Eksistensi Tarekat Akbariyya dan Perkembangannya

Maret 3, 2024 - 03:34
Maret 3, 2024 - 03:34
 0
Eksistensi Tarekat Akbariyya dan Perkembangannya

Akbariyya adalah salah satu cabang metafisika sufi yang berdasarkan pada ajaran Ibnu Arabi , seorang sufi Andalusia yang merupakan seorang ahli Irfan dan filosof. Kata tersebut berasal dari nama panggilan Ibnu Arabi , “ Syaikh al-Akbar,” yang berarti “Guru yang terhebat.” 'Akbariyya' atau 'Akbaris' tidak pernah digunakan untuk menunjukkan kelompok atau masyarakat sufi tertentu. Melainkan digunakan untuk merujuk pada semua ahli metafisika sufi dan sufi historis atau kontemporer yang dipengaruhi oleh doktrin Wahdat al-Wujud Ibn Arabi . Berbeda denngan El-Akbarisme , sebuah perkumpulan sufi rahasia yang didirikan oleh Sufi Swedia 'Abdu l-Hadi Aguéli .

Doktirn Wahdatul al-Wujud

Wahdat al-Wajud (Arab: وحدة الوجود Persia: وحدت وجود) yang berarti "kesatuan wujud" merupakan sebuah filsafat sufi yang menekankan bahwa "tidak ada wujud yang sebenarnya kecuali Kebenaran Yang Maha Esa (Tuhan)", yakni bahwa satu-satunya kebenaran yang ada di dalam diri alam semesta adalah Tuhan, dan segala sesuatu ada di dalam Tuhan saja.

Al-Imam Ali Al-Qari Al-Mawsili Al-Jafa'tari memaknai Wahdatul al-Wujud :

وأعلم : أيضاً أن القائلين بوحدة الوجود منهم من يعلم أن الوجود الحق تعالى في الخلق على معنى أن المخلوقات كلها قائمه به، وهي كلها تقاديره وتصاويره، وهذا يعلم مجرد علم من غير ذوق وفهم. ومهنم من يشاهد الوجود الحق في الخلق شهودا حالياً بألقلب وهذا شهود الوحدة في الكثرة، ومنهم من يشاهد الحق في الخلق في الحق بحيث لا يكون أحدهما مانعاً من الآخر، وهذا شهود الوحدة في الكثرة والكثرة في الوحدة.

Ketahuilah juga, bahwa mereka yang meyakini Wahdat al-Wujud (kesatuan eksistensi) ada yang mengetahui, bahwa keberadaan al-Haqq yang Maha Tinggi di dalam ciptaan menunjukkan bahwa semua makhluk bersandar pada-Nya. Semuanya adalah ketetapan dan citra-Nya. Keyakinan ini mengandalkan hanya pada pengetahuan, tanpa intuisi (dzawq) dan pemahaman intelektual. 

Ada juga dari mereka yang menyaksikan keberadaan al-Haqq pada makhluk dengan penyaksian terkini melalui kalbu. Ini adalah penyaksian pada yang Esa dalam yang banyak.Ada pula di antara mereka yang menyaksikan al-Haqq di dalam penciptaan al-Haqq, di mana keduanya tidak saling mengalangi Dan ini adalah penyaksian pada yang Esa dalam yang banyak, dan pada yang banyak dalam yang Esa. (Kitab Kasyf Al-Muhaddarat fi Hiba Al-Mu'assarat, Dar Al-Kotob Al-ilmiyah Beirut hal 246).

Ibn Arabi paling sering digambarkan dalam teks-teks Islam sebagai pencetus doktrin ini. Namun hal itu tidak ditemukan dalam karya-karyanya. Orang pertama yang menggunakan istilah ini adalah Ibnu Sabin . Murid sekaligus anak tiri Ibnu Arabi, Sadr al-Din al-Qunawi, menggunakan istilah ini dalam karyanya sendiri dan menjelaskannya menggunakan istilah filosofis.

