Pola Dakwah Abuya Amran: Menghidupkan Kembali Tradisi Dakwah Rasulullah Saw Dalam Melibatkan Perempuan
Pola Dakwah Abuya Amran: Menghidupkan Kembali Tradisi Dakwah Rasulullah dalam Melibatkan Perempuan
Oleh : Syamsul Kamal
Salah satu ciri paling menonjol dalam dakwah Abuya Syech H. Amran Wali Al-Khalidi adalah keberanian beliau mengembalikan perempuan pada peran mulia sebagaimana diletakkan oleh Rasulullah ﷺ. Beliau tidak hanya membina perempuan sebagai jamaah, tetapi menempatkan mereka sebagai pilar dakwah—pendamping, penyokong, dan pembawa cahaya dalam misi tauhid.
Melalui wadah Perempuan Pecinta Tauhid Tasawuf (P2T), Abuya Amran membangkitkan kesadaran bahwa dakwah tidak pernah lengkap jika hanya bertumpu pada laki-laki. Seperti rumah tangga yang tegak karena dua sisi—suami dan istri—begitu pula dakwah akan lebih kokoh bila dua kekuatan ini disatukan.
1. Dakwah yang Mengikuti Jejak Rasulullah dalam Memuliakan Perempuan
Pola pelibatan perempuan dalam MPTT-I sangat selaras dengan warisan Rasulullah ﷺ. Di masa Rasulullah:
perempuan menjadi pembawa ilmu,
menjadi pendukung dakwah,
menjadi penyejuk dan penguat umat,
bahkan menjadi rujukan untuk memahami agama.
Rasulullah tidak pernah memarginalkan perempuan. Justru beliau memberikan ruang terhormat, sesuai fitrah, namun tetap terjaga.
Inilah pola yang dihidupkan kembali oleh Abuya.
Beliau menempatkan perempuan bukan sebagai objek yang sekadar hadir di majelis, tetapi sebagai pihak yang ikut menggerakkan.
2. P2T: Ruang Khusus untuk Perempuan yang Melahirkan Kekuatan Dakwah
Pembentukan Perempuan Pecinta Tauhid Tasawuf (P2T) bukan sekadar struktur organisasi, tetapi strategi dakwah yang sangat visioner.
Keberadaan P2T memainkan dua fungsi besar:
Fungsi keilmuan: menyediakan ruang aman bagi perempuan untuk belajar tauhid dan tasawuf dari guru-guru.
Fungsi sosial-dakwah: memberdayakan perempuan menjadi komunikator nilai spiritual dalam keluarga dan masyarakat.
Dalam banyak tradisi dakwah, perempuan hanya ditempatkan sebagai peserta. Abuya Amran justru menjadikan mereka bagian aktif dari pergerakan tauhid.
3. MPTT-I: Satu-satunya Organisasi Dakwah yang Menyejajarkan Perempuan
Ciri paling unik dari MPTT-I adalah keseriusan melibatkan perempuan bukan hanya dalam jumlah, tetapi dalam posisi.
Pada setiap pengajian akbar:
Terdapat dua pentas berdampingan:
• Pentas utama untuk laki-laki
• Pentas kedua untuk perempuan
Kedua pentas didesain sejajar, hanya sedikit berbeda tinggi untuk menjaga adab, tetapi menunjukkan kesetaraan peran.
Suasananya seperti simbol rumah tangga yang ideal: suami dan istri berdampingan, saling menopang, saling memperkuat.
Ini bukan sekadar teknis panggung, tetapi filosofi dakwah:
"Laki-laki dan perempuan menjadi dua sayap yang sama-sama mengangkat agama Allah."
4. Pelibatan Perempuan: Transformasi Masyarakat dari Akar
Dalam perspektif tasawuf, hati adalah pusat perubahan. Perempuan memiliki peran besar dalam:
membentuk akhlak anak-anak,
memberi warna spiritual pada rumah,
menjadi tempat kembalinya ketenangan suami,
menanamkan adab sejak dini,
menjaga kesucian masyarakat dari dalam.
Karena itu, ketika perempuan disentuh oleh dakwah tauhid, maka satu keluarga akan berubah; ketika keluarga-keluarga berubah, masyarakat pun ikut bangkit.
Abuya Amran melihat ini bukan sekadar potensi, tetapi kunci kebangkitan.
5. Model “Berdampingan” Sebagai Simbol Epistemologi Dakwah
Pentas laki-laki dan perempuan yang ditempatkan berdampingan adalah bahasa simbolik yang sangat kuat:
Menolak marginalisasi perempuan.
Menolak pencampuradukan yang membuka fitnah.
Menyatakan bahwa perempuan punya ruang sendiri—terhormat, terarah, dan terjaga—namun tetap sejajar dalam misi dakwah.
Ini melampaui pendekatan organisasi dakwah lain. MPTT-I tidak hanya “membolehkan” perempuan hadir—tetapi memberi mereka panggung terhormat untuk menyampaikan cahaya tauhid.
6. Rumah Tangga sebagai Miniatur Dakwah
Metode Abuya sangat selaras dengan konsep keluarga dalam Islam. Dalam rumah tangga yang solid:
suami imam,
istri makmum yang turut menentukan kualitas shalat,
keduanya bekerja sama membangun rumah penuh rahmat.
Begitu pula model dakwah MPTT-I:
Dakwah dibangun oleh dua kekuatan: laki-laki dan perempuan.
Keduanya tidak bersaing, tetapi saling memperkukuh. Seperti dua kaki yang berjalan menuju ridha Allah.
7. Dampak Sosial: Keluarga Tenang, Masyarakat Tenteram
Di daerah-daerah yang mengikuti MPTT-I, banyak perubahan positif yang muncul:
akhlak generasi membaik,
rumah tangga lebih damai,
fitnah sosial berkurang,
kecintaan pada ilmu meningkat,
masyarakat lebih stabil dan beradab.
perempuan lebih beradab dalam berpakaian dan bergaul,
anak-anak lebih mudah diarahkan,
suami istri lebih harmonis,
rumah tangga lebih kuat dari pengaruh negatif luar,
masyarakat menjadi lebih rukun dan damai.
Semua ini berawal dari pelibatan perempuan dalam dakwah yang terarah dan terhormat.
Kesimpulan
Pola dakwah Abuya Amran melalui P2T dan sistem dua pentas dalam MPTT-I bukan hanya inovasi, tetapi kembalinya dakwah kepada fitrahnya.
Ini adalah model dakwah yang:
Selaras dengan sunnah Rasulullah.
Menghormati martabat perempuan.
Menguatkan struktur masyarakat.
Menciptakan keseimbangan yang sangat dibutuhkan umat Islam hari ini.