Halaqoh Mahasantri Nasional Tekankan Pentingnya Keseimbangan Ketegasan dan Kasih Sayang dalam Pendidikan Santri

Desember 18, 2024
Halaqoh Mahasantri Nasional Tekankan Pentingnya Keseimbangan Ketegasan dan Kasih Sayang dalam Pendidikan Santri

Jombang, JATMAN Online – Kegiatan Halaqoh Mahasantri Nasional dalam rangka peringatan Harlah 100 Tahun Pondok Pesantren Ploso berhasil digelar pada Jumat (13/12/24). Acara ini menghadirkan seluruh perwakilan Ma’had Aly se-Indonesia dengan mengusung tema “Antara Ketegasan dan Kasih Sayang dalam Mendidik Santri Berkarakter Sesuai dengan Tuntunan Syariat.”

Kegiatan dimulai pada pukul 13.30 WIB, diawali sambutan Ketua Dema Amali Nasional, Moh. Ahsan Syaifur Rizal, yang menjelaskan pentingnya pendidikan berbasis syariat dalam membentuk generasi Islami. Setelah jeda istirahat, acara dilanjutkan pada malam hari pukul 19.30 WIB di panggung utama Pondok Pesantren Al-Falah Ploso.

Dalam sambutannya, KH. Nur Hanan selaku Ketua Asosiasi Ma’had Aly Indonesia (AMALI) menegaskan untuk Mahad Aly yang jumlahnya 43.000 lebih agar bisa diurus langsung Dirjen Direktorat Pesantren.

“AMALI akan terus mengupayakan adanya pengembangan dan pengakuan negara terhadap lulusan Ma’had Aly, kemarin kami mengajukan beberapa persoalan Mahad Aly kepada Kementrian Agama, kami menginginkan bahwa pesantren dan mahad aly tidak hanya diurusi oleh pejabat negara setingkat eselon 2, tapi kami mengusulkan bahwa pesantren yang sekarang jumlahnya ada sekitar 43,000 bisa diurusi langsung oleh Dirjen Direktorat Pesantren yang khusus melayani kebutuhan pesantren dan Mahad Aly", ucapnya.

Melanjutkan, "untuk itu Perlu peran Mahasantri dalam lomba-lomba untuk menunjukkan kualitas keilmuan yang luar biasa, diharapkan kualitas itu dapat dirasakan oleh seluruh umat Indonesia tidak hanya di internal mahad aly saja", tegasnya.

Pada sesi materi pertama, Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen, M.A. menggambarkan keseimbangan antara ketegasan dan kasih sayang dalam mendidik:  

“Ketegasan adalah bentuk cinta yang mengarahkan santri kepada disiplin dan tanggung jawab, sementara kasih sayang menjadi penyeimbang yang menanamkan empati dan akhlak mulia.

"Keluarga adalah pondasi utama pendidikan. Bagaimana standar yang diterapkan dalam keluarga dapat memengaruhi karakter anak. Kesalahan pola asuh, seperti terlalu rendahnya ekspektasi atau sikap permisif, dapat menghilangkan standar-standar baik yang seharusnya ditanamkan.”

Beliau menambahkan, "lingkungan keluarga yang memberikan perhatian, baik secara emosional maupun intelektual, akan membantu anak merasa aman, dihargai, dan didorong untuk mencapai potensi terbaiknya. Keluarga juga ditekankan sebagai tempat lahirnya pengetahuan pertama seorang anak", paparnya.

Sesi kedua diisi oleh KH. Abdul Mun’im Syadzili yang menekankan pentingnya keteladanan guru.

“Santri tidak hanya belajar ilmu, tetapi juga meneladani akhlak gurunya. Ketegasan harus didasari oleh cinta, sementara kasih sayang harus membawa hikmah.”

Acara berlangsung interaktif dengan sesi tanya jawab yang melibatkan para peserta. Mahasantri dari berbagai daerah mengajukan pertanyaan seputar tantangan mendidik santri di era modern. Jawaban narasumber memberikan arahan praktis dan relevan bagi para pendidik.

Pada akhir acara, panitia memberikan penghargaan berupa publikasi tulisan terbaik dari para mahasantri. Kegiatan diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh KH. M. Iffatul Lato’if, Mudir Ma’had Aly Al-Falah. Sebagai kesimpulan, ditekankan bahwa orang kaya pasti pernah gagal, orang 'ngalim' pernah ‘rosyid’, karena mereka memiliki karakter yang kuat, sehingga tidak mudah tumbang. Nilai karakter yang harus ditanamkan pada santri meliputi spiritual, moral, dan sosial. Untuk menanamkan itu semua diperlukan ketegasan dan keberanian dalam menentukan sikap.

Pewarta: Abduh Zamzami

Khumaedi NZ Santri Gedongan, Penikmat Kopi Angkringan.