Wasiat Syeikh Ahmad Al Rifai

Syeikh Ahmad bin Abi al Husain al Rifai adalah salah satu waliyullah yang yang banyak diceritakan oleh ulama-ulama thariqah dan menjadi guru bagi mereka. Meskipun tidak memiliki banyak karya tulis sebagaimana ulama-ulama lain, namun namanya masyhur di kitab-kitab tasawuf. Ia banyak menjelaskan bagaimana kedudukan murid dalam thariqah serta berbagai permasalahannya.
Selain itu, banyak pula orang-orang yang berhasil mencapai tujuannya lantaran wasilah berguru kepadanya. Bahkan selama hidupnya, Syeikh Ahmad al Rifai selalu duduk sejajar di majelis bersama para muridnya dan tidak pernah sekalipun duduk di atas sajadah disebabkan ketawadhu’annya.
Dalam kitab Manaqib al Auliya’ al Abrar, Syeikh Misbah menerangkan bahwa ketika Syeikh Ahmad al Rifai masih masih kecil, ia melewati rumah Syeikh Arif billah yang bernama Abdul Malik al Khurnutsi. Kemudian Syeikh tersebut memanggilnya dan memberi wasiat kepada Syeikh Ahmad al Rifai:
“Wahai Ahmad, jagalah apa yang aku katakan padamu ini.” Kemudian Syeikh Ahmad al Rifai menjawab, “baiklah.” Kemudian ia berkata, “Orang yang selalu memperhatikan sekelilingnya itu tidak akan sampai (pada apa yang dituju). Dan orang yang yang suka menyelinap itu tidak akan beruntung (untuk mendapatkan apa yang dituju). Dan barangsiapa yang tidak mengetahui kekurangan pada dirinya sendiri maka sesungguhnya tiap-tiap waktunya akan menjadi kekurangan.”
Setelah itu Syeikh Ahmad al Rifai keluar dari rumahnya dan menerapkan apa yang diwasiatkan selama setahun. Pada tahun berikutnya ia kembali lagi dan meminta wasiat kepada Syeikh Abdul Malik al Khurnutsi. Kemudian Syeikh itu memberi wasiat,
“Seburuk-buruknya kebodohan ialah yang keluar dari orang yang berakal, penyakit yang keluar dari dokter dan mengasingkan diri dari orang yang dicintai.” Kemudian Syeikh Ahmad al Rifai menjalankan wasiat tersebut selama setahun dan mendapatkan manfaat dari apa yang dikerjakan.
Dari kisah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Syeikh Ahmad al Rifai telah menerima dua wasiat besar dari gurunya Syeikh Abdul Malik al Khurnutsi dalam kurun waktu dua tahun, dengan penjelasan sebagai berikut:
Pada wasiat pertama, Syeikh Abdul Malik al Khurnutsi bepesan agar seseorang tidak disibukkan oleh urusan orang lain sehingga dapat melalaikan urusannya sendiri. Maka ketika yang lain sudah mencapai apa yang dikehendaki, ia justru masih sibuk dengan permasalahan-permasalahan yang ada di sekitarnya. Kaitannya dengan ilmu tasawuf adalah apabila ingin wushul, maka seseorang harus melepaskan segala hal yang dapat melalaikannya kepada Allah Swt. Ia juga tidak boleh menjadi orang yang sembunyi dari kebenaran. Dengan demikian ia selalu berusaha memperbaiki diri dengan berbuat ihsan sesuai dengan waktu yang sudah diberikan oleh Allah Swt.
Pada wasiat kedua, seseorang yang dianugerahi kematangan berpikir secara lebih dari Allah Swt., seharusnya bisa menjadi panutan bagi orang awam di sekitarnya. Bukan justru menyesatkan orang lain dengan argument-argumen bodoh yang diutarakan. Sehingga keberadaannya bisa menjadi manfaat bagi umat. Sama halnya ketika ada seorang dokter yang seharusnya mampu mengobati pasien yang sakit namun dirinya justru sedang sakit sehingga tidak bisa memberi kemanfaatan bagi orang lain. Begitu pula orang yang sudah dekat dengan Allah Swt., mendapat rahmat dan kasih sayang-Nya, justru malah menjauh dan menghindar dengan cara tidak menjalankan perintah Allah Swt. dan mengabaikan larangan-Nya.
Melalui wasiat yang diterimanya, Syeikh Ahmad al Rifai lebih banyak menghayati dan mengamalkan. Sehingga tidak heran jika ia bukanlah orang yang banyak berbicara kecuali dalam keadaan mendesak. Karena itu ia lebih sering diam. Wasiat ini pula lah yang kemudian ia sebarkan kepada murid-muridnya secara turun-temurun.
Wallahu a’lam