Hirarki Kemursyidan dalam Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah

Disela-sela acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Pesantren Fasihuddin Pasir Putih yang diasuh Kiai Asnawi Ridwan (Selasa, 12/09/2023), saya menyempatkan diri untuk bertanya langsung kepada Romo K.H. Achmad Chalwani Nawawi selaku Mursyid Hirarki Kemursyidan dalam Thoriqoh Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah (TQN) sekaligus Pengasuh Ponpes An-Nawawi Berjan Purworejo, tentang hirarki kemursyidan dalam TQN. Hal itu mengingat ada sebagian ikhwan thariqah Kota Depok yang mempertanyakan keabsahan seseorang menjadi mursyid pada saat guru mursyidnya masih hidup (satu zaman).
Sesaat sebelum Romo K.H. Achmad Chalwani menyampaikan ceramah maulid, beliau menjelaskan bahwa dalam tradisi Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah (TQN) yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Khatib Sambas –sebagai perpaduan 2 thoriqoh besar, yakni: Qodiriyah dan Naqsyabandiyah– telah menjadi kelaziman bahwa seorang Mursyid TQN berhak mengangkat mursyid dan khalifah. Hal itu sebagaimana dilakukan sendiri oleh Syeikh Ahmad Khatib Sambas selaku guru mursyid yang memiliki banyak murid, beliau mengangkat beberapa khalifah untuk menyebarkan TQN di seantero Nusantata, di antaranya: Syeikh Abdul Karim (Banten), Syeikh Thalhah (Cirebon), Syeikh Ahmad Hasbullah (Madura), dan lainnya.
Lebih lanjut, Romo K.H. Achmad Chalwani menjelaskan bahwa maqam (kedudukan) khalifah dalam TQN sama dengan mursyid yang memiliki kewenangan untuk melakukan talqin atau bai’at bagi orang lain yang ingin berintima’ (bergabung) menjadi pengamal TQN. Beliau menambahkan bahwa Kesetaraan kedudukan dan kewenangan seorang khalifah sebagai mursyid dalam TQN juga berlaku dalam kelompok TQN dari jalur sanad lainnya. Hanya saja dalam perkembangannya ada perbedaan istilah yang digunakan. Misalnya dalam TQN jalur K.H. Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin atau populer dengan nama Abah Anom (Suryalaya Tasikmalaya) istilah yang dipakai untuk menunjuk seorang khalifah adalah wakil talqin. Dalam thoriqoh selain TQN istilah yang digunakan juga beragam, seperti: muqaddam, naqib, badal mursyid dan lain sebagainya.
Romo K.H. Acmad Chalwani menegaskan bahwa istilah wakil talqin versi TQN Suryalaya sejatinya sama dengan khalifah, yang berarti setara dengan mursyid sebagaimana dalam TQN Chalwaniyah. Namun, dalam perspektif TQN Suryalaya bahwa wakil talqin tidak selevel dengan maqam mursyid. Seiring dengan itu, sebagaimana hujjah TQN Suryalaya yang beredar selama ini, bahwa Abah Anom hingga wafat tidak menunjuk atau mengangkat seorang mursyid dari sekian banyak wakil talqin sebagai penerusnya. Hal inilah yang kemudian menyebabkan isykal (problem) di kalangan internal TQN Suryalaya pasca wafatnya Abah Anom. Bahkan hingga saat ini menyebabkan friksi berkepanjangan di internal TQN Suryalaya. Carut marut TQN Suryalaya pun makin kisruh dengan fenoma Abah Aos yang mengklaim dirinya sebagai Mursyid TQN menggantikan Abah Anom. Apalagi belakangan Abah Aos menunjukkan prilaku “nyeleneh” bahkan cenderung “ngawur”. Ironisnya, Sang Mursyid ngawur ini seringkali mencari pembenaran (justifikasi) atas perilakunya dengan mencatut kebesaran nama Abah Anom dan TQN.
Di akhir jawaban, Romo K.H. Ahmad Chalwani menegaskan kembali bahwa kedudukan khalifah sama dengan mursyid dalam lingkup TQN. Adapun istilah-istilah lain yang muncul hanya menunjukkan perbedaan sebutan, tapi tidak menggeser substansi dan makna. Pakem inilah yang secara turun-temurun dipegang erat oleh Romo K.H. Achmad Chalwani sesuai dengan jalur sanad TQN yang beliau dapatkan. Sebagai catatan bahwa beliau mendapatkan ijazah khirqoh TQN dari Kakaknya K.H. Masduki Nawawi, dari ayahnya K.H. Nawawi Shidiq dari ayahnya K.H. Shidiq Zarkasyi dari ayahnya K.H. Zarkasyi dari gurunya K.H. Abdul Karim dari gurunya Syeikh Ahmad Khatib Sambas.
Untuk memperkuat jawaban, beliau juga menceritakan bahwa sang Ayah (K.H. Nawawi Shidiq) mengangkat para khalifah sebagai mursyid mutlak (bukan badal) untuk menyebarluaskan TQN di beberapa wilayah dengan kewenangan untuk melakukan talqin atau bai’at bagi orang-orang yang ingin menjadi penganut atau pengamal TQN. Beliau menuturkan bahwa jika ada orang luar daerah yang ingin berbai’at TQN, K.H. Nawawi Shidiq mengarahkan atau menganjurkan agar mereka mangambil bai’at TQN melalui khalifah yang telah beliau tunjuk sebagai mursyid di daerah masing-masing. Hal ini tentu saja untuk lebih memudahkan masyarakat yang ingin berthoriqoh untuk mengambil sanad dari mursyid TQN terdekat.
Sejalan dengan itu, dalam beberapa kesempatan yang berbeda Romo K.H. Achmad Chalwani sering menegaskan pentingnya berthoriqoh dengan mengambil bai’at atau talqin dari mursyid yang tersambung sanadnya. Beliau pun mengutip Surat Maryam, ayat 86:
لا يملكون الشفاغة إلا من اتخذ عن الرحمن عهدا
“Mereka tidak berhak mendapatkan syafa’at (pertolongan) kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi (Allah) Yang Maha Pengasih”.
Menurut beliau, yang dimaksud ayat ini adalah orang-orang yang telah mengambil bai’at atau talqin berupa dzikrullah melalui mursyid atau khalifah atau wakil talqin atau muqaddam (atau istilah lainnya yang berbeda-beda) yang sanadnya tersambung kepada Rasulullah SAW kepada Malaikat Jibril AS kepada Allah SWT.
Walhasil, terkait dengan hal tersebut di atas, Romo K.H. Achmad Chalwani Nawawi selaku Mursyid TQN Chalwaniyah telah mengangkat Kiai Asnawi Ridwan Pengasuh Ponoes Fasihuddin Pasir Putih Sawangan Depok sebagai Mursyid TQN Depok yang diberikan kewenangan untuk melakukan talqin, bai’at serta memimpin serankaian aktivitas dan ritual TQN. Menurut beliau pengangkatan tersebut sebagaimana lazimnya dilakukan dalam TQN, yakni melalui ijazah khirqoh serta disaksikan oleh pengamal TQN Chalwaniyah di Ponpes An-Nawawi Berjan Purworejo beberpa waktu yang lalu.
Wallaahu A’lam Bisshowaab…
Penulis: Fatkhuri Wahmad, Merupakan Anggota Majlis Ifta’ Wal Irsyad JATMAN Kota Depok