Perkembangan Tarekat Akbariyya 

Tarekat Akhbariyyah pertama kali berkembang di daerah Anatolia (Turki Modern), tarekat ini dibawah perlindungan kekhalifahan Utsmaniyah [Ottoman]. Penerus dan anak tiri Ibnu Arabi yang paling terkemuka, Sadr al-Din al-Qunawi , dan komentator penting lainnya mengenai karya-karya Arabi yang pertama kali mengembangkan ajaran Ibnu Arabi yang kemudian dikenal Akhbariyyah. Ajaran Akhbariyyah dikembangkan dikembangkan oleh Dawūd al-Qayṣarī, adalah murid Kamāl al-Dīn al-Qāshānī, yang juga merupakan murid Sadr al-Dīn al- Qūnawi. al-Qayṣarī diundang ke Iznik oleh Sultan ke II Ottoman Orhan Ghazi untuk menjadi direktur dan guru di universitas (madrasah) Ottoman pertama, Artinya ajaran resmi itu sendiri digerakkan oleh seorang guru besar aliran Akbari. Tidak hanya kaum Sufi tetapi juga para sultan, politisi, dan intelektual Ottoman yang sangat terkesan dengan Ibnu Arabi dan para murid serta pengikutnya. Seyyed Muhammad Nur al-Arabi juga terkesan dengan doktrin Ibnu Arabi, meski doktrin itu terus berkurang hingga Era Modern. Pada abad ke-20, komentator penting terakhir Fusûs adalah Ahmed Avni Konuk (w. 1938). Dia adalah seorang Mawlawî dan komposer musik Turki.

Studi tentang tasawuf, khususnya karya Akbari, terus berkembang di era modern melalui pengkajian akademisi ilmiah oleh, Dr. Mahmud Erol Kılıc di Fakultas Teologi Universitas Marmara berjudul "Ontologi Ibnu 'Arabi" (dalam bahasa Turki, "Muhyiddin İbn Arabi'de Varlık ve Varlık Mertebeleri") pada tahun 1995. Kajian akademis tentang metafisika dan filsafat Akbari dimulai bangkit setelah penelitian tentang topik ini dilakukan oleh ulama Turki seperti Mustafa Tahralı dan Mahmud Erol Kılıc.

Dalam kajian Akbari, peristiwa terpenting adalah penerjemahan magnum opus Ibn Arabi , "Futuhat-ı Makkiyya", ke dalam bahasa Turki. Sarjana Turki Ekrem Demirli menerjemahkan karya tersebut dalam 18 volume antara tahun 2006 dan 2012. Terjemahan khusus ini adalah terjemahan lengkap pertama ke bahasa lain. Karya Demirli juga mencakup menerjemahkan korpus Sadr al-Din al-Qunawi ke dalam bahasa Turki dan menulis tesis PhD tentangnya pada tahun 2004, menulis komentar tentang Fusus al-Hikam oleh Ibn Arabi, dan menulis buku berjudul İslam Metafiziğinde Tanrı ve İnsan. Masih banyak karya Akbari dalam bahasa Turki Usmani yang belum dikaji oleh para sarjana.

Eropa dan Amerika Serikat

Pada abad ke-20, Sekolah Akbari menjadi fokus di kalangan akademisi dan universitas. Dilihat dari konteks sejarah, peningkatan dukungan pemerintah terhadap studi dunia Muslim dan bahasa Islam muncul di Amerika Serikat setelah Perang Dunia Kedua di mana banyak pelajar yang tertarik pada Islam dan studi agama pada tahun 1970an.

