Hakikat Kepemilikan

September 20, 2023
Hakikat Kepemilikan

Manusia terlahir ke dunia tidak membawa apapun kecuali dirinya sendiri. Namun sebelum kelahirannya, bakal manusia itu terlebih dahulu membuat kesaksian dengan Tuhannya seperti dalam Surat al-A’raf ayat 172,

وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”

Melalui ayat tersebut, Allah mengingatkan kembali kepada kita, bahwasanya kita pernah berikrar dengan-Nya di alam ruh. Sayangnya, ketika terlahir di dunia, kesaksian itu berlalu begitu saja. Karena semestinya kesaksian itu perlu di-­upgrade di alam jasad, yaitu alam dunia melalui amal-amal yang diperbuat.

Selama di dunia, manusia yang seharusnya sibuk memikirkan Allah, yang seharusnya sibuk membuktikan kesaksiannya, malah berubah orientasi menjadi sibuk mengejar dunia. Bukan lagi menghamba kepada Allah tapi menghamba pada keindahan dunia. Manusia gemar mengumpulkan harta benda yang berulangkali sudah Allah peringatkan dalam al-Quran bahwa itu hanyalah tipuan belaka.

Pernak-pernik yang ada di dunia ini sejatinya hanya fatamorgana. Sebuah bayang-bayang semu yang terpantul dari wujud aslinya. Anehnya, dari bayang-bayang itu saja, kita seolah sudah merasa memiliki dan berhak atasnya. Padahal yang kita genggam baru bayangan, bukan bentuk yang konkret.

Akhirnya kita hidup senantiasa mengumpulkan banyak bayangan-bayangan itu. Namun, karena kita bukan pemilik aslinya, maka kita wajib bertanggung jawab kepada si pemilik. Semakin banyak kita mengumpulkan benda itu, maka akan semakin rumit pertanggungjawaban kita kepada si pemilik.

Lalu siapakah pemilik dari bayangan itu? Siapa lagi kalau bukan Allah Swt. Dia-lah pemilik apapun yang ada di bumi, baik darat, laut, maupun udara. Bahkan manusia sendiri merupakan bayangan dari entitas-Nya. Maka wajar jika suatu hari manusia diminta kembali oleh si pemilik, sebagaimana dalam Surat al-Baqarah ayat 156,

اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّآ اِلَيْهِ رٰجِعُوْنَۗ

Sesungguhnya kita ini milik Allah. Dan kepada-Nya lah kami kembali.”

Demikianlah, manusia seharusnya sadar, semakin ia banyak memiliki ‘sesuatu’, semakin berat juga pertanggungjawabannya kelak. Terlebih, kepemilikannya itu tidak didasari keimanan dan rasa syukur kepada Allah. Karena hakikatnya, ketika kita di akhirat kelak, kita tidak akan membawa apapun, termasuk secarik kain untuk menutup anggota badan.

Kain adalah benda konkret ketika di dunia, namun menjadi hilang laksana bayangan. Sedangkan yang hanya bisa kita bawa adalah amal, sesuatu yang abstrak di dunia, namun berubah menjadi konkret di akhirat. Wallahu a’lam bisshawwab.