Mengenal Syekh Sulaiman Arrasuli, Mursyid Thariqah Naqsabandiyah Dari Tanah Minang

Syekh Sulaiman Arrasuli atau yang dikenal dengan Angku Canduang nan Mudo dan Inyiak Canduang adalah seorang mursyid thariqah yang lahir di Candung pada tahun 1871 dan merupakan putra dari seorang ulama terkemuka yang bergelar Angku Mudo Pakan Kamis, yaitu Syekh Muhammad Rasul.
Semasa mudanya, Syekh Sulaiman banyak mengambil sanad keilmuan dari beberapa guru. Untuk belajar, ia berguru kepada Tuan Syekh Muhammad Arsyad Batu Hampar. Untuk mempelajari ilmu alat, ia mengambil sanad ilmu dari Syekh Tuanku Sami’ Biaro.
Setelah menjalani pendidikan di Biaro, ia kemudian menuju Sungayang bersama Guru Tuonya yaitu Tuanku Qadhi Salo, untuk menemui Tuan Syekh yang bergelar Tuanku Kolok (nenek dari Prof. Mahmud Yunus) yang alim, faqih terutama dalam bidang Ilmu Faraidh hingga gurunya tersebut wafat.
Pasca wafatnya Tuanku Kolok, Syekh Sulaiman melanjutkan pelajarannya kepada Tuan Syekh Abdussalam Banuhampu dan kemudian pindah ke Sungai Dareh Situjuah Payakumbuh.
Tak berapa lama di Situjuah, melalui isyarat guru dan ayahandanya, Syekh Sulaiman selanjutnya hijrah ke Halaban untuk menemui ulama yang masyhur dalam tigo luak, yaitu Tuan Syekh Abdullah “Beliau Halaban” (w. 1926). Bersamanya, Syekh Sulaiman belajar selama 7 tahun dan mendapat kepercayaan untuk menjadi “Guru Tuo” dan diangkat menantu oleh gurunya tersebut.
Selain mengambil sanad dari ulama-ulama di Nusantara, Syekh Sulaiman juga mengambil sanad keilmuan dari Haramain, yaitu ketika dirinya menunaikan rukun Islam yang kelima.
Di Mekah, Syekh Sulaiman belajar kepada ulama-ulama kenamaan, yaitu Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Mukhtar ‘Atharid as-Shufi, Sayyid Ahmad Syatha al-Makki, Syekh Usman as-Sarawaki dan Syekh Muhammad Sa’id Ba Bashil Mufti Syafi’i. Adapun vak keilmuan yang beliau dipelajari di Mekah mencakup ilmu ‘Arabiyah (ilmu alat), Fiqih, Tafsir, Hadis, Tasawuf dan lainnya.
Sekembalinya Syekh Sulaiman dari Haramain ke Minangkabau, ia menyempurnaikan ilmu tasawufnya dengan berbaiat Thariqah Naqsabandiyah dari gurunya Syekh Arsyad Batuhampar Payakumbuh dan mulai mengamalkan dan menyebarkan ajaran tersebut dengan mendirikan halaqah-halaqah dan madrasah.
Selain sebagai ulama yang alim, Syekh Sulaiman Arrasuli juga memiliki jiwa seni dan sastra yang tinggi. Hal tersebut bisa kita lihat melalui karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Jawi-Minang, sebagaimana syair yang ia tuliskan dalam muqaddimah Enam Risalah
Waktu mengarang faqir khabarkan
Di negeri candung tinggallah badan
Hati terbang ke subarang lautan
Ke negeri Mekah biladul Aman
Sungguh nak pindah di dalam hati
Tetapi ada seorang ummi
Ibuku kandung belahan hati
Dimana mungkin meninggalkan negeri
Ibuku sakit tidaklah sehat
Dimana mungkin dibawa hijrat
Jalanpun jauh tidaklah dekat
Barangkali sembahyang dijalan tidaklah dapat
…………
(muqaddimah Kitab Enam Risalah)
Selain itu, Syekh Sulaiman juga menulis kritik sosial keagamaan terhadap dalam modernis dalam susunan bait-bait nadzam dan tak ketinggalan menasehati kaum muslimin agar tidak terpedaya dengan paham yang seperti itu sebagaimana larik berikut:
Sekarang ada orang yang ingkar
Sudah masyhur didengar khabar
Namanya tidak hamba mendengar
Entah siapa nama yang mu’tabar
Khabarnya sudah hamba dengarkan
Ushalli fardhuz zhuhr ianya ingkar
Ibarat ulama hambar naqalkan
Di belakang ini hamba tuliskan
Wahai sahabat taulan yang nyata
Orang yang muqallid namanya kita
Mengikut mujtahid yang punya kata
Jangan diikut faham yang dusta
Jangan dicari ke dalam Qur’an
Hadistnya nabi-pun demikian
Mujtahid mutlak punya bahagian
Nasi yang masak hendaklah makan
Kita nan tidak tahu bertanak
Api dan kayu tungkupun tidak
Hendaklah makan nasi yang masak
Orang yang cerdik janganlah gagak
Jikalau batanak tidak bakayu
Demikian lagi tidak bertungku
Lambek menahun nasinya tentu
Itu misalnya fiqir olehmu
Syekh Sulaiman Arrasuli merupakan ulama yang produktif menulis kitab. Sejauh ini, sudah 22 jenis kitab yang telah teridentifikasi. Di antara karya-karyanya yang ditulis ialah:
(1) Tsamaratul Ihsan fi Wiladati Sayyidil Insan (cetakan Drukkerij Agam, 1923),
(2) al-Qaulul Kasyif fi Radd ‘ala man i’tiradh ‘ala Akabir (Drukkerij Agam, 1920),
(3) Ibthal Hazzhi Ahlil ‘Ashbiyah fi Tahrim Qira’atil Qur’an bi ‘Ajamiyah,
(4) Izalatul Dhalal fi Tahrim Iza’ was Su’a,
(5) Dawa’ul Qulub fi Qishah Yusuf wa Ya’qub (cetakan Maktabah Islamiyah Fort de Kock, 1924),
(6) Sya’ir Mi’raj,
(7) Kisah Mu’az dan Nabi wafat dan lain-lainnya. Satu karya Syekh Sulaiman Arrasuli yang ditulis dengan gaya sastra Minangkabau yang sarat dengan nilai-nilai moral dan agama ialah Kisah Muhammad ‘Arif: Pedoman Hidup di Alam Minangkabau menurut gurisan adat dan syara’ (cetakan Tsamaratul Ikhwan, 1939).