Ahla al-Musamarah fi Hikayat al-Auliya’ al-‘Asyrah; Sebuah Karya Prosa Ulama Nusantara

Islamisasi di Tanah Jawa oleh para wali tentu saja bukan menjadi mitos belaka melainkan sudah menjadi fakta sejarah dengan bukti arkeologis yang beragam. Banyak versi sejarah yang mencatat siapa yang pertama kali menyebarkan Islam di Jawa. Proses ekspansi ini diinisiasi oleh Penguasa Turki Usmani yang bernama Sultan Muhammad I yang memerintah pada tahun 1394-1421 Masehi. Berdasarkan informasi dari banyak pihak yang memiliki hubungan diplomatik dengan Turki Usmani tentang sedikitnya umat Islam di Jawa, maka Sultan memerintahkan beberapa utusan untuk menyebarkan Islam di Jawa sampai akhirnya populasi Islam berkembang hingga hari ini.
Terlepas dari banyaknya teori-teori perkembangan Islam di Jawa, ulama Nusantara asal Tuban, Syeikh Abul Fadhol Senory membuat sendiri versinya dalam Kitab Ahla al-Musamarah fi Hikayat al-Auliya’ al-‘Asyrah. Uniknya, ketika ulama nusantara pada umumnya lebih tertarik membuat karya berupa kitab-kitab fiqih, nahwu atau mukhtashar dari kitab-kitab besar seperi Tafsir Ibnu Katsir, Ihya Ulumiddin dan lain-lain, ulama yang merupakan guru dari KH. Maimoen Zubair ini justru memilih sejarah sebagai konten karyanya. Dan menariknya lagi, biasanya sejarah perkembangan Islam di jawa ditulis dengan menggunakan metodologi dan teori yang rumit seperi Buku Atlas Walisongo karya Agus Sunyoto, Buku Islam Nusantara karya Prof. Dr. Azyumardi Azra, Buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Nusantara karya Prof. Dr. Slamet Muljana, Buku Menemukan Peradaban Arkeologis dan Islam Indonesia karya Prof. Dr. Hasan Muaril Ambari dan lain-lain. Sedangkan Syeikh Abul Fadhol Senory yang biasa disapa dengan Mbah Ndol menampilkan sejarah sebagai karya prosa yang mengalir serta memenuhi unsur intrinsik di dalamnya.
Pada kitab ini, Mbah Ndol merangkai penggalan-penggalan kisah menjadi bagian yang utuh. Ia menulis plot cerita sejak Sayyid Ibrahim al Asmar datang ke Negeri Cempa hingga runtuhnya Kerajaan Majapahit oleh Raden Fatah yang saat itu dipimpin oleh Raja Brawijaya V. Ia juga menulis bagaimana tarekat menjadi salah satu propaganda untuk menarik masyarakat agar masuk ke dalam Agama Islam. Apa yang ditulis oleh Mbah Ndol sangat sistematis dan detail sehingga pembaca memahami alur ceritanya dengan baik. Ia juga menyelipkan bait-bait syair untuk memperindah gaya bahasanya dalam menggambarkan beberapa peristiwa yang terjadi.
Dalam memilih judul, Mbah Ndol menggunakan kata ‘asyrah yang artinya sepuluh sebagai jumlah wali penyebar Islam di jawa. Padahal, yang popular di masyarakat Jawa adalah wali songo bukan wali sepuluh. Maka, yang dimaksud wali kesepuluh menurut Mbah Ndol adalah Raden Fatah.
Meskipun banyak sekali perbedaan antara kitab ini dengan beberapa buku sejarah yang ada, Buku ini tetap layak dikaji melalui berbagai pendekatan seperti pendekatan kesejarahan, pendekatan kebudayaan bahkan pendekatan kesusasteraan.
Tentunya kitab tersebut ditulis menggunakan Bahasa Arab. Hal Ini menunjukkan bahwa kemampuan gramatikal Bahasa Arab ulama asal Tuban ini tidak bisa diragukan lagi. Sayangnya, tidak semua masyarakat Indonesia mampu membaca dan menerjemahkan Bahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sehingga untuk memperlajarinya dibutuhkan orang yang sudah ahli atau paling tidak dengan orang yang sudah pernah mengkaji kitab ini.
Beruntungnya, Kitab Ahla al Musamarah fi Hikayat al Auliya’ al ‘Asyrah sekarang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh putera Syeikh Abul Fadhol Senory yaitu KH. Abul Mafakhir bin Abu Fadhol dan Drs. Achmad Zaidun M.Ag. Sehingga siapapun yang ingin membaca, mempelajari dan membandingkan kitab ini dengan buku sejarah lainnya bisa dengan mudah meskipun tidak memilik latar belakang pengetahuan Bahasa Arab yang mumpuni.[]