيف اذكر

”Bagaimana (caranya) aku berzikir?”

Rasulullah saw. bersabda,

غمض عينيك واسمع منى لا اله إلا الله ثم قلها ثلاثا وأنا اسمع. ثم فعل ذلك برفع الصوت

“Pejamkanlah kedua matamu dan dengarkanlah dariku, Laa ilaaha Illallah. Kemudian katakanlah sebanyak tiga kali dan aku akan menyimaknya. Kemudian Rasulullah saw. melakukan hal itu dengan suara yang keras.

Hadis musalsal ini berasal dari Sayyidina Ali yang diriwayatkan oleh al-Thabrani dan al-Bazzar dengan sanad yang hasan.

Dari hadis tersebut kita dapat mengetahui dengan jelas bagaimana Rasulullah saw. telah mentalqin atau mengajarkan atau membaiat Sayyidina Ali dengan amalan zikir lisan Laa ilaaha Illallah.

Tahlil zikir yang dibaiatkan atau ditalqinkan seperti ini diistilahkan sebagai zikir darajat, yaitu zikir yang dipelajari secara tertentu dan diamalkan dengan cara tertentu, dilengkapi dengan berbagai adab sebelum berzikir, sedang berzikir, sesudah berzikir dan sebagainya. Mungkin juga zikrullah yang tidak dibaiatkan secara khusus seperti yang Sayyidina Ali sebutkan "والناس ذاكرون" itulah yang disebut zikir hasanat, yaitu zikir yang tidak terikat dengan adab dan peraturan tertentu.

Rasulullah saw. juga pernah membaiat zikir tahlil secara beramai-ramai dan serentak. Ya’li bin Shaddad pernah menceritankan bahawa ayahnya (Shaddad) pernah berkata,

كنا عند رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : هل فيكم غريب؟ يعنى من اهل الكتاب. فقلنا: لا يارسول الله . فامر بغلق الباب فقال: ارفعوا ايديكم وقولوا لا اله الا الله. فرفعنا أيدينا وقلنا لا اله الا الله

“Kami sedang bersama Rasulullah saw., Kemudian baginda bertanya: ‘Apakah ada di antara kalian orang asing?’ Yang dimaksud adalah seseorang ahli kitab. Kamipun menjawab: ‘Tidak ada orang asing wahai Rasulullah.’ Kemudian baginda memerintahkan kami supaya menutup pintu seraya bersabda: ‘Angkatlah tangan kalian dan katakanlah Laa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah).’ Kemudian kami mengangkat tangan kami dan berkata, ‘Laa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah).’

Sebagian sahabat berbaiat kepada Nabi saw. untuk meneguhkan iman dan himmah supaya mereka dapat terus istiqamah dalam taqwa dan menjalankan apa yang diperintah oleh Allah serta yang dilarang oleh-Nya. Sebagian kisahnya diabadikan oleh Allah dalam al-Qur’an:

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَن تَكَثَ فَإِنَّمَا يَنكُتُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad), (pada hakikatnya) mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. Oleh sebab itu, siapa yang melanggar janji (setia itu), maka sesungguhnya (akibat buruk dari) pelanggaran itu hanya akan menimpa dirinya sendiri. Siapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Dia akan menganugerahinya pahala yang besar.”

Baiat yang dilakukan oleh para guru tarekat itu meliputi kedua tujuan tersebut. Ketika berbaiat, ia tidak hanya mengaku akan beramal shaleh dengan zikrullah yang diajarkan, namun ia harus selalu menaati syariat dengan melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Dari berbagai fakta yang telah dijelaskan di atas tentang baiat, kita dapat melihat bahwa itu bukanlah bid’ah yang dibuat-buat. Melainkan sebagai satu sunnah yang kita warisi dari Rasulullah saw. Kerana itu Syekh Abdul Qadir ‘Isa dalam kitabnya Haqaiq ‘An al-Tasawwuf menegaskan,

ثم نهج الوراث من مرشدي الصوفية منهجا من رسول صلى الله عليه وسلم في أخذ العهد

“Kemudian para ulama’ pewaris Nabi saw. dari kalangan para guru mursyid sufi menggunakan manhaj Rasulullah saw. dalam mengambil baiat.”

Editor: Khoirum Millatin