Pertumbuhan terbesar dalam keilmuan Amerika mengenai tasawuf terjadi pada tahun 1970an. Alexander Knysh mencatat bahwa, "Dalam beberapa dekade setelah Perang Dunia Kedua, mayoritas pakar tasawuf Barat tidak lagi berbasis di Eropa, tetapi di Amerika Utara." [ kutipan diperlukan ] Henri Corbin (wafat 1978) dan Fritz Meier (wafat 1998), yang merupakan tokoh terkemuka di antara para ahli ini, memberikan kontribusi penting dalam studi mistisisme Islam. Nama penting lainnya adalah Miguel Asín Palacios (w. 1944) dan Louis Massignon (w. 1962), yang memberikan kontribusi pada studi Ibn Arabi. Palacios menemukan beberapa elemen Akbarian dalam Divine Comedy Dante . Massignon mempelajari sufi terkenal Al-Hallaj yang mengatakan "Ana l-Haq" (Akulah Kebenaran).

Seyyed Hossein Nasr dan murid-muridnya serta murid akademisnya telah memainkan peran penting dalam subbidang studi Sufi tertentu. Pengaruh Nasr dan penulis Tradisionalis lainnya seperti Rene Guenon dan Frithjof Schuon terhadap kajian sufi dapat dilihat pada penafsiran karya-karya Ibn Arabi dan mazhab Akbari oleh para pakar seperti Titus Burckhardt , Martin Lings , James Morris , William Chittick , Sachiko Murata , dan lain-lain. Nama-nama tersebut sebagian besar adalah praktisi tasawuf dan ulama yang mempelajari tasawuf.

Ada banyak sufi Akbariyah, ahli metafisika dan filsuf. Meskipun Ibn Arabi sendiri tidak pernah mendirikan tarekat namun beliau menciptakan sebagian besar filosofi seputarnya dengan Wahdat al-Wujud- nya . Para sufi yang tercantum di bawah ini adalah anggota tarekat yang berbeda, namun mengikuti konsep Wahdat al-Wujud.

1. Sadr al-Din al-Qunawi (wafat 1274) - murid dan anak tiri Ibnu 'Arabī. Tinggal di Konya pada waktu yang sama dengan Mawlānā Jalāl-ad-Dīn Rumi, al-Qunawi seperiode dengan Nashiruddin ath-Thusi dan Ibnu Sabin.

2. Fakhr al-Din Irak (1213–1289)

3. Sa'id al-Din Farghani (w. 1300)

4. Mahmud Shabistari (1288–1340)

5. Dawūd al-Qayṣarī (w. 1351)

6. Ḥaydar Āmūlī (w. 1385)

7. Abd-al-karim Jili (wafat 1428)

8. Mulla Syams ad-Din al-Fanari (1350–1431)

9. Syah Ni'matullah Wali (1330–1431)

10. Abdurrahman Jami (1414–1492)

11. Idris Bitlisi (w. 1520)

12. ʿAbd al-Wahhāb ibn Aḥmad al-Shaʿrānī (1493–1565)

13. Mulla Sadra (1571–1641)

14. Abd al-Ghani al-Nabulsi (1641–1731)

15. Ismail Hakki Bursevi (1652–1725)

16. Ahmad bin Ajiba (1747–1809)

17. Abd al-Qadir al-Jaza'iri (1808–1883)

18. Ahmad al-Alawi (1869–1934)

19. Abd al-Wahid Yahya (René Guénon) (1886–1951)

20. Mustafa 'Abd al-'Aziz (1911–1974)

21. Abdel-Halim Mahmoud (1910–1978)

22. Javad Nurbakhsh (1926–2008).

Dan masih banyak lagi ulama sufi pengikut Akbariyah Syekh Ibnu Arabi kebanyakan tinggal di Nusantara seperti Hamzah, al-Fanshuri, Syamsuddin Asy-Syumatrani, Nuruddin ar-Raniry, Abdul Rauf al-Singkeli, Abdul Shamad al-Palimbani, Yusuf al-Makassari Taj Khalwati, Daud al-Fathani, dan Muhammad Nafis al-Banjari. 

Penulis merupakan Dosen dan Pengurus Rumah Moderasi Beragama STAIN Teungku Dirundeng-Meulaboh.