Mengenal Syekh Abdul Malik Purwokerto; Mursyid yang Dicintai Para Habaib (4)

Syekh Abdul Malik juga dikenal memiliki hubungan baik dengan para ulama dan habaib, Bahkan dianggap sebagai guru bagi mereka, seperti KH. Hasan Mangli (Magelang), Habib Soleh bin Muhsin al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bafaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi (Brani, Probolinggo), dan lain-lain.

September 15, 2023 - 07:21
Mengenal Syekh Abdul Malik Purwokerto; Mursyid yang Dicintai Para Habaib (4)

Kedekatan dengan para Habaib

Syekh Abdul Malik juga dikenal memiliki hubungan baik dengan para ulama dan habaib, Bahkan dianggap sebagai guru bagi mereka, seperti KH. Hasan Mangli (Magelang), Habib Soleh bin Muhsin al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bafaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi (Brani, Probolinggo), dan lain-lain.

Termasuk di antara para ulama yang sering berkunjung ke kediaman Syekh Abdul Malik ini adalah Syekh Ma’shum (Lasem, Rembang) yang sering mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik sebagai tabarruk (meminta barakah) kepadanya. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH. Kholil (Sirampog, Brebes), KH. Anshori (Linggapura, Brebes), KH. Nuh (Pageraji, Banyumas). Para ulama ini merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, namun tetap belajar ilmu al-Qur’an kepada Syekh Muhammad Abdul Malik Kedung Paruk.

Sementara itu, murid-murid langsung dari Syekh Abdul Malik di antaranya adalah KH. Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah), KH. Sahlan (Pekalongan), Drs. Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH. Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH. Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.

Selain, menularkan ilmunya kepada santri-santi yang kemudian menjadi ulama dan pemimpin umat, Syekh Abdul Malik juga memiliki santri-santri dari berbagai kalangan, seperti Haji Hambali Kudus, seorang pedagang yang dermawan dan tidak pernah rugi dalam aktivitas dagangnya dan Kiai Abdul Hadi Klaten, seorang penjudi yang kemudian bertaubat dan menjadi hamba Allah yang shaleh dan gemar beribadah.

Diungkapkan oleh Habib Luthfi bin Yahya, yang juga muridnya, “Karya-karya Al-Allamah Syekh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kiai, ulama, maupun shalihin.”

Mbah Malik dan Habib Luthfi

Diceritakan oleh murid kesayangannya yakni Maulana Habib Luthfi bin Yahya, “Saya pernah sering saya bacakan di dalam pengajian di mana saja, ‘Saya itu kagum sama guru saya Sayyidi Syekh Muhammad Abdul Malik kalau mau makan itu rapi orangnya Dia seorang wali Allah luar biasa. Kalau makan (dahar) paling tidak pakai koko, kalau ndak pakai kaos yang ada lengannya, rapi kopiahnya, sarungnya padahal mau makan.’

Lama-lama saya terpancing juga, namanya Santri. Jadi saya tanya, ‘Yai Maaf saya minta diajarin Bagaimana caranya adabnya kita makan?’ jawab guru saya, ‘Habib, saya makan itu bukan kita menghormati atau mengkultuskan nasi atau minuman. Air ini makhluk, nasi pun mahluk.Jadi kalau mau mencari kesyirikan tidak usah jauh-jauh, kalau kita mempunyai iktikad orang tidak makan mati itu termasuk Syirik, kalau kuburan terlalu jauh.’

‘Itu satu contoh saya makan nasi ataupun minum air ini, Saya menghargai pakai pakaian yang demikian, menghargai Yang pemberi rezeki.’ Adab mau makan saja sudah sejauh itu dan kalau satu butir nasi ini jatuh, selagi tidak madharat diambil. Kata guru saya sebutir saja jangankan lagi sebutir, seper, seper, seper dari satu butir nasi kami tidak mampu membuatnya. Siapa yang menciptakan, Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hormatilah yang menciptakan.

Ya pantas makannya manfaat, ditaruhkan yang sekiranya madarat nanti dipisahkan, dikumpulkan oleh Beliau. ‘Yang kedua Habib, satu butir nasi ini yang adil tangannya banyak, dari mulai mencangkul, membajak sampai jadi nasi. Banyak sekali yang ikut andil, makanya doanya pantas kalau lafalnya jamak. Allahumma bariklana bukan Allahumma barikli, allahumma bariklana Ya Allah semoga engkau memberkahi Kami semuanya yang mencangkul dapat yang membajak dapat, yang menabur tebar dapat, sampai jadi nasi pun yang menanak nasi masuk di dalam Allahumma barik berarti kita sudah dididik kepedulian sejauh mana antara kita khususnya Al Mukmin al-muslim.’

‘Kalau kita sadar Ya Allah jauh dari segala perpecahan kok, sebab kita doakan terus dengan allahumma bariklana itu, menghilangkan kotoran-kotoran hati suudzon kita kepada sesama kita. Kalau orang mau mendoakan sudah ke teman kita sendiri walaupun kayak apa, itu menandakan hatinya bersih Itu hebatnya. Tidak cukup dari itu, diteruskan doanya minta diselamatkan daripada api neraka fima razaqtana wa qina adzabannar.”

Khumaedi NZ Santri Gedongan, Penikmat Kopi Angkringan.