Kontribusi Abu Yazid al-Busthami, Pencetus Ide Fana dalam Tasawuf

November 7, 2023 - 10:51
November 7, 2023 - 10:55
 0
Kontribusi Abu Yazid al-Busthami, Pencetus Ide Fana dalam Tasawuf

Nama lengkapnya adalah Thaifur bin Isa bin Adam bin Syarusan (w. 875 M). Abu Yazid berasal dari Bustham atau Bistham, di daerah Qus, Wilayah Khurasan, Persia. Daerah ini dibebaskan di masa Khalifah Umar ibnu Khattab pada 639 M. Kakekanya Syarusan adalah seorang majusi atau penganut agama Zoroaster, lalu ia masuk Islam.

Seperti yang dicatat oleh as-Sullami, ada tiga saudara kandung keturunan Syarusan, dan semuanya orang zahid (zuhud), yaitu Adam, Thaifur (Abu Yazid) dan Ali. Sementara Abu Yazid adalah yang paling terkenal.

Abu Yazid adalah sufi yang pertama kali memperkenalkan konsep Fana', yang mana kemunculannya menandai babak baru perkembangan tasawuf ke arah yang lebih Irfani, yakni yang berdiri atas dasar konsep al-Ittihad (penyatuan) dan al-Wihdah (kesatuan). Sejumlah kalimat dan ungkapan-ungkapan sufistik kerap keluar dari mulut Abu Yazid terutama yang berkaitan dengan relasi Allah dan alam.

Dalam satu syairnya Abu Yazid sebagai mana yang dikutip oleh Syekh Abdurrahman Badawi dalam Syathahatu asy-Shufiyyah menyatakan,

أشار سري اليك حتى فنيت عني ودمت أنت 
محوت إسمي ورسم جسي سألت عني فقلت أنت 

Kesadaran batinku menunjuk kepada-Mu. Sehingga Aku menghilang dari diriku, dan hanyalah Engkau yang ada.
Engkau menghapus namaku dan jejak tubuhku. Engkau bertanya tentang diriku, aku jawab: Engkau.

Konsep Fana'nya Abu Yazid al-Busthami mengandung pengertian, "Sirnanya segala apa selain Allah", di mana sang sufi tidak terlihat lagi dan tidak melihat yang lain kecuali hakikat yang Tunggal yaitu Allah Swt. Bahkan dalam kondisi ini sang sufi tidak menyaksikan dirinya lagi, saking tenggelamnya ke dalam Syuhud (penyaksian) dan visi pada Nya. Dan pengalaman itu diungkapkan dalam satu kalimat, "Hilangnya segenap tanda-tanda, sirnanya kedirian, dan terhapusnya segala jejak".

Dalam kondisi seperti ini ia menyatu dengan Yang Maha Benar (al-Haq; Yang Haq) dengan sempurna.

"Subhani, ma a'zhama sya'ni, hasbi min nafsi hasbi" (Maha Suci Aku, alangkah Agungnya Aku, cukuplah Aku sebagai pelindung diriku) adalah di antara ucapan Abu Yazid yang terkenal dalam konteks fana.

Diriwayatkan, satu kali Abu Yazid masuk ke suatu kota. Beliau diikuti oleh kerumunan orang dalam jumlah besar. Mereka pun shalat subuh berjamaah bersamanya. Kemudian Abu Yazid menoleh kepada mereka dengan berujar,

"Inni anallahu la ilaha illa ana fa'buduni (Sesungguhnya aku ini adalah Allah yang tiada Tuhan selain Aku. Maka sembahlah Aku). Maka orang-orang itu mengatakan, "Abu Yazid sudah gila".

Ajaran Fana' yang didakwakan oleh Abu Yazid al-Busthami adalah Fana' dari diri, mengosongkan diri dari segenap persepsi inderawi dan kesadaran, sehingga ia tidak merasakan sesuatu. Dalam situasi seperti itulah ia Dzuq ( merasakan ) keberadaan Wujud Allah, mengosongkan dirinya ke dalam Hakikat Wujud-Nya, serta melapangkan jalan bagi kesempurnaan baqa bersama-Nya.

Tentang fana'nya Abu Yazid Al-Busthami ini, Abdurrahman Badawi berkomentar,

"Ia adalah Fana' yang dengan jiwa dibersihkan dari segala kaitan dengannya. Sehingga ia sirna dari segala yang selain Allah, dan dari segala wujud yang selain-Nya. Sehigga ia beralih kembali ke kondisi seula, ketika ia belum mengada. Yakni, ke dalam kondisi tiada semata (di zaman Azali), ketika Haq berada dengan Diri-Nya sendiri, tidak ada makhluk dan tidak ada pula ciptaan.

Artinya, ia menyaksikan al-Haq dalam Diri-Nya untuk Diri-Nya, sehingga ia Fana' dari hakikat jati dirinya yang spesifik untuk kemudian melebur ke dalam hakikat Esensi Allah. Maka, di sana tidak ada wujud selain Allah, dan wujud keduanya pun menjadi satu.

Dengan demikian, Abu Yazid al-Busthami adalah orang pertama kali memperkenalkan ide Fana' ke dalam lingkup tasawuf Islami. Beliau juga dikenal mewakili periode peralihan dalam tradisi tasawuf dari tasawuf akhlaqi ke tasawuf Irfani yang berorientasi pemahaman Ittihad, Hulul, Wahdatul Wujud, Fana' dan Baqa.